Agama: Sebuah kata yang tak asing lagi bagi Masyarakat Indonesia yang
terdiri dari banyak agama. Sebagai bangsa yang besar, luas dan kaya akan budaya.
Tapi perlu pula diketahui bahwa bangsa
yang besar adalah bangsa yang tidak akan melupakan sejarahnya dan tetap pada rasa
toleransi terhadap kemajemukan. Kadangkala masyarakat tidak menyadari bahwa kita adalah perbedaan yang
disatukan dan berusaha menjadi utuh. Backround sosial-budaya yang
mestinya jadi fakta telanjang akan
kemajemukan, diferensiasi sosial, justru semuanya itulah yang harus kita
unifikasi se-kreatif mungkin. Memang masing-masing masyarakat beragama memiliki
kesadaran yang hendaknya ditengarai
instrumental kebangsaan. Seperti halnya Agama yang bermacam-macam.
Entahlah mana yang benar ,tapi jelanya
hanya ada satu kebenaran mutlak. Adalah kebenaran yang tak perlu diakui
(formal) dan didukung argumentasi dan teori para pemikir, karena dia_Nyalah
kebenaran mutlak lagi pula absolut. Tak membutuhkan bantuan diluar dirinya dan apapun
jenisnya dan dia adalah sebab yang tak bersebab dan juga sebabb utama (prima causa).
Agama pada umumnya
merupakan jalan menuju kebenaran yang ilahi. Masyarakat pada umumnya
membutuhkan Agama atau kepercayaan dalam hidupnya .Akan tetapi ada berbagai permasalahan beragama dalam masyarakat. Ada
gesekan-gesekan sosial-ekonomi-politik yang melanda umat beragama sehingga
terjadi konflik. Contohnya saja, yang paling parah
KONFLIK ANTAR UMAT BERAGAMA (sosiologi:Horosontal). Perincian Analisis kualitatif tengtang kenapa bisa terjadi konflik tersebut:
bisa jadi karena: tidak adanya toleransi antar umat beragama, keharmonisan
sosial, pendidikan multikultural yang menjanjkan, inklusifikasi dan spesifikasi
forum-forum kajian kulural mengenai bagaimana AGAMA seperti yang seharusnya.
Dengan ekspektasi supaya Agama tidak
selalunya direduksi secara manifulatif dan justru berakibat konflik antar
agama.
Agama yang seharusnya menjadi jalan kebenaran yang hakiki (duniawi dan
ilahi), bukan Justru dijadikan komoditas ideologi politik untuk meraih
kekuasaan. Politisasi agama atau menjual nama-nama agama untuk kekuasaan
sangatlah mereduksi makna agama dan begitupula subtansi nilai agama begitu
kering untuk dikaji.Pada dasarnya tidak ada yang mau mengatakan Agamaku salah, semuanya
mengatakan agamaku benar. Tapi Katakanlah, kita adalah umat yang secara
kolektif dalam proses menuju eksistensi kebenaran dan keselamatan, meskipun
sudah tersingkapkan kebenaran yang sesungguhnya.
Dalam
konteks sekarang ini terkadang agama berperan sebagai minyak diatas nyala api
yang menghanguskan, dan panasnya nyala itu menyiksa dan melumatkan sekian
banyak manusia dalam panggung sejarah.
Ingat, Agama bukan alat dan alasan untuk membunuh sesama manusia, yang beragama maupun yang tidak beragama.
“Terdiam yang
sepantasnya adalah kebodohan dan kebohongan”
Febri Ramadhani
Mahasiswa Ilmu Hukum UIN Alauddin Makassar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar