Minggu, 08 Februari 2015

HUKUM dan KEADILAN

Ditulis Sabtu 07/02/2015
HUKUM dan KEADILAN
Dalam berbagai kajian hukum yang ada dalam kalangan masyarakat, ada yang mengatakan bahwa hukum itu tujuan utamanya adalah keadilan. Ada pula yang mengatakan tujuan utamanya hukum bukan keadilan, akan tetapi kepastian hukum. Dalam kajian filsafat hukum misalnya, hukum itu terdiri atas tiga tujuan. Yaitu: keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan. Ketiga hal inilah yang memperindah teori-teori dalam mempelajari ilmu hukum di bangku kuliah maupun di kalangan akademisi lainnya. Dari masa ke masa, bahkan kalau kita mempelajari sejarah hukum, tujuan hukum itu sangatlah beragam. Tidak bisa dipungkiri bahwa terkadang tujuan hukum diinterpretasikan berdasarkan latar belakang keilmuan masing-masing ahli. Misalnya ahli ekonomi mengatakan, tujuan hukum itu untuk mengatasi permasalahan ekonomi dan menjaga stabilitas ekonomi. Ahli hukum mengatakan, tujuan hukum itu melaksanakan undang-undang dan mencapai keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan. Dan masih banyak lagi pendapat tujuan hukum itu sendiri. Tergantung siapa yang mendefenisikannya.

Absurditas keadilan

Keadilan memang seringkali menjadi topik pembicaraan hangat dalam menanggapi kasus-kasus hukum. Opini-opini yang berkembang dalam masyarakat cenderung dibenturkan dengan konsep keadilan.  Misalnya saja, ketika ada putusan perkara pidana terkait dengan kasus korupsi, tersangka diberi atau dijatuhkan  hukuman yang sangat ringan. Sehingga persepsi masyarakat, perbuatan yang dilakukan tersangka tidaklah sesuai dengan hukuman yang dijatuhkan.  Di sinilah opini hukum (legal opinion) muncul dan berkembang,  bahwa telah terjadi kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Lahirlah yang namanya ketidakadilan dalam hukum.

Akan tetapi pertanyaannya kemudian, seperti itukah memaknai keadilan ? atau bahkan keadilan sangat absurd  untuk termaknai ?. Berbagai defenisi keadilan seperti, keadilan harus sama dalam artian tidak boleh berbeda. Keadilan artinya menempatkan sesuatu pada tempatnya (proportional). Keadilan harus berimbang. Dalam artian keadilan tidak mesti sama. Ada juga adagium hukum yang mengatakan summum ius summa in iuria (keadilan tertinggi adalah ketidakadilan tertinggi). Keadilan apabila tidak ada lagi orang protes dan menentang. Keadilan tergantung siapa yang merasakannya. Dan masih banyak lagi yang lainnya.

Dari banyaknya defenisi tengtang keadilan, menjadikan keadilan itu sendiri menjadi absurd. Absurditas keadilan dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari misalnya, seorang anak yang mencuri nasi bungkus di warung dan ditangkap. Namun setelah ditanya alasannya mencuri kenapa ? jawabannya karena anak tersebut lapar lantas belum makan selama dua hari. Menurut hukum perbuatan anak adalah pencurian. Maka harus diganjar dengan pasal-pasal pencurian pula. Jadi apakah pantas menyeret anak tersebut ke pengadilan ? dan adilkah anak tersebut dijatuhi hukuman ?

Pembunuh keadilan

Terlalu banyak jeritan yang terdengar tengtang bagaimana sulitnya keadilan untuk didapatkan. Ada sebuah image yang mengakar-urat dalam perspektif sosiologi hukum di Indonesia. Hukum Indonesia itu layaknya pisau, tajam di bawah dan tumpul ke atas. Artinya apa, penegakan hukum masih kurang masksimal. Masih adanya diskriminasi dalam penegakan hukum. Orang kaya dan pemangku jabatan cenderung dilihat sebagai orang yang kebal hukum. Sedangkan orang yang miskin dan tak berpunya atau proletar cenderung sasaran empuk penegak hukum. Banyak sekali peristiwa-peristiwa hukum yang sangat mencengangkan. Sehingga membuat kita sejenak berpikir, apakah hukum dan keadilan itu dapat dibeli ? karena orang yang berduit melakukan pelanggaran hukum seolah-olah kebal hukum. Sedangkan orang miskin tidak kenal ampun. Langsung divonis saja.

Secara teoretis, hukum dan keadilan itu tidak dapat dipisahkan, tapi secara praktisnya keduanya lantas berpisah. Seringkali keadilan yang dicari para justisiabelen (pencari keadilan) hilang entah ke mana. Sehingga justisiabelen menjadi adventure into the unknow (mengembara dalam ketidaktahuan).

Apakah keadilan dapat dibunuh ? atau keadilan dapat di matikan ? saya katakan ya, bisa. Banyak orang-orang yang melakukan pelanggaran hukum, seperti korupsi. Itu telah membunuh keadilan. Jual beli perkara dalam proses pengadilan, sehingga menguntungkan satu pihak, yakni pihak yang memberikan uang. Banyak sekali pembunuh keadilan dalam perspektif hukum. Tapi yang paling berperan aktif adalah penegak hukum itu sendiri. Penegak hukum yang melanggar hukum.

Febri Ramadhani
Mahasiswa Ilmu Hukum UIN Alauddin Makassar

1 komentar: