Makalah Hukum Internasional
HAK ASASI MANUSIA
Oleh: Kelompok 2
Ø FEBRI RAMADHANI
Ø ZULFADLI
Ø M.TAKBIR
Ø AHMAD
AFANDI
Ø MARHAYANA
Ø SYAMSUL
Ø IKRAM
TADDA
Fakultas
Syari’ah dan Hukum
2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
A. Latar
belakang 1
B. Rumusan
masalah 2
C. Tujuan
penulisan 2
BAB II 3
PEMBAHASAN 3
A. Pengertian
HAM 3
B. Perkembangan
pemikiran HAM di Eropa 4
C. Bagaimana
sejarah dan perkembangan HAM di indonesia 8
D. HAM
antara universalitas dan relativitas 11
BAB III 15
PENUTUP 15
A. Kesimpulan 15
B. Saran
15
DAFTAR PUSTAKA 16
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Dalam
konteks masyarakat internasional penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan
unsur penting untuk mewujudkan sebuah negara yang berkeadaban (civilitized nation ). Demokrasi dan HAM
ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan yang saling menopang satu sama lain. Jika dua unsur ini
berjalan dengan baik, pada akhirnya akan lahir
masyarakat madani yang demokratis,
egaliter dan peduli terhadap HAM.
Hak asasi manusia harus dijunjung
tinggi dan sifatnya universal bukan partikular (terbatas). Karena HAM itu
sendiri bersifat kodrati yang berasal dari Tuhan. Penegakan HAM harus dengan
serius dan komprehensif yakni baik dalam tataran nasioanal maupun
internasional. Untuk mewujudkan peradaban manusia yang lebih baik maka harus
ada toleransi kemanuisaan, menghargai dan menghormati sesama manusia. Tidak ada
lagi penindasan terhadap suku, bangsa, ras dan antar golongan. Tidak ada alasan dengan atas nama penindasan
terhadap manusia. Bahkan Dalam UUD 1945 menyebutkan: “kemerdekaan adalah hak
segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan,
karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
Jadi memang penerapan nilai-nilai
kemanusiaan adalah hal mutlak sebagai manusia yang mencita-citakan peradaban.
Barat yang berlandaskan humanisme antroposentris dan Timur identik dengan
Humanisme theosenetris dalam penegakan HAM. Hal itu tidak menjadi penghalang
dan masalah dalam penerapan nilai-nilai kemanusiaan di dalam masyarakat
internasioanl.
A. Rumusan
masalah.
1. Apa yang dimaksud dengan Hak Asasi Manusia ?
2. Bagaimana sejarah dan perkembangan HAM di Eropa
?
3. Bagaimana sejarah dan perkembangan HAM di Indonesia
?
4. Bagaimana HAM dalam perspektif universalitas
dan relativitas dalam masyarakat
internasioanal ?
B. Tujuan
Penulisan.
1. Untuk
memenuhi memenuhi tugas kelompok dari mata kuliah Hukum Internasional.
2. Untuk
mengetahui defenisi HAM secara umum.
3. Sebagai
bentuk perhatian mahasiswa terhadap Hak Asasi Manusia.
4. Sebagai
bentuk pembelajaran, pemahaman dan
perkembangan HAM di dunia dan khususnya di dalam masyarakat Indonesia
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
HAM
HAM
adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia.Adapun menurut para ahli
seperti John Locke mengatakan HAM adalah hak-hak yang diberikan secara
langsung oleh Tuhan yang sifatnya
kodrati. HAM (hak asasi manusia) muncul dari keyakinan manusia itu sendiri
bahwa sanya semua manusia sebagia makhluk ciptaan Tuhan adalah sama dan
sederajat (egaliterianisme). Manusia di lahirkn bebas dan memiliki harkat dan
martabat yang harus di hargai dan di junjung tinggi. Jadi, dalam konsep
keadilan dan untuk menyongsong perdaban ummat manusia haruslah HAM di berlakukan secara universal.
Artinya dimanapun, kapanpun dan negara apapun harus menjunjung tinggi HAM
dalam konteks regional,nasional dan internasional.
Berdasarkan
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999, HAM
adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaaan manusia sebagai
makhluk Tuhan yang maha Esa. Hak itu merupakan anugrahnya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang
demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
2.
Perkembangan Pemikiran HAM di Eropa.
Berbicara mengenai keberadaan HAM tidak terlepas dari
pengakuan terhadap adanya hukum alam (natural law) yang menjadi cikal
bakal bagi kelahiran HAM.
Perkembangan
HAM di Eropa
1. Sebelum
Deklarasi Universal HAM 1948
Wacana awal HAM di Eropa diawali
dengan lahirnya Magna Charta telah menghilangkan hak absolut raja[1][4] yang membatasi kekuasaan absolut para penguasa atau
raja-raja. Kekuasaan absolut raja seperti menciptakan hukum tetapi tidak
terkait dengan peraturan yang mereka buat menjadi dibatasi dan kekuasaan mereka
harus dipertanggungjawabkan secara hukum.
Lahirnya Magna Charta merupakan cikal bakal lahirnya
monarki konstitusional. Keterikatan penguasa dengan hukum dapat dilihat pada
Pasal 21 Magna Charta yang menyatakan bahwa “ para Pangeran dan Baron
dihukum atau didenda berdasarkan atas kesamaan, dan sesuai dengan pelanggaran
yang dilakukannya.
Empat abad kemudian, tepatnya pada 1689, lahir Undang-Undang Hak Asasi
Manusia (HAM) di Inggris. Pada masa itu pula muncul istilah equality before
the law, kesetaraan manusia di muka hukum. Pandangan ini mendorong
timbulnya wacana negara hukum dan negara demokrasi pada kurun waktu
selanjutnya. Menurut Bill of Rights, asas persamaan manusia di hadapan
hukum harus diwujudkan betapa pun berat rintangan yang dihadapi, karena tanpa
hak persamaan maka hak kebebasan mustahil dapat terwujud. Untuk mewujudkannya
maka lahirlah sejumlah istilah dan teori sosial yang identik dengan
perkembangan dan karakter masyarakat Eropa, dan selanjutnya Amerika.
Kontrak
sosial (J.J Rousseau)
Kontrak
sosial adalah teori yang menyatakan bahwa hubungan antara penguasa dan rakyat
didasari oleh sebuah kontrak yang ketentuan-ketentuannya mengikat kedua belah
pihak.
Trias
politica (Montesquieu)
Trias
politika adalah teori tentang sistem politik yang membagikekuasaan pemerintahan
negara dalam tiga komponen (eksekutif), parlemen (legislatif), dan
kekuasaan peradilan ( yudikatif).
Hukum
kodrati (John Locke)
Teori
hukum kodrati adalah teori yang menyatakan bahwa di dalam masyarakat manusia
ada hak-hak dasar manusia yang tidak dapat dilanggar oleh negara dan tidak
diserahkan oleh negara.
Hak-hak
dasar persamaan dan kebebasan (Thomas Jefferson)
Hak-hak
dasar persamaan dan kebebasan adalah teori yang mengatakan bahwa semua manusia
dilahirkan sama dan merdeka.
Pada
1789, lahir Deklarasi Perancis. Deklarasi ini memuat aturan-aturan hukum yang
menjamin hak asasi manusia dalam proses hukum.
Perkembangan
HAM selanjutnya ditandai oleh munculnya wacana empat hak kebebasan yaitu;
kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan beragama, hak bebas dari kemiskinan,
dan hak bebas daru rasa takut.
Tiga
tahun kemudian muncul Deklarasi Philadelphia (1944), yang memuat tentang
pentingnya menciptakan perdamaian dunia berdasarkan keadilan sosial dan
perlindungan seluruh manusia apapun ras, kepercayaan dan jenis kelaminnya.
Menurut
DUHAM (deklarasi universal HAM), terdapat lima jenis hak asasi yang dimiliki
oleh setiap individu: hak personal (hak jaminan kebutuhan pribadi); hak legal
(hak jaminan perlindungan hukum); hak sipil dan politik; hak subsistensi (hak
jaminan adanya sumber daya untuk menunjang kehidupan); dan hak ekonomi, sosial
dan budaya.
Menurut Pasal 3-21 DUHAM, hak
personal, hak legal, hak sipil dan politik meliputi:
a) Hak untuk hidup, kebebasan, dan
keamanan pribadi;
b) Hak bebas dari perbudakan dan
penghambaan;
c) Hak bebas dari penyiksaan atau
perlakuan hukum yang kejam;
d) Hak untuk memperoleh pengakuan hukum
hak bebas dari penangkapan dan penahanan yang sewenang-wenang;
e) Hak atas perlindungan terhadap serangan nama baik.
f) Hak atas satu kebangsaan;
g) Hak untuk memiliki hak milik;
h) Hak bebas berpikir, berpendapat dan
beragama;
i) Hak untuk berserikat;
j) Hak untuk mengambil bagian dari pemerintahan.
Adapun
hak ekonomi, sosial, dan budaya meliputi:
a) Hak atas jaminan sosial;
b) Hak untuk bekerja dan mendapat upah
dari pekerjaan tersebut;
c) Hak untuk bergabung dengan serikat-serikat buruh;
d) Hak atas istirahat;
e) Hak atas standar hidup yang layak;
f) Hak atas pendidikan;
g) Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat
2. Setelah Deklarasi Universal HAM
1948.
Secara garis besar perkembangan
pemikiran tentang HAM dibagi menjadi empat kurun generasi:
a) Generasi Pertama, menurut generasi
ini pengertian HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik.
b) Generasi Kedua, pemikiran Ham
tidak hak yuridis seperti yang
dikampanyekan generasi pertama tetapi juga menyerukan hak-hak sosial, ekonomi,
politik, dan budaya.
c) Generasi
Ketiga, generasi ini menyerukan wacana kesatuan HAM antara hak ekonomi, sosial,
budaya, politik, dan hukum.
d) Generasi
Keempat, ditandai dengan lahirnya pemikiran HAM yang dipelopori oleh
negara-negara di kawasan Asia yang dikenal dengan Declaration of Basic
duties of Asia people and Goverment.
3.
Bagaimana
sejarah dan perkembangan HAM di
Indonesia.
a. Periode
sebelum kemerdekaan (1908-1945)
Sejarah dan perkembangan HAM di
Indonesia ditandai dengan munculnya berbagai organisasi pergerakan nasional
seperti Budi Utomo yang menuntut
kebebasan berpikir, bertindak dan hidup dalam perdamaian. Kemudian serikat
Islam yang dipeloporoi oleh kaum santri seperti H.Agus slaim dan Abdul muis yang
menekankan pada usaha-usaha penghidupan yang layak tanpa diskriminasi sosial.
Partai Komunis Indoensia yang berlandaskan pada Marxisme yang condong pada
hak-hak yang bersifat sosial dan perebutan alat-alat produksi.
Pemikiran HAM di Indonesia juga
timbul dari perdebatan pada Badan penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI) antara Soekarno
dan Soepomo juga disatu pihak Muhammad Hatta dan Mohammad yamin dipihak yang lain. Perdebatan
ini meliputi persamaan dimuka hukum, hak atas penghidupan yang layak dan untuk
memeluk agama dan kepercayaan masing-masing, hak berserikat dan berkumpul dan
hak mengeluarkan pendapat lisan maupun tulisan. Semua itu telah diselesaikan
dengan bingkai kompromistis.
b. Periode
setelah Kemerdekaan (1945-1950)
Pada
masa awal pasca kemerdekaan, kita masih begulir pada dialektika pemikiran
bagaimana kita mampu merasakan kemerdekaan seratus peresen(Tan malaka).
Kebebasan mengemukakan pendapat dimuka umum. Komitmen
terhadap HAM pada awal kemerdekaan sebagaimana ditunjukkan dalam Maklumat
Presiden tanggal 1 November 1945 yang menyatakan:
“...
sedikit hari lagi kita akan mengadakan pemilihan umum bukti bahwa bagi kita
cita-cita dan dasar kerakyatan itu benar-benar dasar dan pedoman penghidupan
masyarakat dan negara kita. Mungkin sebagai akibat dari pemilihan itu
pemerintah akan berganti dan UUD kita akan disempurnakan menurut kehendak
rakyat yang terbanyak.”.
c. Periode 1950-1959
Priode 1950-1959
dikenal dengan masa demokrasi parlementer. Bsejarah pemikiran HAM di indonesia.
Sejalan denagn prinsip demokrasi liberal di masa itu, suasana kebebasan
mendapat tempat dalam kehidupan politik nasional. menurut catatatan bagir
manan, masa gemilang sejarah HAM indonesia pada masa ini tercermin pada lima
indikator HAM:
1. Munculnya partai-partai politik dengan beragam ideologi.
2. Adanya kebebasan pers.
3. Pelaksanaan pemilihan umum secara aman,bebas, dan demokratis.
4. Kontrol parlemen atas eksekutif.
5. Perdebatan HAM secara bebas dan demokratis.
Berbagai partai politik yang berbeda haluan dan ideologi sepakat
tentang subtansi HAM universal dan pentingnya HAM masuk dalam UUD 1945. Bahkan
diusulkan supaya keberadaan HAM mendahului bab-bab UUD.
Tercatat pada priode ini
Indinoseia meratifikas dua konvensi internasional HAM,yaitu:
1. Konvensi genawa (1949) yang mencakup perlindungan hak bagi korban
peranng, dan perlindungan sipil diwaktu perang.
2. Konvensi tentang hak politik perempuan yang mancakup hak perempuan
untuk menempati jabatan publik.
d. Periode pasca-orde baru
Tahun 1998 adalah
era paling penting dalam sejarah HAM di indonesia. Lengsernya tampuk kekuasaan
orde baru sekaligus menandai berakhirnya rezim militer di indonesia dan
datangnya era baru demokrasi dan HAM, setelah tiga puluh tahun lebih terpasung
dibawah rezim otoriter. Pada tahun ini, presiden soeharto digantikan oleh B.j.
habibie yang kalah itu mnejabat sebgai wakil presiden RI. Menyusul berakhirnya
pemmerintahan orde baru yang bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM mulai
dilakukan kelompok reformasi dengan membuat perundang undangan baru yang
menjunjung prinsip-prinsip HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan
kemasyrakatan. Tak kalah penting dari perubahan perundangan, pemerintahan di
era reformasi ini juga melakukan ratifikasi terhadap instrumen HAM
internasional untuk mendukung pelaksanaan HAM di indonesia.
Pada masa
pemerintahan habibie misalnya, perhatian pemerintah terhadap pelaksanaan HAM
mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Lahirnya Tap MPR
No.XVII/MPR/1998 tantang HAM merupakan salah satu indikator keseriusan
pemerintahan era reformasi akan penegakan HAM. Sejumjumlah konvensi HAM juga
diratifikasi di antaranya:konvensi HAM
tentang kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi; konvensi
menentang penyiksaan dan erlakuankejam; konvensi penghapusan segala bentuk
diskriminasi rasial; konvensi tentang penghapusan kerja paksa; konvensi tentang
diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan; serta konvensi tentang usia minimum
untuk diperbolehkan bekerja.
4. Hak
Asasi Manusia: antara Universalitas dan
Relativitas
SEKALIPUN subtansi
HAM bersifat universal mengingat sifatnya sebagai pemberian tuhan,dunia tidak
pernah sepi dari perdebatan dalam pelaksanaan HAM. Hampir semua negara sepakat
dengan prinsip universal HAM, tetapi memeliki perbedaan pandangan dan cara
pelaksanaan HAM. Hal demikian kerap kali disebut dengan istilah wacana
universalitas dan lokalitas atau partukalitas HAM. Partikularitas HAM terkait
dengan kekhususan yang dimiliki suatu negara atau kelompok sehimgga
tidak sepenuhnya dapat
melaksanakan prinsip- prinsip HAM universal. Kekhususan tersbut
bisa saja bersumber pada ke
khasan nilai budaya , agama dan tradisi setempat. Misalnya , hidup
serumah tanpa ikatan nikah (kumpul kebo ) atau berciuman di muka umum
dalam perspektif budaya lokal suatu negarab keduanya di pandang sebagai praktik yang
mengganggu adat ke susilaan setempat bahkan bisa di kenakan sanksi hukum. Hal serupa
dapat di analogikan pada masalah prinsip ke bebasan beragama bagi setiap orang
yang di jamin oleh HAM. Namun prinsip universal kebebasan keyakinan ini sering
kali di gugurkan oleh pandangan ke yakinan suatu komunitas agama yang
mengajarkan untuk menyebarkan dan
mengamalkan ajaran agamanya kepada
keluarga dan anggota kelompoknya sebagai bagian dari pelaksanaan dari ajaran
agama yang di yakininya
Perdebatan antara universalitas
dan partikular HAM tercermin dalam dua
teori yang saling berlawanan: teori relativisme kultural dan teori universalitas HAM. Teori
relativisme kultural berpandangan bahwa nilai-nilai moral dan budaya bersifat
partikular. Para penganut teori ini berpendapat bahwa tidak ada hak yang
universal,semua tergantung pada kondisi sosial kemasyarakatan yang ada. Hak hak
dasar bisa diabaikan atau disesuaikan dengan praktik-peraktik sosial. Oleh
karenanya, ketika berbenturan dengan nilai-nilai lokal, maka HAM harus
dikontekstualisasikan, sehingga nilai-nilai moral HAM bersifat lokal dan
spesifik dan hanya berlaku khusus pada suatu negara, tidak pada negara lain.
Para penganut relativisme kultural yang
mendukung konstektualisasi HAM cenderung melihat universalitas HAM sebagai
emperialisme kebudayaan barat. Hak asasi, sebgaimana ditetapkan dalam DUHAM,
dipandang sebagai peroduk politis barat, sehingga tak bisa diterapkan secara
universal. Keengganan untuk menerapkan DUHAM secara menyeluruh juga didukung
oleh dalih pembelaan terhadap pluralitas dengan dasar bahwa kemerdekaan pertama
tama berarti kemerdekaan untuk berbeda, sehingga penyeragaman HAM dipandang
sebagai perampasan kemerdekaan itu sendiri.
Di sisi lain,kelompok kedua (universalitas
HAM) yang berpegang pada teori radikal universalitas HAM berargumen bahwa
perbedaan kebudayaan bukan berarti membenarkan perbedaan konsepsi HAM.
Perbedaan pengalaman historis dan sisitem nilai tidak meniscayakan HAM dipahami
secra berbeda dan diterapkan secara berbeda pula dari satu kelompok ke kelompok
budaya lain. Menurut teori ini semua nilai termasuk nilai-nilai HAM adalah bersifat universal yang tidak bisa dimodifikasi
untuk menyesuaikan adanya perbedaan budaya dan sejarah suatu negara. Kelompok
ini menganggap hanya ada satu paket pemahaman mengenai HAM, bahwa nilai-nilai
HAM berlaku sama dimana pun dan kapanpun serta dapat diterapkan pada masyarakat
yang mempunyai latar belakang budaya dan sejarah yang berbeda. Dengan demikian,
pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai HAM berlaku universal.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari berbagai penjelasan di atas
kita bisa menarik kesimpulan bahwa Hak
Asasi Manusia adalah sesuatu yang
bersifat kodrati dan berasal dari Tuhan. Dalam sejarah perkembangan pemikiran
manusia untuk mencapai perdaban yang lebih baik maka harus ada penghargaan
terhadap nilai-nilai kemanusian yakni HAM.
B. Saran
Dalam konteks masyarakat
internasional harus menghormati declaration
of human right dari PBB. Yang
artinya bahwa semua negara harus tunduk dan patuh terhadap deklarasi PBB tentang
penegakan HAM di skala nasional maupun
internasional. Jadi dengan adanya deklarasi tersebut masyarakat sadar akan tidak di benarkannya penindasan dan
penjajahan terhadap manusia dengan alasan apapun.
Daftar Pustaka
Azra, Azyumardi, 1996. Menuju Masyaraka Madani. Cetakan ke-1.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Abdillah, Fauzi, 1981. Laporan pelanggaran hak asasi manusia di
Indoneisa 1981.Sinar Harapan.
Azyumardi Azra, Demokrasi, Hak Asasi
Manusia & Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah,
2003), hlm. 202
Abdul rozak, A. Ubaedellah, Pancasila, demokasi, HAM dan Masyrakat
Madani. (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah,2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar