Ditulis: Sabtu 08/02/2015
Eufemisme dalam
kebijakan pemerintah dan penegakan Hukum.
Dalam dunia tata bahasa dikenal dengan Eufemisme yang berarti membuat halus
ungkapan atau perkataan yang dianggap kasar. Orang Indonesia sendiri terkenal
dengan tingakat eufemismenya dalam berbagai hal. Namun kali ini saya akan
membahas tengtang eufemisme orang Indonesia khususnya dalam konteks pejabat
pemerintah dan penegakan hukum. Banyak sekali tindakan-tindakan pemerintah
dalam bentuk kebijakan yang dikeluarkan bernada efumisme. Begitu pula dalam
penegakan hukum, yang seharusnya tidak boleh dilakukan aparat penegak hukum,
tapi lantas dilakukannya. Kemudian peristiwa tersebut diberitakan dalam bahasa
halus, meskipun sebenarnya hal tersebut kasar.
Kebijakan
pemerintah
Mengutip perkataan Soekarno yang merupakan The founding father bangsa ini, bahwa
dirinya adalah penyambung lidah rakyat. Dalam hal ini dimaknai bahwa pemimpin
harus menyerap aspirasi rakyat. Ia harus menjadi komunikator ulung antara
pemerintah dan rakyatnya. Akan tetapi bagaiamana kalau ada ungkapan yang
bernada eufemisme dalam kebijakannya. Misalnya saja, dalam hal keinginan untuk
menaikkan harga BBM (Bahan Bakar Minyak), tidak dikatakan “kenaikan harga BBM”,
akan tetapi “penyesuaian harga” minyak dunia. Walaupun sebenarnya akan terjadi
kenaikan dan memberatkan rakyat. Contoh lain misalnya, pejabat pemerintah yang
melakukan tindak pidana korupsi dikatakan penyalagunaan wewenang. Pemerintah
mengatakan hal itu belum terbukti, meskipun sudah ada bukti yang nyata dan
fakta telanjang yang menguatkan perbuatan tersebut.
Kalau kita flashback
sejenak membaca pemerintahan pada era orde baru, di bawah rezim Soeharto,secara
tersirat ada keinginan untuk melanggengkan keuasaan. Upaya pemerintah pada saat
itu dengan menghidupkan pasal-pasal subversif (UU. No. 11 / PPNS 1963) di mana
sesorang dengan sangat mudah dicap subversif
, disident dan melawan
pemerintah. Banyak orang yang protes terhadap kebijakan pemerintah, yang
akhirnya mereka hilang entah ke mana. Orang protes dituduh subversif dan
mengancam pemerintahaan sehingga mereka di masukkan di balik jeruji besi
(penjara). Akan tetapi berkat perjuangan mahasiswa dan people power pada saat itu mampu menumbangkan rezim orde baru.
Sehingga ORBA tidak lagi ada.
Penegakan Hukum
Proses menghaluskan perkataan dari yang kasar
kemudian diubah menjadi halus, atau yang dilebih terkenal dengan istilah Eufemisme juga terjadi dalam penegakan hukum di negeri
ini. Terkadang penegak hukum tidak tunduk hukum. Penegak hukum melanggar hukum.
Penegak hukum melawan hukum dan lain sebagainya.
Adapun contoh pengahalusan bahasa dalam penegakan
hukum, misalnya pencuri, pengedar shabu-shabu, pelaku penganiayaan yang
tertangkap Polisi bukannya dikatakan “ditangkap”, tapi “telah diamankan”. Begitu pula ketika
sekelompok mahasiwa dipukuli oleh oknum kepolisisan dalam suatu bentuk
demonstrasi. Tindakan polisi itu bukannya dikatakan “pemukulan terhadap
mahasiswa” akan tetapi lebih cenderung dikatakan “proses pengamanan mahasiswa
yang mengakibatkan terjadinya hal-hal yang tidak dapat terhindarkan”. Lagi-lagi kata “diamankan” dan “hal-hal tak
terhindarkan” bagi masyarakat Indonesia lebih halus daripada “ditangkap” dan
daripada kata “pemukulan oknum polisi terhadap mahasiswa.
Febri Ramadhani
Mahasiswa Ilmu Hukum UIN Alauddin Makassar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar