Selasa, 30 Desember 2014

Sejarah berdirinya Mahkamah Konstitusi

Sejarah  Berdirinya Mahkamah Konstitusi di Indonesia
Lembaran awal sejarah praktik pengujian undang-undang (judicial review) bermula di Mahkamah Agung/ MA (Supreme Court) Amerika Serikat saat dipimpin oleh John Marshall dalam kasus Marbury versus Madison pada tahun 1803 silam. Meskipun pada saat itu konstitusi Amerika Serikat tidak memberi kewenangan untuk melakukan Judicial Review kepada Mahkamah Agung, akan tetapi dengan menafsirkan untuk senantiasa menegakkan konstitusi, Marshall menganggap MA berwenang untuk menyatakan suatu undang-undang bertentangan dengan konstitusi.

            Secara teoritis, keberadaan Mahkamah Konstitusi masih terbilang baru dan baru diperkenalkan pertama kali pada tahun 1919 oleh pakar hukum asal Austria, Hans Kelsen (1881-1973). Kelsen menyatakan bahwa pelaksanaan konstitusional tentang legislasi dapat secara efektif dijamin hanya jika organ selain badan legislatif diberikan tugas untuk menguji apakah suatu produk hukum itu konstitusional atau Inkonstitusional. Untuk menjaminnya, maka diperlukan adanya Mahkamah Konstitusi (Constitutional Court) sebagai penafsirnya.

            Apabila kita menelusuri sejarah ketatanegaraan di Indonesia, maka pada saat penyusunan UUD 1945, M.Yamin juga telah mengusulkan tentang pendirian Mahkamah yang bertugas melakukan pengujian terhadap konstitusi, hal ini disampaikan pada sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Menurut Yamin, seharusnya Balai Agung (MA) diberi wewenang untuk membanding Undang-Undang (Judicial Review). Akan tetapi usulan ini ditentang oleh MR. Soepomo dengan beberapa alasan, diantaranya:
1.    Konsep dasar yang dianut dalam UUD yang tengah disusun konsep dasar yang dianut dalam UUD yang tengah disusun pada saat itu bukanlah konsep pemisahan kekuasaan (Separation of Power) akan tetapi pembagian kekuasaan (Distribution of Power),

2.      Tugas hakim adalah menerapkan undang-undang, bukan menguji undang-undang,

             Kewenangan hakim untuk melakukan pengujian undang-undang bertentangan dengan konsep Supremasi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR),Sejalan dengan semangat reformasi dan perubahan UUD 1945 pada masa reformasi (1999-2002), ide pembentukan Mahkamah Konstitusi di Indonesia makin menguat. Puncaknya terjadi pada tahun 2001 saat ide pembentukan MK diadopsi dalam perubahan UUD 1945 yang dilakukan oleh MPR sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan Pasal 24 ayat (2) dan Pasal 24C UUD 1945 perubahan ketiga.
         Selanjutnya untuk menindaklanjuti amanat konstitusi tersebut, Pemerintah bersama DPR membahas Rancangan Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi. Setelah dilakukan pembahasan yang cukup panjang, akhirnya RUU tersebut disahkan dalam sidang paripurna DPR pada 13 Agustus 2003. Pada hari itu juga, UU tentang Mahkamah Konstitusi (UU No.24 Tahun 2003) disahkan oleh Presiden Megawati Soekarnoputeri. Indonesia sendiri merupakan negara ke-78 yang membentuk Mahkamah Konstitusi dan sekaligus menjadi negara pertama di dunia yang membentuk lembaga ini pada awal abad ke-21M.
        Kemudian bertitik tolak dari UU No.24 Tahun 2003 dengan mengacu pada prinsip keseimbangan antar cabang kekuasaan negara dilakukan rekruitmen hakim konstitusi yang dilakukan oleh tiga lembaga negara, yaitu DPR, Presiden dan MA. Setelah melalui tahap seleksi sesuai mekanisme yang berlaku pada masing-masing lembaga tersebut, masing-masing lembaga mengajukan tiga calon hakim konstitusi kepada presiden untuk ditetapkan sebagai hakim konstitusi.
            Sesuai dengan amanat dari UUD, Mahkamah Konstitusi mempunyai 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu) kewajiban sebagaimana diatur dalam pasal 24C ayat (1) dan (2) UUD 1945. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:

  1.        Menguji UU terhadap UUD 1945
  2.         Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD       1945
  3.          Memutus pembubaran Partai Politik
  4.      Memutus perselisihan tentang hasil pemilu, meliputi pemilu Presiden dan Wakil Presiden,   Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, Pemilu anggota DPD, dan pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Mahkamah Konstitusi sendiri disebut-sebut sebagai lembaga peradilan yang sangat bersih, cepat dan murah. Dikarenakan semua sengketa maupun gugatan yang dilayangkan kepada mahkamah Konstitusi harus diputuskan dalam jangka waktu maksimal 14 hari setelah permohonan di kabulkan dan diterima oleh MK.

            Selain itu, Mahkamah Konstitusi memiliki satu kewajiban yaitu memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa presiden dan/atau Wakil Presiden diduga:

1.      Telah melakukan pelangaran hukum berupa;
  1.  Pengkhianatan terhadap negara
  2. Korupsi
  3.  Penyuapan
  4. Tidak pidana lainnya;
  5.  Perbuatan tercela
  6. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945

       Febri Ramadhani 
       Mahasiswa Ilmu Hukum UIN Alauddin Makassar

J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar