Sabtu, 21 Februari 2015

RESUME ILMU NEGARA

RESUME ILMU NEGARA

Resume Ilmu Negara

BAB I
Pendahuluan
Pengertian Ilmu Negara
Ilmu negara ialah ilmu yang menyelidiki atau membicarakan negara, ini telah nyata ditunjukkan sendiri oleh namanya. Tetapi sebetulnya ilmu yang membicarakan negara itu bukanlah hanya Ilmu Negara saja, oleh karena disamping Ilmu Negara itu masih ada ilmu-ilmu lainnya yang juga  membicarakan negara. Dan berhubung ilmu itu bukanlah pengetahuan biasa, tetapi adalah pengetahuan yang mempunyai sifat-sifat teratur dan sistematik, maka penentuan obyek pembicaraan itu adalah merupakan suatu keharusan. Hal ini dimaksudkan agar dapat mengetahui sampai dimana luas Ilmu Negara tersebut, dan tidak melampaui lapangan pembicaraan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya.

BAB II
Obyek Ilmu Negara
Sedangkan Ilmu Negara memandang obyeknya itu yaitu Negara, dari sifat atau dari pengertiannya yang abstrak, yaitu artinya obyeknya itu dalam keadaan terlepas dari tempat, keadaan dan waktu, jadi tegasnya belum mempunyai ajektif tertentu, bersifat abstrak-umum-universil. Dari obyeknya yang bersifat demikian ini, yang kemudian dibicarakan lebih lanjut adalah : kapankah sesuatu dinamakan negara, kapan tidak, lalu apakah yang disebut negara itu, hakekatnya itu apa, dan seterusnya. Dari obyeknya itu tadi, yaitu negara dalam pengertiannya abstrak, yang diselidiki lebih lanjut adalah :
1.      Asal mula negara
2.      Hakekat negara
3.      Bentuk-bentuk negara dan pemerintah

BAB III
Asal Mula Negara
A.      Jaman Yunani Kuno
1.        Socrates
Menurut Socrates negara bukanlah semata-mata merupakan suatu keharusan yang bersifat obyektif, yang asal mulanya berpangkal pada pekerti manusia. Sedang tugas negara adalah menciptakan hukum, yang harus dilakukan para pemimpin, atau para penguasa yang dipilih secara seksama oleh rakyat. Di sinilah tersimpul pikiran demokratis dari Socrates.

2.        Plato
Plato adalah murid terbesar Socrates, menurut Plato negara itu timbul atau ada karena adanya kebutuhan dan keinginan manusia yang beraneka macam, yang menyebabkan mereka harus bekerja sama, untuk memenuhi kebutuhan mereka. Karena masing-masing orang itu secara sendiri-sendiri tidak mampu memenuhi kebutuhannya. Karena itu sesuai dengan kecakapan mereka masing-masing, tiap-tiap orang itu mempunyai tugas sendiri-sendiri dan bekerja sama untuk memenuhi kepentingan mereka bersama. Kesatuan mereka inilah yang kemudian disebut masyarakat atau negara.

3.        Aristoteles
Seperti juga Plato, Aristoteles pun beranggapan bahwa negara dimaksudkan untuk kepentingan warga negaranya, supaya mereka itu dapat hidup baik dan bahagia. Jadi menurut Aristoteles negara itu merupakan suatu kesatuan, yang tujuannya untuk mencapai kebaikan yang tertinggi yaitu kesempurnaan  diri manusia sebagai anggota daripada negara. Dengan demikian Aristoteles telah menjadi seorang realistis, sedangkan kalau Plato adalah seorang idealistis. Hal yang demikian ini akan dapat kita pahami, bila kita melihat, dan memperhatikan keadaan, yaitu bahwa Plato menciptakan filsafatnya itu dalam keadaan alam demokrasi, dimana orang selalu mencari jalan untuk mencapai keadilan. Sedangkan kalau Aristoteles menciptakan  filsafatnya itu dalam keadaan alam kerajaan dunia, dimana rakyat yang dulunya merdeka itu dikuasai oleh penguasa asing yang memerintah dengan kekuasaan tak terbatas.

4.        Epicurus
Negara menurut Epicurus itu adalah merupakan hasil daripada perbuatan manusia, yang diciptakan untuk menyelenggarakan kepentingan anggota-anggotanya. Masyarakat tidak merupakan realita dan tidak mempunyai dasar kehidupan sendiri. Manusialah sebagai individu, dan sebagai anggota masyarakat, yang mempunyai dasar-dasar kehidupan yang mandiri, dan yang merupakan realita. Jadi menurut Epicurus yang hidup itu adalah individunya, yang merupakan keutuhan itu adalah individunya, sedang negara atau masyarakat adalah buatan daripada individu-individu tersebut, jadi sama benda mati dan merupakan suatu mekanisme.

5.        Zeno
Kaum Stoa dengan ajarannya yang bersifat universalistis, sebenarnya ingin mengajarkan bahwa orang itu harus menyesuaikan diri dengan susunan dunia internasional, dan dengan demikian praktis mematikan alam pikiran demokrasi nasional seperti yang telah diajarkan oleh Aritoteles. Bersamaan dengan ini bangsa Romawi sedang melebarkan sayap kerajaan  dunianya, oleh karena itu bangsa Yunani justru akan mengoper filsafat kaum Stoa ini dari bangsa Yunani sebagai barang sesuatu yang sangat berguna bagi mereka, yaitu untuk menciptakan kerajaan dunia. 

B.   Jaman Romawi Kuno
1.        Polybius
Karena menurut Polybius bentuk negara atau pemerintahan yang satu sebenarnya adalah merupakan akibat daripada bentuk negara yang lain yang telah langsung mendahuluinya. Dan bentuk negara yang terakhir itu tadi kemudian akan merupakan sebab dari negara-negara berikutnya, demikian seterusnya, sehingga nanti bentuk-bentuk negara itu dapat terulang kembali. Jadi dengan demikian diantara berbagai-bagai bentuk negara itu terdapat hubungan sebab akibat. Bentuk-bentuk negara itu berubah-ubah sedemikian rupa, sehingga perubahannya itu merupakan  suatu lingkaran, suatu cyclus, maka dari itu teorinya disebut cyclus theori.

2.        Cicero
Negara menurut Cicero adanya itu adalah merupakan suatu keharusan, dan yang harus didasarkan atas ratio manusia. Ajaran Cicero ini sebetulnya meniru dan disesuaikan dengan ajaran kaum Stoa. Pengertian ratio disini yang dimaksud oleh Cicero adalah ratio murni, yaitu yang didasarkan atau menurut hukum alam kodrat. Jadi tidaklah seperti ajaran Epicurus yang menganggap bahwa negara itu adalah merupakan hasil daripada perbuatan manusia, dan fungsinya hanya sebagai alat saja daripada manusia untuk memenuhi kebutuhannya.

3.        Semeca
Setelah jatuhnya Imperium Romawi, maka sejarah pemikiran tentang negara dan hukum memasuki jaman abad pertengahan. Pemikiran tentang negara dan hukum pada jaman abad pertengahan ini tidak secara langsung dikuasai oleh masalah-masalah  keduniawian, terutama yang berhubungan dengan kepentingan-kepentingan materiel, dan bukan lagi dari sudut filsafat, melainkan ditinjau dari segi ke-Tuhanan, dari segi agama. Dan memang sesungguhnya bahwa perkembangan  sejarah pemikiran tentang negara dan  hukum pada jaman abad pertengahan ini berbarengan dengan timbulnya perekembangan agama Kristen, yang nantinya akan menimbulkan ajaran-ajaran tentang negara dan hukum yang bersifat teokratis.

                   C.      Jaman Abad Pertengahan
1.        Augustinus
Menurut Augustinus, yang ajarannya sangat bersifat Teokratis, dikatakan bahwa kedudukan gereja yang dipimpin oleh Paus itu lebih tinggi daripada kedudukan negara yang diperintah oleh raja. Mengapa demikian? Dalam hubungan ini dikatakan oleh Augustinus bahwa adanya negara didunia itu merupakan suatu kejelekan, tetapi adanya itu merupakan suatu keharusan. Yang penting  itu adalah terciptanya suatu negara seperti yang diangan-angankan atau dicita-citakan oleh agama, yaitu Kerajaan Tuhan. Maka dari itu sebenarnya negara yang ada di dunia ini hanya merupakan suatu organisasi yang mempunyai tugas untuk memusnahkan perintang-perintang agama dan musuh-musuh gereja. Jadi disini nampak dengan jelas bahwa  negara mempunyai kedudukan atau kekuasaan yang lebih rendah dan ada di bawah gereja. Negara sifatnya hanyalah sebagai alat daripada gereja untuk membasmi musuh-musuh gereja.

2.        Thomas Aquinas
Selanjutnya Thomas Aquinas memberikan tempat yang khusus pada manusia di dalam kedudukannya, tanpa kehendak, tetapi manusia itu adalah sebagai suatu makhluk sosial yang berhasrat untuk hidup bermasyarakat. Ini disebabkan karena manusia itu mempunyai ratio, dan tak dapat memenuhi kebutuhannya tanpa bantuan orang lain.

3.        Marsilius
Mengenai ajarannya tentang kenegaraan, Marsilius sangat dipengaruhi oleh ajaran Aristoteles. Negara adalah suatu badan atau organisasi yang mempunyai dasar-dasar hidup dan mempunyai tujuan tertinggi, yaitu menyelenggarkan dan mempertahankan perdamaian. Dengan demikian Marsilius bersama-sama dengan Dante adalah yang pertama-tama memberikan tujuan tersendiri pada negara.

                   D.      Jaman Renaissance (abad ke XVI)
1.        Niccolo Machiavelli
Tujuan negara menurut Niccolo Machiavelli adalah sangat berbeda dengan ajaran-ajaran yang telah terdahulu, yaitu untuk mencapai kesempurnaan seperti yang diajarkan oleh sarjana-sarjana jaman abad pertengahan. Sedang menurut Nicollo Machviavelli tujuan negara adalah mengusahakan terselenggaranya ketertiban, keamanan dan ketenteraman. Dan ini hanya dapat dicapai oleh pemerintah seorang raja yang mempunyai kekuasaan absolut. Jadi usahanya itu menuju ke arah mendapatkan serta menghimpun kekuasaan yang sebesar-besarnya pada tangan raja. Tetapi itu semuanya bukanlah merupakan sarana saja untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu kemakmuran bersama.

2.        Thomas Morus
Thomas Morus menerbitkan sebuah buku karangannya, yang sesungguhnya tidak ada sangkut pautnya dengan masalah pemikiran tentang negara dan hukum, karena buku tersebut bersifat roman kenegaraan, yaitu De optimo rei publicae statu deque nova insula Utopia tentang susunan pemerintahan yang paling baik dan tentang pulau yang tidak dikenal, yang dinamakan negara entah berantah, atau disingkat disebut Utopia. Karena tulisannya itulah nama Thomas Morus terkenal di seluruh dunia dan bahkan namanya dapat diabadikan dalam sejarah pemikiran tentang negara dan hukum.

                        3.        Jean Bodin
Sesuai dengan pendapatnya tentang tujuan negara, maka Jean Bodin mengatakan bahwa negara merupakan perwujudan daripada kekuasaan. Untuk memperkuat pendapatnya itu, maka ia lalu merumuskan pengertian kedaulatan. Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi terhadap para warga negara dan rakyatnya, tanpa ada suatu pembatasan apapun dari undang-undang. Dalam perumusannya atau lebih tegas definisinya ini, sekaligus terkandung pengertian negara, dan kekuasaan raja. Raja tidak terikat oleh kekuasaan undang-undang. Raja adalah yang menetapkan undang-undang. Yang dimaksud dengan undang-undang adalah hukum positif, jadi bukan hukum Tuhan atau hukum alam.

            E.       Kaum Monarkomaken
Istilah Monarkomaken dalam pengertiannya yang umum berarti anti raja, atau menentang raja. Tetapi sesungguhnya pengertian ini adalah kurang tepat, sebab ajaran-ajaran dari para ahli pemikir tentang negara dan hukum dimasukkan dalam golongan kaum monarkomaken sama sekali tidak anti atau melawan raja-raja, bahkan tidak anti atau melawan sistem pemerintahan absolutisme pada umumnya, melainkan yang ditentang atau dilawan itu adalah eksesnya. Siapa-siapa sajakah termasuk kaum monarkomaken, dan bagaimanakah ajarannya? nama-nama yang disebutkan termasuk kaum monarkomaken adalah Hotman, Brutus, Buchanan, Johannes Althunius, Mariana, Bellarmin, Suarez, dan Milton. Dari semuanya itu yang banyak menguraikan ajaran tentang negara dan hukum adalah Johannes Althusius.

                        F.       Jaman Berkembangnya Hukum Alam
1.        Teori Hukum Alam abad XVII
a.    Grotius (Hugo de Groot)
Filsafat Grotius tentang negara dan hukum adalah suatu usaha untuk mengatasi segala perpecahan di lapangan agama, dengan berdasarkan pada akal manusia yang  berlaku umum itu. Bahkan tidak hanya terbatas pada kaum Kristen saja, melainkan  juga berlaku untuk dan mengikat semua orang kafir dan atheis. Meskipun Grotius dianggap sebagai pencipta daripada ajaran hukum alam modern, namun ajarannya itu banyak diilhami, dan hukum alamnya itu lebih langsung berhubungan dengan hukum alam jaman kuno (Yunani kuno – Aristoteles), kaum Stoa (Zeno), dan Cicero, daripada dengan Thomas Aquinas dan Francesco Suarez.

b.   Thomas Hobbes
Apakah kiranya sumbangan Thomas Hobbes dalam sejarah pemikiran tentang negara dan hukum sebagai ahli pikir? Sumbangannya ialah suatu sistem materialistis yang besar, dalam mana termasuk juga perikehidupan organis dan rokhaniah. Artinya bahwa tujuan hidup, yaitu kebahagian, itu hanya dapat dicapai dengan cara berlomba dengan gerak. Adapun alat-alat untuk dapat mencapai kebahagiaan adalah kekuasaan terbesar untuk kepentingan manusia adalah negara. Ajarannya itu ditulis dalam dua buah bukunya yang sangat terkenal ialah De Cive (tentang warga negara) dan Leviathan (tentang negara).

 c.    Benedictus de Spinoza
Tugas negara menurut Spinoza adalah menyelenggarakan perdamaian, ketentraman dan menghilangkan ketakutan. Maka untuk mencapai tujuan ini, warga negara harus mentaati segala peraturan dan undang-undang negara, ia tidak boleh membantah, meskipun peraturan atau undang-undang negara itu sifatnya tidak adil dan merugikan. Sebab jika tidak demikian, maka keadaan alamiah akan timbul kembali. Jadi dengan demikian kekuasaan negara adalah mutlak terhadap warga negaranya.

d.    John Locke
John Locke sebagaimana ia ahli pemikir hukum alam, mendasarkan juga teorinya pada keadaan manusia dalam alam bebas. Dan memang menganggap bahwa keadaan alam bebas atau keadaan alamiah itu mendahului adanya negara, dan dalam keadaan itu pun telah ada perdamaian dan akal pikiran seperti halnya dalam negara. Tugas negara menurut John Locke adalah menetapkan dan melaksanakan hukum alam.

2.        Teori Hukum Alam abad XVIII
a.    Frederik Yang Agung
Frederik Yang Agung menulis ajarannya dalam isi bukunya yang berjudul Antimachiavelli berupa tantangan serta bantahan terhadap isi buku Il Principe dari Niccolo Machiavelli, serta merupakan cita-cita serta semangat dari seorang raja muda dari Prusia itu, yang menjadi dasar dari suatu kebangsaan, dan persatuan pikiran dari seluruh rakyat negara.


b.   Montesquieu
Menurut pendapatnya kekuasaan negara dibagi atau dipisahkan menjadi tiga, dan yang masing-masing kekuasaan itu dilaksanakan oleh suatu badan yang berdiri sendiri, yaitu: 
1. Kekuasaan perundang-undangan yaitu legislatif.
2. Kekuasaan melaksanakan pemerintahan yaitu eksekutif.
3. Kekuasaan kehakiman yaitu judikatif.
Pendapat Montesquieu tersebut di atas, kemudian terkenal sebagai ajaran Trias Politica, yang memberi
nama sebagai demikian adalah Immanuel Kant.

c.    Jean Jacques Rousseau
Dari ajaran Rousseau ini nanti yang terpenting adalah idenya tentang kedaulatan rakyat. Dalam hal ini yang dipersoalkan adalah bagaimanakah cara mendapatkan suatu keterangan yang masuk akal atau yang rasional tentang keseimbangan antara adanya perjanjian masyarakat yang mengikat dengan kebebasan dari orang-orang yang menyelenggarakan perjanjian masyarakat tersebut. Jadi soalnya tetap pada keseimbangan antara kekuasaan dan kebebasan.

d.   Immanuel kant
Sebagaimana Immanuel Kant sebagai seorang sarjana hukum alam, maka ia menerima pendapat bahwa negara itu terjadi karena perjanjian masyarakat, jadi sama dengan pendapat Rousseau, dan menyatakan pendapatnya bahwa kedaulatan itu ada pada rakyat, dan kemauan umum itu menjelma dalam perundang-undangan negara. Tetapi meskipun demikian ada perbedaanya, dan perbedaan itu bersifat prinsipiil yang artinya menurut Immanuel Kant bahwa perjanjian masyarakat itu tidak pernah ada, tidak pernah terjadi, tidak pernah merupakan kenyataan atau peristiwa di dalam sejarah.

                   G.      Jaman Berkembangnya Teori Kekuatan (Kekuasaan)
Menurut teori kekuatan, seperti telah dikatakan di atas negara itu adalah merupakan alat dari golongan yang kuat untuk menghisap golongan yang lemah terutama sekarang dalam lapangan ekonomi. Memang kadang-kadang negara itu atau konkritnya penguasa, mengeluarkan peraturan-peraturan yang nampaknya menguntungkan golongan yang lemah. Tetapi akhirnya tokoh yang diperhitungkan hanya kepentingan si penguasa saja. Tokoh dalam teori tersebut antara lain : F. Oppenheimer, Karl Marx, H.J. Laski, dan Leon Duguit.

                   H.      Teori Positivisme
Kegagalan daripada para ahli pemikir tentang negara dan hukum dalam menyelidiki dan menerangkan asal mula negara, hakekat negara, serta kekuasaan negara, menimbulkan sikap skeptis terhadap negara. Dan orang lalu lebih suka menentukan sikap positif terhadap negara. Kebanyakan orang telah kehilangan nafsunya untuk mempelajari atau menyelidiki dasar negara yang pokok. Kecenderungan timbul untuk hanya membatasi diri kepada pelajaran hukum positif, selain hal ini telah terdapat pada kebanyakan negara, juga hukum positif itu akan lebih mudah dipelajari. Demikianlah ilmu negara lambat laun tetapi pasti menarik dirinya, dan datang mengunjungi tinjauan-tinjauan ilmu pengetahuan teoritis dan historis. Ia menjadi relativistis, negatif serta skeptis. Malahan Struycken sampai kepada eklektisme yang bersifat skeptis. Tokoh dalam teori ini : Hans Kelsen.

                   I.         Teori Modern
Di dalam peninjauannya tentang negara dan hukum teori atau aliran modern ini mengatakan bahwa, kalau kita hendak menyelidiki atau mempelajari negara, maka baiklah negara itu dianggap saja suatu fakta atau suatu kenyataan, yang terikat pada keadaan, tempat, dan waktu. Dan harus disadari terlebih dahulu negara itu ditinjau dari segi apa. Sebab tergantung dari segi penyelidikannya ini akan menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda tentang pengertian, bentuk serta hakekat negara. Tetapi dengan demikian apakah ini lalu tidak berarti melewati batas pembicaraan ilmu negara dan masuk ke lapangan pembicaraan ilmu hukum tata negara.  Tokoh dalam ajaran ini antara lain: Prof. Mr. R. Kraneburg dan Logemann.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar