Minggu, 15 Februari 2015

HUKUM dan MASYARAKAT

HUKUM  dan MASYARAKAT

Hukum merupakan suatu hal yang terhitung sulit untuk didefenisikan. Karena mengapa, hukum hampir menyentuh seluruh aspek-aspek dan dimensi kehidupan dalam masyarakat. Hukum secara etimologis: berasal dari kata law (Inggris) yang artinya Undang-undang dan hukum itu sendiri. Dan juga dalam bahasa Arab berasal dari kata: hukmum, yang artinya patokan, dasar, dan tolok ukur dalam bertingka laku. Hukum merupakan keseluruhan kaidah-kaidah dan aturan-aturan yang ada dalam masyarakat yang sifatnya mengikat, memerintah dan memaksa. Dan apabila dilanggar maka akan mendaptkan sanksi. Baik hukum tertulis maupun hukum yang tidak tertulis.

Masyarakat secara etimologis berasal dari kata Social (Inggris) yang artinya masyarakat dan tengtang kemasyarakatan. Masyarakat merupakan kumpulan individu-individu dan membentuk kelompok-kelompok  yang saling berinteraksi dan membangun relasi timbal balik satu dengan yang lainnya. Dan seperti halnya Emile Durkheim, saya juga menganggap masyarakat sebagai laboratorium raksasa. Kenapa begitu ? Masyarakat lah yang menjadi lahan untuk analisis empiris Teori keilmuan. Kehidupan masyarakat akan berjalan dengan baik apabila terjalin interaksi secara ajeg dan positif.

Hubungan hukum dan masyarakat.

Polarisasi kehidupan masyarakat memang berbeda-beda seperti yang dikatakan oleh ilmuan-ilmuan sosial pada umumnya. Hukum dan masyarakat sejatinya  adalah sesuatu yang tak dapat terpisahkan. Seperti halnya adagium hukum yang mengatakan, “ di mana ada masyarakat di situ ada hukum”. Jadi, memang  selalu muncul logika-logika sosial bahwa hukum merupakan bagian mutlak dalam masyrakat. Demi tercapainya masyarakat yang tertib (Social order) maka dibutuhkanlah hukum. Ketika gejolak masalah-sosial muncul, disitulah hukum itu berfungsi sebagaimana mestinya.
         
Hukum sebagai pemecah masalah (problem solving) dan itulah sebenarnya tujuan hukum dalam menangani permasalahan kemasyarakatan. Selain itu tujuan hukum ada tiga yang harusnya hadir dan hidup dalam masyarakat,seperti  Keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.  Tak bisa pula dipungkiri dan dielakkan kalau ketiga tujuan hukum itu kadang diabaikan oleh penegak hukum.

Hukum Indonesia sekarang ini lebih berorientasi pada tradisi jual beli perkara. Siapa yang menginginkan keadilan maka dengan mudah untuk dibeli, atau sering kita dengar istilah  KUHP dan plesetkan dengan kalimat “Kasi’ uang habis perkara”. Orang yang berduit atau orang kaya tentu  terbedakan dengan orang miskin atau proletariat (perspektif Karl marx). Yang kaya tinggal bayar, dan yang miskin mendekam dalam jeruji besi penjara. Layaknya jaring laba-laba, siapa yang kuat  akan terlepas dan yang lemah akan terperangkap.

Dengan kondisi kekinian, melihat hukum kewalahan atau bahkan dipermainkan, semoga hukum tidak terjebak dalam dilema kesosialan semata tetapi harus juga bersinergis dengan reformasi hukum (law-reform) dan perkembangan hukum (law-develovment) yang senantiasa mampu beradaptasi secara aktif dalam lika-liku dan hiruk-pikuk realitas kemasyarakatan. Tidak lagi seperti personifikasi pisau, tajam dibawah dan tumpul di atas. Artinya, hanya menindaki yang berada dalam kalangan akar rumput (lemah,bawah) tetapi yang pejabat-pejabat tinggi tidak adili dan malah eksentriknya lagi, lantas terbebas dari perkara. 

Maka dari itu guna menganalisis persoalan hukum dan masyarakat, yang paling urgent adalah bagaimana kita membangun kesadaran kritis menghadapi masalah krusial seperti itu. Sehingga hukum di negeri kita tetap ditegakkan sebagaimana mestinya.
Febri Ramadhani
Mahasiswa Ilmu Hukum UIN Alauddin Makassar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar