Sabtu, 21 Februari 2015

Makalah HAK ASASI MANUSIA (HAM)

Makalah Hukum Internasional

                HAK ASASI MANUSIA
                 

                        Oleh:  Kelompok 2
Ø  FEBRI RAMADHANI
Ø ZULFADLI
Ø M.TAKBIR
Ø AHMAD AFANDI
Ø MARHAYANA
Ø SYAMSUL
Ø IKRAM TADDA

Fakultas Syari’ah dan Hukum
                     2014
DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL.......................................................................i
KATA PENGANTAR                                                             ii
DAFTAR ISI                                                                           iii
BAB I                                                                                      1
PENDAHULUAN                                                                            1
A.   Latar belakang                                                               1
B.   Rumusan masalah                                                                   2       
C.   Tujuan penulisan                                                           2
BAB II                                                                                     3
PEMBAHASAN                                                                     3
A.   Pengertian HAM                                                            3
B.   Perkembangan pemikiran HAM di Eropa                     4
C.   Bagaimana sejarah dan perkembangan HAM di indonesia     8
D.   HAM antara universalitas dan relativitas                      11
BAB III                                                                                   15
PENUTUP                                                                              15
A.   Kesimpulan                                                                             15
B.   Saran                                                                                       15
DAFTAR PUSTAKA                                                             16



                                                BAB I
                                      PENDAHULUAN
A.   Latar belakang
Dalam konteks masyarakat internasional penegakan Hak Asasi Manusia (HAM)  merupakan  unsur  penting  untuk mewujudkan sebuah negara yang  berkeadaban (civilitized nation ). Demokrasi  dan HAM  ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan  yang saling menopang  satu sama lain. Jika dua unsur ini berjalan  dengan baik, pada akhirnya  akan lahir  masyarakat  madani yang demokratis, egaliter dan peduli terhadap HAM.
          Hak asasi manusia harus dijunjung tinggi dan sifatnya universal bukan partikular (terbatas). Karena HAM itu sendiri bersifat kodrati yang berasal dari Tuhan. Penegakan HAM harus dengan serius dan komprehensif yakni baik dalam tataran nasioanal maupun internasional. Untuk mewujudkan peradaban manusia yang lebih baik maka harus ada toleransi kemanuisaan, menghargai dan menghormati sesama manusia. Tidak ada lagi penindasan terhadap suku, bangsa, ras dan antar golongan.  Tidak ada alasan dengan atas nama penindasan terhadap manusia. Bahkan Dalam UUD 1945 menyebutkan: “kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
          Jadi memang penerapan nilai-nilai kemanusiaan adalah hal mutlak sebagai manusia yang mencita-citakan peradaban. Barat yang berlandaskan humanisme antroposentris dan Timur identik dengan Humanisme theosenetris dalam penegakan HAM. Hal itu tidak menjadi penghalang dan masalah dalam penerapan nilai-nilai kemanusiaan di dalam masyarakat internasioanl.

A.   Rumusan masalah.

1.      Apa yang dimaksud dengan Hak Asasi Manusia ?
2.      Bagaimana sejarah dan perkembangan HAM di Eropa ?
3.      Bagaimana sejarah dan perkembangan HAM di Indonesia ?
4.      Bagaimana HAM dalam perspektif universalitas dan   relativitas dalam masyarakat internasioanal ?


B.   Tujuan Penulisan.

1.  Untuk memenuhi memenuhi tugas kelompok dari mata kuliah Hukum Internasional.
2.  Untuk mengetahui defenisi HAM secara umum.
3.  Sebagai bentuk perhatian mahasiswa terhadap Hak Asasi Manusia.
4.  Sebagai bentuk  pembelajaran, pemahaman dan perkembangan HAM di dunia dan khususnya di dalam masyarakat Indonesia                                                                                                                                                                                 

BAB II
                                        PEMBAHASAN

1.     Pengertian HAM
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia.Adapun menurut para ahli seperti John Locke mengatakan HAM adalah hak-hak yang diberikan secara langsung  oleh Tuhan yang sifatnya kodrati. HAM (hak asasi manusia) muncul dari keyakinan manusia itu sendiri bahwa sanya semua manusia sebagia makhluk ciptaan Tuhan adalah sama dan sederajat (egaliterianisme). Manusia di lahirkn bebas dan memiliki harkat dan martabat yang harus di hargai dan di junjung tinggi. Jadi, dalam konsep keadilan dan untuk menyongsong perdaban ummat manusia  haruslah HAM di berlakukan secara universal. Artinya dimanapun, kapanpun dan negara apapun harus menjunjung tinggi   HAM  dalam konteks regional,nasional dan internasional.
Berdasarkan Undang-Undang  No. 39 Tahun 1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang maha Esa. Hak itu merupakan anugrahnya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.


2.     Perkembangan Pemikiran HAM di Eropa.

Berbicara mengenai keberadaan HAM tidak terlepas dari pengakuan terhadap adanya hukum alam (natural law) yang menjadi cikal bakal bagi kelahiran HAM.
          Perkembangan HAM di Eropa
1.     Sebelum Deklarasi Universal HAM 1948
Wacana awal HAM di Eropa diawali dengan lahirnya Magna Charta telah menghilangkan hak absolut raja[1][4] yang membatasi kekuasaan absolut para penguasa atau raja-raja. Kekuasaan absolut raja seperti menciptakan hukum tetapi tidak terkait dengan peraturan yang mereka buat menjadi dibatasi dan kekuasaan mereka harus dipertanggungjawabkan secara hukum.
Lahirnya Magna Charta merupakan cikal bakal lahirnya monarki konstitusional. Keterikatan penguasa dengan hukum dapat dilihat pada Pasal 21 Magna Charta yang menyatakan bahwa “ para Pangeran dan Baron dihukum atau didenda berdasarkan atas kesamaan, dan sesuai dengan pelanggaran yang dilakukannya.
   Empat abad kemudian, tepatnya pada 1689, lahir Undang-Undang Hak Asasi Manusia (HAM) di Inggris. Pada masa itu pula muncul istilah equality before the law, kesetaraan manusia di muka hukum. Pandangan ini mendorong timbulnya wacana negara hukum dan negara demokrasi pada kurun waktu selanjutnya. Menurut Bill of Rights, asas persamaan manusia di hadapan hukum harus diwujudkan betapa pun berat rintangan yang dihadapi, karena tanpa hak persamaan maka hak kebebasan mustahil dapat terwujud. Untuk mewujudkannya maka lahirlah sejumlah istilah dan teori sosial yang identik dengan perkembangan dan karakter masyarakat Eropa, dan selanjutnya Amerika.
Kontrak sosial (J.J Rousseau)
Kontrak sosial adalah teori yang menyatakan bahwa hubungan antara penguasa dan rakyat didasari oleh sebuah kontrak yang ketentuan-ketentuannya mengikat kedua belah pihak.
Trias politica (Montesquieu)
          Trias politika adalah teori tentang sistem politik yang membagikekuasaan pemerintahan negara dalam tiga komponen (eksekutif), parlemen (legislatif), dan kekuasaan peradilan ( yudikatif).
Hukum kodrati (John Locke)
          Teori hukum kodrati adalah teori yang menyatakan bahwa di dalam masyarakat manusia ada hak-hak dasar manusia yang tidak dapat dilanggar oleh negara dan tidak diserahkan oleh negara.
Hak-hak dasar persamaan dan kebebasan (Thomas Jefferson)
          Hak-hak dasar persamaan dan kebebasan adalah teori yang mengatakan bahwa semua manusia dilahirkan sama dan merdeka.
          Pada 1789, lahir Deklarasi Perancis. Deklarasi ini memuat aturan-aturan hukum yang menjamin hak asasi manusia dalam proses hukum.
          Perkembangan HAM selanjutnya ditandai oleh munculnya wacana empat hak kebebasan yaitu; kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan beragama, hak bebas dari kemiskinan, dan hak bebas daru rasa takut.
Tiga tahun kemudian muncul Deklarasi Philadelphia (1944), yang memuat tentang pentingnya menciptakan perdamaian dunia berdasarkan keadilan sosial dan perlindungan seluruh manusia apapun ras, kepercayaan dan jenis kelaminnya.
          Menurut DUHAM (deklarasi universal HAM), terdapat lima jenis hak asasi yang dimiliki oleh setiap individu: hak personal (hak jaminan kebutuhan pribadi); hak legal (hak jaminan perlindungan hukum); hak sipil dan politik; hak subsistensi (hak jaminan adanya sumber daya untuk menunjang kehidupan); dan hak ekonomi, sosial dan budaya.
Menurut Pasal 3-21 DUHAM, hak personal, hak legal, hak sipil dan politik meliputi:
a)     Hak untuk hidup, kebebasan, dan keamanan pribadi;
b)    Hak bebas dari perbudakan dan penghambaan;
c)     Hak bebas dari penyiksaan atau perlakuan  hukum yang kejam;
d)    Hak untuk memperoleh pengakuan hukum hak bebas dari penangkapan dan penahanan yang sewenang-wenang;
e)      Hak atas perlindungan terhadap serangan nama baik.
f)       Hak atas satu kebangsaan;
g)      Hak untuk memiliki hak milik;
h)    Hak bebas berpikir, berpendapat dan beragama;
i)       Hak untuk berserikat;
j)        Hak untuk mengambil bagian dari pemerintahan.

Adapun hak ekonomi, sosial, dan budaya meliputi:                                  
a)     Hak atas jaminan sosial;
b)    Hak untuk bekerja dan mendapat upah dari pekerjaan tersebut;
c)      Hak untuk bergabung dengan serikat-serikat buruh;
d)    Hak atas istirahat;
e)      Hak atas standar hidup yang layak;
f)      Hak atas pendidikan;
g)      Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat

2.        Setelah Deklarasi Universal HAM 1948.
Secara garis besar perkembangan pemikiran tentang HAM dibagi menjadi empat kurun generasi:
a)     Generasi Pertama, menurut generasi ini pengertian HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik.
b)    Generasi Kedua, pemikiran Ham tidak   hak yuridis seperti yang dikampanyekan generasi pertama tetapi juga menyerukan hak-hak sosial, ekonomi, politik, dan budaya.
c)     Generasi Ketiga, generasi ini menyerukan wacana kesatuan HAM antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik, dan hukum.
d)    Generasi Keempat, ditandai dengan lahirnya pemikiran HAM yang dipelopori oleh negara-negara di kawasan Asia yang dikenal dengan Declaration of Basic duties of Asia people and Goverment.

3.     Bagaimana sejarah dan perkembangan  HAM di Indonesia.
a.     Periode sebelum kemerdekaan (1908-1945)
Sejarah dan perkembangan HAM di Indonesia ditandai dengan munculnya berbagai organisasi pergerakan nasional seperti  Budi Utomo yang menuntut kebebasan berpikir, bertindak dan hidup dalam perdamaian. Kemudian serikat Islam yang dipeloporoi oleh kaum santri seperti H.Agus slaim dan Abdul muis yang menekankan pada usaha-usaha penghidupan yang layak tanpa diskriminasi sosial. Partai Komunis Indoensia yang berlandaskan pada Marxisme yang condong pada hak-hak yang bersifat sosial dan perebutan alat-alat produksi.
Pemikiran HAM di Indonesia juga timbul dari perdebatan pada Badan penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia     (BPUPKI) antara Soekarno dan Soepomo juga disatu pihak Muhammad Hatta dan  Mohammad yamin dipihak yang lain. Perdebatan ini meliputi persamaan dimuka hukum, hak atas penghidupan yang layak dan untuk memeluk agama dan kepercayaan masing-masing, hak berserikat dan berkumpul dan hak mengeluarkan pendapat lisan maupun tulisan. Semua itu telah diselesaikan dengan bingkai kompromistis.
b.     Periode setelah Kemerdekaan (1945-1950)
Pada masa awal pasca kemerdekaan, kita masih begulir pada dialektika pemikiran bagaimana kita mampu merasakan kemerdekaan seratus peresen(Tan malaka). Kebebasan mengemukakan pendapat dimuka umum. Komitmen terhadap HAM pada awal kemerdekaan sebagaimana ditunjukkan dalam Maklumat Presiden tanggal 1 November 1945 yang menyatakan:
        “... sedikit hari lagi kita akan mengadakan pemilihan umum bukti bahwa bagi kita cita-cita dan dasar kerakyatan itu benar-benar dasar dan pedoman penghidupan masyarakat dan negara kita. Mungkin sebagai akibat dari pemilihan itu pemerintah akan berganti dan UUD kita akan disempurnakan menurut kehendak rakyat yang terbanyak.”.

c.      Periode 1950-1959
Priode 1950-1959 dikenal dengan masa demokrasi parlementer. Bsejarah pemikiran HAM di indonesia. Sejalan denagn prinsip demokrasi liberal di masa itu, suasana kebebasan mendapat tempat dalam kehidupan politik nasional. menurut catatatan bagir manan, masa gemilang sejarah HAM indonesia pada masa ini tercermin pada lima indikator HAM:
1.     Munculnya partai-partai politik dengan beragam ideologi.
2.     Adanya kebebasan pers.
3.     Pelaksanaan pemilihan umum secara aman,bebas, dan demokratis.
4.     Kontrol parlemen atas eksekutif.
5.     Perdebatan HAM secara bebas dan demokratis.

Berbagai partai politik yang berbeda haluan dan ideologi sepakat tentang subtansi HAM universal dan pentingnya HAM masuk dalam UUD 1945. Bahkan diusulkan supaya keberadaan HAM mendahului bab-bab UUD.
          Tercatat pada priode ini Indinoseia meratifikas dua konvensi internasional HAM,yaitu:
1.     Konvensi genawa (1949) yang mencakup perlindungan hak bagi korban peranng, dan perlindungan sipil diwaktu perang.
2.     Konvensi tentang hak politik perempuan yang mancakup hak perempuan untuk menempati jabatan publik.
d.     Periode pasca-orde baru
Tahun 1998 adalah era paling penting dalam sejarah HAM di indonesia. Lengsernya tampuk kekuasaan orde baru sekaligus menandai berakhirnya rezim militer di indonesia dan datangnya era baru demokrasi dan HAM, setelah tiga puluh tahun lebih terpasung dibawah rezim otoriter. Pada tahun ini, presiden soeharto digantikan oleh B.j. habibie yang kalah itu mnejabat sebgai wakil presiden RI. Menyusul berakhirnya pemmerintahan orde baru yang bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM mulai dilakukan kelompok reformasi dengan membuat perundang undangan baru yang menjunjung prinsip-prinsip HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan kemasyrakatan. Tak kalah penting dari perubahan perundangan, pemerintahan di era reformasi ini juga melakukan ratifikasi terhadap instrumen HAM internasional untuk mendukung pelaksanaan HAM di indonesia.
Pada masa pemerintahan habibie misalnya, perhatian pemerintah terhadap pelaksanaan HAM mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Lahirnya Tap MPR No.XVII/MPR/1998 tantang HAM merupakan salah satu indikator keseriusan pemerintahan era reformasi akan penegakan HAM. Sejumjumlah konvensi HAM juga diratifikasi di antaranya:konvensi   HAM tentang kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi; konvensi menentang penyiksaan dan erlakuankejam; konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial; konvensi tentang penghapusan kerja paksa; konvensi tentang diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan; serta konvensi tentang usia minimum untuk diperbolehkan bekerja.
4.       Hak Asasi Manusia: antara Universalitas dan  Relativitas
 SEKALIPUN subtansi HAM bersifat universal mengingat sifatnya sebagai pemberian tuhan,dunia tidak pernah sepi dari perdebatan dalam pelaksanaan HAM. Hampir semua negara sepakat dengan prinsip universal HAM, tetapi memeliki perbedaan pandangan dan cara pelaksanaan HAM. Hal demikian kerap kali disebut dengan istilah wacana universalitas dan lokalitas atau partukalitas HAM. Partikularitas HAM terkait dengan kekhususan yang dimiliki suatu negara atau kelompok  sehimgga  tidak sepenuhnya  dapat melaksanakan  prinsip- prinsip  HAM universal. Kekhususan  tersbut  bisa saja bersumber  pada ke khasan  nilai budaya , agama  dan tradisi setempat. Misalnya , hidup serumah tanpa ikatan nikah (kumpul kebo ) atau berciuman  di muka umum  dalam perspektif  budaya  lokal suatu negarab keduanya  di pandang sebagai praktik yang mengganggu  adat ke susilaan  setempat bahkan  bisa di kenakan sanksi hukum. Hal serupa dapat di analogikan pada masalah prinsip ke bebasan beragama bagi setiap orang yang di jamin oleh HAM. Namun prinsip universal kebebasan keyakinan ini sering kali di gugurkan oleh pandangan ke yakinan suatu komunitas agama yang mengajarkan untuk  menyebarkan dan mengamalkan  ajaran agamanya kepada keluarga dan anggota kelompoknya sebagai bagian dari pelaksanaan dari ajaran agama yang di yakininya
  Perdebatan antara universalitas dan partikular HAM  tercermin dalam dua teori  yang saling berlawanan: teori  relativisme kultural  dan teori universalitas HAM. Teori relativisme kultural berpandangan bahwa nilai-nilai moral dan budaya bersifat partikular. Para penganut teori ini berpendapat bahwa tidak ada hak yang universal,semua tergantung pada kondisi sosial kemasyarakatan yang ada. Hak hak dasar bisa diabaikan atau disesuaikan dengan praktik-peraktik sosial. Oleh karenanya, ketika berbenturan dengan nilai-nilai lokal, maka HAM harus dikontekstualisasikan, sehingga nilai-nilai moral HAM bersifat lokal dan spesifik dan hanya berlaku khusus pada suatu negara, tidak pada negara lain.
      Para penganut relativisme kultural yang mendukung konstektualisasi HAM cenderung melihat universalitas HAM sebagai emperialisme kebudayaan barat. Hak asasi, sebgaimana ditetapkan dalam DUHAM, dipandang sebagai peroduk politis barat, sehingga tak bisa diterapkan secara universal. Keengganan untuk menerapkan DUHAM secara menyeluruh juga didukung oleh dalih pembelaan terhadap pluralitas dengan dasar bahwa kemerdekaan pertama tama berarti kemerdekaan untuk berbeda, sehingga penyeragaman HAM dipandang sebagai perampasan kemerdekaan itu sendiri.
      Di sisi lain,kelompok kedua (universalitas HAM) yang berpegang pada teori radikal universalitas HAM berargumen bahwa perbedaan kebudayaan bukan berarti membenarkan perbedaan konsepsi HAM. Perbedaan pengalaman historis dan sisitem nilai tidak meniscayakan HAM dipahami secra berbeda dan diterapkan secara berbeda pula dari satu kelompok ke kelompok budaya lain. Menurut teori ini semua nilai termasuk nilai-nilai HAM  adalah bersifat universal yang tidak bisa dimodifikasi untuk menyesuaikan adanya perbedaan budaya dan sejarah suatu negara. Kelompok ini menganggap hanya ada satu paket pemahaman mengenai HAM, bahwa nilai-nilai HAM berlaku sama dimana pun dan kapanpun serta dapat diterapkan pada masyarakat yang mempunyai latar belakang budaya dan sejarah yang berbeda. Dengan demikian, pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai HAM berlaku universal.

BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Dari berbagai penjelasan di atas kita bisa menarik kesimpulan  bahwa Hak Asasi Manusia  adalah sesuatu yang bersifat kodrati dan berasal dari Tuhan. Dalam sejarah perkembangan pemikiran manusia untuk mencapai perdaban yang lebih baik maka harus ada penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusian yakni HAM.
B.   Saran
Dalam konteks masyarakat internasional harus menghormati declaration of human right  dari PBB. Yang artinya bahwa semua negara harus tunduk dan patuh terhadap deklarasi PBB tentang  penegakan HAM di skala nasional maupun internasional. Jadi dengan adanya deklarasi tersebut masyarakat sadar  akan tidak di benarkannya penindasan dan penjajahan terhadap manusia dengan alasan apapun.

                                      Daftar Pustaka

Azra, Azyumardi, 1996. Menuju Masyaraka Madani. Cetakan ke-1. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Abdillah, Fauzi, 1981. Laporan pelanggaran hak asasi manusia di Indoneisa 1981.Sinar Harapan.
Azyumardi Azra, Demokrasi, Hak Asasi Manusia & Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2003), hlm. 202
Abdul rozak, A. Ubaedellah, Pancasila, demokasi, HAM dan Masyrakat Madani. (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah,2010.

                        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar