LAND REFORM
A. Asal Usul Land reform.
UUPA ingin mengubah kenyataan yang
berkembang dimasa kolonial. Yakni menjamin hak rakyat petani atas sumber daya
agraria (bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya)
dan mengatur perolehan hasilnya agar rakyat menjadi makmur. Usaha ini disebut
juga sebagai pembaharuan agraria (agrarian reform). Sedang pembaharuan agraria
dalam arti sempit adalah land reform.
Strategi pembaharuan dalam bidang
penguasaan tanah atau land reform adalah perintah dari UUPA 1960. Karena
pentingnya land reform bagi kemakmuran rakyat tani, maka melalui Keppres
RI Ir. Soekarno, tanggal 26 Agustus
1963, No. 169 tahun 1963, maka pada tanggal 24 September ditetapkan sebagai
hari lahirnya UUPA dan ditetapkan sebagai hari Tani.
Sejak tanggal 24 september 1963
rakyat tani mempunyai kekuatan untuk memperjuangkan haknya atas tanah,
melakukan pembagian hasil yang adil dan mengelola tanahnya demi kemakmuran.
B. Defenisi Land reform.
Kata land reform berasal dari bahasa
inggris yang terdiri dari kata land artinya tanah dan reform artinya perubahan
struktur, terjemahan secara etimologinya yaitu perubahan struktur penguasaan
tanah. Pengertian landreform dibagi atas dua yaitu:
1. Pengertian dalam arti sempit.
Land reform : Perombakan mengenai
pemilikan tanah dan penguasaan tanah serta hubungannya dengan hukum yang
bersangkutan dengan penguasaan tanah.
2. Pengertian dalam arti luas.
a.
Pembagian hukum
pertanahan/agraria.
b.
Penghapusan hak asing dan konsepsi
kolonial atas tanah.
c.
Mengakhiri penghifapan kepemilikan
secara berangsur-angsur.
d.
Pembakaran mengenai kepemilikan
dan penguasaan tanah serta hubungan yang bersangkutan dengan tanah.
e.
Perencanaan persediaan pembentukan
BARA dan kekayaan alam lainnya.
C.
Dasar Hukum land reform.
Dasar hukum land reform dalam UUPA ada dalam pasal 7 dan
pada pasal 17 karena pada pasal tersebut telah ditegaskan azas yang melarang groot-grondbezit
ialah penguasaan tanah tanpa batas dan pada azas ini pula tidak ada
pengecualian.
Bunyi dari pasal 7 : Untuk tidak merugikan
kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui tidak
diperkenankan.
Bunyi dari pasal 17 :
(1).
Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 7, maka unutk mencapai tujuan yang
dimaksud dalam pasal 2 ayat 3 yang sebenarnya kemakmuran rakyat diatur luas
maksimum dan luas minimum tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak tersebut
dalam pasal 16 oleh suatu keluarga atau badan hukum.
(2).
Penetapan batas maksimum termasuk dalam ayat 1 pasal ini dilakukan dengan
peraturan perundangan didalam waktu yang singkat.
(3).
Tanah-tanah yang merupakan batas maksimum termasuk dalam ayat 2 pasal ini
diambil oleh pemerintah dengan ganti
kerugian, untuk selanjutnya dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan menurut
ketentuabn-ketentuan dalam peraturan pemerintah.
(4).
Tercapainya batas minimum termasuk dalam ayat 1 pasal ini akan ditetapkan
dengan peraturan perundangan dilaksanakan dengan cara berangsur-angsur.
Ketentuan dalam pasal 17 merupakan
pelaksanaan daripada yang telah ditentukan dalam pasal 7 yang telah menetapkan
batas-batas luas maksimum akan dilakukan dalam waktu yang singkat yang sesuai
dengan peraturan yang berlaku. Tanah yang merupakan kelebihan tidak akan disita
tetapi diambil oleh pemerintah dan diganti kerugiannya dan tanah tersebut
dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan.
Ditetapkannya batas minimum tidaklah
berarti bahwa orang yang mempunyai tanah yang kurang dari itu akan dipaksa
untuk melepaskan tanahnya. Penetapan batas minimum ini dimaksudkan untuk
mencegah pemecahbelahan tanah lebih lanjut.
Sedangkan
yang dimaksud keluarga adalah suami, istri, serta anak-anak yang belum kawin
dan menjadi tanggungannya dan yang jumlahnya berkisar sekitar 7 orang. Baik
laki-laki maupun wanita dapat menjadi kepala keluarga.
D.
Tujuan Land reform.
1. Tujuan land reform secara luas:
Agar
mencapai masy adil makmur dapat terselenggara dan khusus taraf hidup petani
meninggi, memperkuat dan memperluas kepemilikan tanah untuk seluruh rakyat
indonesia terutama kaum tani.
2. Tujuan land reform menurut menteri
Sadjiwo, tanggal 12 September 1960 dihadapan rapat Pleno DPRD :
1.
Untuk mengadakan pembagian yang
adil atas sumber penghidupan rakyat yang berupa tanah dengan maksud agar ada
pembagian hasil yang adil pula dengan merombak struktur pertanahan sama sekali
secara revolusioner guna merealisir keadilan sosial.
2.
Untuk melaksanakan prinsip tanah
agar tidak terjadi lagi tanah sebagai objek spekulasi dan sebagai objek
pemerasan.
3.
Untuk memperkuat dan memperluas
hak milik atas tanah bagi setiap Warga Negara Indonesia baik cewek maupun cowok
yang berfungsi sosial.
4.
Untuk mengakhiri sistem tuan tanah
dan penghapusan pemilikan dan penguasaan tanah secra besar-besaran dan tidak
terbatas dengan menyelenggarakan batas maksimum dan minimum untuk setiap
keluarga.
5.
Untuk mempertinggi produksi
nasional dan mendorong terlaksananya pertanian yang intensif secara gotong
royong
6.
Untuk mencapai kesejahteraan dan
merata yang adil diringi dengan sisitem perkreditan yang khusus ditujukan
kepada golongan tanah.
3. Tujuan land reform menurut Budi Harjono:
Untuk mempertinggi penghasilan dan
taraf hidup para petani kecil dan penggarap sebagai landasan persyaratan untuk
melaksanakan pembangunan Ekonomi menuju masyarakat adil makmur berdasarkan
Pancasila.
E. Prinsip
Land reform
Prinsip land reform beralaskan pada
Prinsip Hak menguasai dari negara. Land reform diatur oleh siapa yang berhak
mempunyai hak milik, pembatasan luas minimal dan maksimal luas tanah,
pencegahan tanah menjadi terlantar, dan tanda bukti kepemilikan atas tanah.
Adapun landasan dari land reform adalah :
1.
Adanya hak negara untuk menguasai
seluruh kekayaan alam Indonesia yang bersumber pada pasal 33 ayat 3 UUD 1945.
Hak menguasai dari negara bukan hak kepemilikan dari negara (kolonial) seperti
asas domain tetapi sama dengan hak ulayat dalam hukum adat.
2.
Memberikan kewenangan kepada
negara dalam membuat tanda bukti atas kepemilikan tanah, yang memiliki hak
milik atau hanya Warga Negara Indonesia tanpa membedakan jenis kelamin, ras dan
agama. Sedang untuk Warga Negara Asing tidak diberikan hak yang demikian
itu(prinsip nasionalitas, pasal 9jo.21 ayat 1 UUPA).
3.
Luas tanah dengan status hak milik
dibatasi haknya. Pertimbangannya adalah luas maksimal pemilikan tanah dibatasi
agar tidak tumbuh lagi tuan tanah yang menghisap tenaga kerja petani melalui
sistim persewaan tanah atau gdai tanah (pasal 7jo. Pasal 17 UUPA).
4.
Pemilikan yang berhak atas tanah
haruslah menggarap sendiri tanahnya secara aktif (pasal 10 UUPA) sehingga
membawa manfaat bagi dirinya, keluarganya, maupun masyarakat banyak. UUPA
melarang pemilikan tanah yang tidak mengerjakan sendiri oleh pemiliknya karena
akan menyebabkan tanahnya akan terlantar (tanah guntai/absentee) atau meluasnya
hubungan buruh tani dan pemilik tanah yang mempunyai kecenderungan yang
memeras (pasal 10 ayat 1jo. Pasal 11
ayat 1).
5.
Panitia land reform mendaftarkan
mereka yang ingi mendapatkan bukti atas kepemilikan tanah atau mengulai hak
atas tanah yang selanjutnya memberikan tanda bukti pemilikan hak atas tanah
untuk menjamin kepastian hukum atas tanahnya.
Prinsip-prinsip
land reform ini dibuat untuk mencegah beralihnya keuntungan sumber daya alam
Indonesia seperti tanah partekelir yang menyebabkan rakyat Indonesia harus
menjadi buruh tani ditanah milik warga negara asing. Pemilik adalah penguasa
yang mengambil hasil kerja buruh tani dan pengaturan batas minimal ditujukan
agar keluarga petani tidak hidup dari luas tanah yang kecil. Korelasi yang
saling menguat antara kecinya produktivitas dengan kecilnya kepemilikan atas
tanah.
Pemilik tanah yang terlalu kecil
tidak hanya berakibat kecilnya pendapatan pemiliknya tetapi juga secara makro
merugikan, karena rendahnya produktivitas (pasal 13jo. Pasal 17 UUPA).
Kepemilikan tanah yang tidak terbatas (tanpa batas maximal) akan membukakan peluang
bagi sekelompok kecil orang untuk menguasai tanah yang sangat besar dan
sekelompok orang yang lain akan menguasai tanah yang sangat kecil dan terpaksa
terpaksa hanya mengandalkan tenaga untuk menjadi buruh
F. Program
Land reform
Land reform yang merupakan
perintah UUPA dijabarkan oleh UU atau peraturan pelaksana agar ketimpangan
pendapatan dan ketidakadilan tidak terjadi dalam struktur masyarakat. Jika
tanah didistribusikan pada setiap orang, maka setiap orang dapat memperoleh
tanah meski sedikit tapi dapat menjamin pemerataan, tetapi resikonya adalah
produktifitas menjadi rendah atau rata dalam kemiskinan.
Adapun peraturan dalam pelaksanaan
program land reform adalah:
1.
Penentuan batas maksimum dan
minimum yang tercantum dalam pasal 7jo. Pasal 17 UUPA yang diperjelas oleh UU
No.56/PRP/1960 tentang luas tanah pertanian dan dalam pasal 1 ayat 2 yang
ditentukan bahwa luas maksimal tanah yang dapat dimiliki:
Tingkat kepadatan
|
Sawah
(ha)
|
Tanah Kering
(ha)
|
1.Tidak padat
2. Padat
a.Kurang padat
b.Cukup padat
c. Sangat padat
|
15
10
7,5
5
|
20
12
9
6
|
Penentuan wilayah padat dan tidak padat lebih diperjelas dalam
Keputusan Menteri Agraria No.SK 978/Ka/1960 tentang penegasan luas maksimal
tanah pertanian yang didalamnuya disampaikan lampiran tentang luas maksimal di
wilayah tingkat II di Indonesia. Luas maksimal untuk keluarga sebanyak 7 orang.
Lebih dari itu, setiap kelebihan orang ditambah 10 % dengan ketentuan bahwa
penambahan tersebut tidak boleh melebihi 50% (pasal 1 UU/PRP/1960 ).
2.
Laporan pemilikan tanbah secara
aksentee/guntai. Maksudnya tidak boleh menguasai tanah diluar wilayah yang
telah ditentukan dalam UUPA yang mana tanah tersebut telah memiliki sertifikat
yang telah diperiksa dan disahkan oleh Kantor Pertanahan.
- Tanah-tanah yang dijadikan objek Land Reform ada pada peraturan Pemerintah No. 224/1961 yang isinya tentang pelaksanaan pembagian tanah dan tentang ganti rugi. Disebutkan dalam PP No. 224/1961bahwa tanah yang dijadikan obyek land reform adalah:
- tanah selebihnya dari batas maksimal dimaksudkan dalam UU No.56 PrP tahun 1960 dan tanah jatuh kepada Negara, karena pemiliknya melanggar ketentuan tersebut.
- Tanah yang diambil dari pemerintah karena pemiliknya bertempat tinggal diluar daerah, yang dimaksudkan dalam pasal 3 ayat 5 (dalam pasdal 3 PP ini disebutkan bahwa bagi pemilik tanah yang bertempat tinggal di luar kecamatan tempat letak tanahnya dalam jangka waktu 6 bulan wajib mengalihkan hak atas tanahnya kepada orang lain di kecamatan tempat letak tanah itu atau pindah kekecamatan letak tanah gtersebut).
- Tanah swapraja dan bekas swapraja yang telah beralih kepada Negara, yang dimaksud dalam diktum keempat hukum A UUPA yang isinya mengatakan bahwa hak-hak dan wewenang atas bumi dan air dari swapraja atau bekas swapraja, sejak berlakunya UU ini dihapus dan dikembalikan kepada negara.
- Tanah yang dikuasai langsung oleh Negara yang akan ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria.
- Tanah Negara berasal dari tanah yang tidak pernah digarap dan juga berasal dari tanah hak.
- Pengaturan masalah pengembalian dan penebusan tanah pertanian yang telah digadaikan.
- Pengaturan kembali perjanjian bagi hasil tanah pertanian yang mempunyai UU No 2. 1960 tentang perjanjian bagi hasil (UUPBH). UUPBH dikerluarkan dalam rangka melindungi petani dari pernghisapan pemilik tanah, yang karena satu lain hal tidak dapat mengerjakan tanahnya sendiri.
Adapun tujuan UUPBH, sebagaimana yang
tekllah dijelaskan dalam UU No.2 tahun 1960 adalah :
- Agar pembagian hasil tanah antara pemilik damn penggarapnya dilakukan atas dasar yang adil.
- Dengan menegaskan hak dan kewajiban dari pemilik dan penggarap agar terjamin pula kedudukan hukum yang layak bagi para penggarap yang biasanya ada pada kedudukan yang tidak kuat.
- Apabila a dan b terlaksana maka akan berpengaruh baik pada produksi tanah berarti satu langkah maju dalam melaksanakan program sandang pangan.
- Pendapatan luas maksimal pemilikan tanah pertanian disertai larangan untuk melakukan perbuatan hukum yang mengakibatkan pemecahan pemilik tanah pertanian.
Pada Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria No.4 tahun
1964, diatur lebih tegas penetapan perimbangan khusus dalam Pelaksanaan
Perjanjian Bagi Hasil. Pokok isinya adalah pemilik tanah 2 ha keatas yang
menyerahkan tanahnya dengan perjanjian bagi hasil dan belum melaksanakan bagi
hasil sesuai dengan imbangan yang telah ditetapkan oleh Bupati/Kepala Daerah
Dati II, terhitung mulai panen awal tahun 1964, setiap kali melakukan
pelanggaran dikenakan perimbangan pembagian hasil sebagai berikut: 60% untuk
penggarap, 20% untuk pemilik tanah dan 20% untuk Pemerintah yang harus
disertakan kepada panitia Land reform.
Dalam pedoman bagi Kepala Daerah
Tingkat II, camat dan kepala desa mengenai beberapa ketentuan dalam UUPBH
dinyatakan pedoman imbangan antara bagian pemilik dan penggarap adalah :
- Untuk padi yang ditanam di sawah 1:1, artinya untuk pemilik dan penggarap masing-masing 50%.
- Untuk tanaman palawija disawah dan untuk tanaman di tanah kering 2:1, artinya pemilik 1/3 dan penggarap 2/3.
- Dengan ketentuan bahwa jika telah dicapai imbangan yang lebih menguntungkan, pihak penggarap 6/10 dan pemilik 4/10 imbangan yang terakhir inilah yang dipakai.
Untuk pelaksanaan UUPBH ini, Menteri Muda Agraria
mengeluarkan keputusan dengan No. SK/322/KA/1960, tentang pelaksanaan UU No.2
tahun 1960. Isi keputusan ini adalah membentuk panitia khusus Pertimbangan Bagi
Hasil ditiap-tiap kecamatan.
F.1. Tugas Panitia UUPBH.
Adapun tugas dari UUPBH adalah memberi pertimbangan kepada camat
didalam menjalankan kewenangannya yang diberikan oleh UUPBH, baik atas insiatif sendiri, ataupun permintaan.
Susunan
keanggotaannya adalah:
- Camat sebagai ketua.
- Dua orang pejabat, masing-masing dari
jawatan pertanian rakyat dan pengairan kecamatan.
- Dua orang dari Golongan Fungsional
tanah di kecamatan.
- Satu orang dari organisasi petani.
- Dua orang mewakili dua organisasi yang
terbesar di kecamatannya atas usul organisasinya masing-masing.
Dengan
terbentuknya panitia land reform kecamatan, maka Badan Pertiimbangan Bagi Hasil
ditiadakan dan tugasnya dipersatukan dengan panitia land reform kecamatan
(peraturan Menteri Agraria No 4/1964).
F.2. Tugas dan Fungsi Panitia land
Reform
Pada
prinsipnya tugas dan fungsi panitia land reform dapat dibagi kedalam beberapa
fungsi:
1.
Panitia land reform berfungsi
menetapkan peraturan mengenai pelaksanaan dan menetapkan keputusan pelaksanaan
land reform dan hasil keputusan panitia dilaksanakan oleh badan pekerja.
2.
Panitia harian bekerja untuk
melaksanakamn keputusan dan pengaturan serta memberikan bimbingan dan petunjuk
baik atas inisiatif pusat ataupun sendiri.
3.
Panitia pertimbangan dan
pengawasan Pelaksanaan land reform berfungsi memberikan masukan, saran dan
pertimbangan pada panitia pusat tentang cara pelaksanaan, pengawasan jalannya
land reform di daerah.
4.
Panitia land reform Tingkat I berfungsi
melaksanakan instruksi baik dari panitia pusat maupun panitia pertimbangan dan
pengawasan.
5.
Panitia land reform Tingkat II
berfungsi melaksanakan instruksi panitia yang berkedudukan lebih tinggi dan
menyusun rencana kerja untuk daerahnya sesuai dengan peraturan.
6.
Panitia land reform Tingkat
kecamatan atau desa berfungsi untuk melaksanakan dan membantu lancarnya
pelaksanaan dan melaksanakan intruksi panitia land reform yang lebih tinggi dan
seluruh biaya dibebankan kepada Departemen Agraria.
Untuk merealisasi Kepres tersebut
Menteri Agraria mengeluarkan SK No. 508/Ka tanggal 23 agustus 1961 tentang
mulai bekerjanya panitia land reform Daerah Tingkat II/kotapraja yang
ditetapkan mulai pada tanggal 1september 1961.
G.Konflik
Land Reform
Pelaksanaan
land reform dengan sendirinya menimbulkan konflik/sengketa. Penyelesaian
sengketa land reform diatur dalam UU No. 21 tahun 1964 tentang pengadilan land
reform. Dasar dari perlunya land reform adalah perkara-perkara land reform
mempunyai kekhususan. Karenanya dibutuhkan suatu Badan Peradilan dengan
susunan, kekuasaan dan tata cara yang khusus pula.
Pengadilan
dan hukum berwenang mengadili perkara land reform yaitu perkara-perkara
perdata, pidana maupun adminstratif yang timbul akibat pelaksanaan peraturan
land reform. Dalam pasal 2 ayat 2 UU No 21, memaksudkan pengaturan land reform
tidak terbatas pada UU No 2 tahun 1960 dan UU No 56 PrP tahun 1960 serta
peraturan pelaksanaannya.Turut disebut juga UU No 5 tahun 1960, UU No 38 PrP
tahun 1960, UU No 51 PrP tahun 1960 dan UU No 16 tahun 1964.
Susunan
Pengadilan land reform terdiri atas pengadilan pengadilan land reform dan
pengadilan land reform daerah, yang tempat kedudukan dan daerah hukumnya
ditetapkan oleh Menteri Kehakiman atas usul Menteri Agraria. Dengan surat
keputusan Menteri Kehakiman tanggal 16 november 1964 No. JB 1/2/9 telah
dibentuk 18 pengadilan land reform daerah hukumnya meliputi seluruh Indonesia
(kecuali Irian Barat). Pengadilan Land Reform daerah meerupakan tingkat pertama
sedangkan pusat merupakan pengadilan banding. Terhadap putusan pengadilan land
reform pusat tidak dapat dimintakan kasasi terhadap Mahkamah Agung, kecuali
kasasi untuk kepentingan hukum yang diajukan oleh jaksa Agung.
Pihak
yang berwenang untuk mengadili suatu perkara land reform adalah pengadilan land
reform daerah dari daerah tempat letak tanah yang tersangkut didalam perkara
itu. Keistimewaan lainnya yang menonjol dari pengadilan land reform terletak
pada susunannya, yang merupakan keunikan dalam sejarah pengadilan di Indonesia,
yaitu ikut sertanya wakil-wakil organisasi petani sebagai hakim anggota. Tiap
pengadilan land reform (pusat dan daerah) terdiri dari satu kesatuan majelis
atau lebih, tiap-tiap kesatuan majelis itu terdiri atas seorang Hakim dari
pengadilan umum sebagai anggota, tiga orang wakil organisasi-organisasi massa
petani sebagai anggota. Didalam penjelasan UU tersebut diatas ketiga organisasi
massa petani harus mencerminkan poros Nasakom (terwakili unsur-unsur golongan
nasionalis, agama dan golongan komunis).
Berhubung
dengan praktek peradlan land reform belum berjalan lancar, antara lain
disebabkan karena wilayah hukum tiap pengadilan land reform daerah terlalu
luas, maka diusahakan umtuk memperbanyak
jumlah pengadilan menjadi kurang lebih 150 sesuai dengan banyaknya Pengadilan
Negeri (Keputusan Presidium Kabinet tanggal 15 maret 1967 No.58/U/KEP/3/1967
).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar