Pemberantasan Korupsi di
Indonesia
Tulisan di bawah Ini termasuk 30 ESAI terbaik dalam Lomba Menulis Esai oleh HMI Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.
Tulisan di bawah Ini termasuk 30 ESAI terbaik dalam Lomba Menulis Esai oleh HMI Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat
kasus korupsi tertinggi di dunia. Banyaknya kasus korupsi yang akhir-akhir ini diberitakan di media massa yang sebagian
besar dari kalangan politisi maupun pejabat-pejabat pemerintahan. Perilaku
korupsi yang melibatkan berbagai nama pejabat negara, telah menodai kredibilitasnya
sebagai seorang pemimpin di mata rakyat. Di Indonesia tindak pidana korupsi
kian merajalela dan menjalar ke berbagai sektor pemerintahan. Baik pemerintah
daerah maupun pemerintah pusat. Jadi tidak heran kalau banyak orang memandang
bahwa masalah ini bukan masalah sepeleh, tapi masalah yang mampu mempengaruhi
kelancaran tugas-tugas pemerintahan dan merugikan ekonomi negara dalam bentuk
membengkaknya keuangan negara. Korupsi di Indonesia bukan lagi membudaya tapi
membudidaya. Dalam artian telah tumbuh subur dan menggerogoti di negara
tercinta ini. Eksistensi lembaga-lembaga negara yang mengurusi masalah korupsi
ini, belum membawa dampak (effect)
yang menakutkan bagi para koruptor. Hal ini terlihat bagaimana kemudian
koruptor masih terus bermunculan ke permukaan. Seperti kasus korupsi dana haji,
Impor daging sapi, Hambalang dan berbagai model korupsi lainnya.
Analogi
sederhana untuk menggambarkan bagaimana korupsi ini berkembang dari masa ke
masa. Kalau pada era orde lama, orang korupsi di bawah meja, era orde baru
dengan cara di atas meja dan orde reformasi ini bukan di bawah meja atau di atas
meja akan tetapi mejanya yang dicuri. Dapat dikatakan begitu menggilanya
koruptor yang ingin menjarah uang negara. Lebih kontekstual lagi, Korupsi
yang dulunya dilakukan secara individual
(sendiri-sendiri) kini melakukan transformasi
dalam bentuk yang berbeda yaitu korupsi berjamaah (berkelompok).
Istilah
tengtang korupsi di Indonesia tidak asing lagi di telinga masyarakat. Dengan
dalih bahwa korupsi menjadi pemberitaan terus- menerus di berbagai media massa.
Secara etimologi korupsi berasal dari bahasa latin Coruptus, yang merupakan
kata sifat dari kata kerja “corrumpre” yang bermakna menghancurkan. Dalam
bahasa inggris “corrupt” artinya jahat, buruk dan merusak. Sedangkan“korupsi”
munurut Kamus Besar Bahasa Indonesia penyelewengan atau penggelapan (Uang
negara atau perusahaan) dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau kelompok.
Arti korupsi secara harfiah dari kata tersebut, korupsi adalah perbuatan
yang jahat, buruk, tidak jujur
(dishonest), merusak, menghancurkan dengan cara-cara manupulatif. Perbuatan
korupsi selalu mengandung unsur penyelewengan atau penggelapan baik dalam
bentuk uang dan maupun dalam bentuk yang lainnya.
Dengan
demikian korupsi merupakan tindakan yang merugikan negara baik secara langsung
maupun tidak langsung. Dalam tinjauan aspek normatif hukum, korupsi adalah
pelanggaran hukum. Belum lagi norma sosial, norma agama, norma etika menganggap
perilaku korupsi adalah tindakan tercelah, buruk dan amoral (tidak bermoral).
Berdasarkan UU. No. 20 Tahun 2001 tengtang pemberantasan kasus tindak pidana
korupsi, menyebutkan beberapa jenis-jenis korupsi seperti kerugian keuangan
negara, suap-meyuap (sogokan atau pelicin), penggelapan dalam jabatan,
pemerasan, perbuatan curang (dishonest), benturan kepentingan dengan keadaan
dan gratifikasi (pemberian hadiah).
Akibat
yang paling nyata dalam merajalelanya korupsi yaitu berkembangnya
tipu-muslihat. Dalam artian saling membohongi dalam urusan administrasi. Permasalahan
multidimensional adalah salah satu akibat dari korupsi di negeri ini. Bayangkan
saja kalau tidak ada koruptor di Indonesia, pasti rakyat akan makmurdan
sejahtera. Tidak ada lagi orang yang hidup dibawah garis kemiskinan, mati
kelaparan, pembangunan yang berhenti beroperasi, anak-anak bangsa yang tidak
menempuh pendidikan hanya karena biaya sekolah yang tinggi serta pengobatan
gratis bagi rakyat menengah ke bawah. Selain itu korupsi menjatuhkan harkat dan
martabat pejabat pemerintah dan berimplikasi pada menurunnya kualitas
pemerintahan negara di berbagai bidang.
Dari
sudut pandang agama, tidak ada satupun agama yang membenarkan korupsi itu.
Misalnya dalam agama Islam, mengambil hak orang lain itu hukumnya haram
dan termasuk perbuatan dengan ganjaran
dosa yang sangat besar. Saya yakin semua agama di dunia ini mengajarkan kebaikan
bukan keburukan. Tidak ada agama yang menyuruh manusia untuk korupsi,
menyelewengkan dan menggelapkan uang negara untuk kepentingan dirinya sendiri
maupun golongannya. Lebih eksentriknya
lagi, mayoritas yang tersandung masalah korupsi adalah umat muslim. Mungkin
karena faktor keimanan kepada Allah yang kurang. Persepsi lain, bisa saja
pengaruh eksternal yang memaksanya untuk korupsi seperti dorongan partai
politik. Perlu diketahui bahwa hukum bertugas untuk menghukum pemimpin yang
salah, sedangkan iman mengarahkan kita untuk tidak berbuat salah. Iman
membimbing kita selalu ke jalan yang benar. Tapi apapun alasannya, yang namanya
korupsi itu adalah musuh Islam, musuh KPK dan musuh segenap bangsa Indonesia.
Adapun
keseriusan pemerintah dalam menangani kasus korupsi di negeri ini, terlihat
dengan dibentuknya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk mengawasi dan
memberantas korupsi. KPK yang ditetapkan melalui UU. NO. 30 Tahun 2002 tengtang
komisi pemberantasan tindak pidana korupsi, untuk mengatasi, menanggulangi,
memberantas korupsi. KPK merupakan komisi independen (tanpa intervensi
golongan) yang diharapkan mampu menjadi “martir dan ujung tombak” dalam
menagani kasus korupsi di Indonesia.
Data
tengtang kinerja KPK sepanjang tahun 2014-2014 mulai dari per 31 oktober 2014
KPK melakukan penyelidikan 73 perkara, penyidikan 49 perkara, penuntutan 37
perkara, inkcraht 34 pekara, dan ekseskusi 40 perkara. Dengan demikian maka
total perkara tindak pidana korupsi dari tahun 2014-2014 adalah penyelidikan
658 perkara, penyidikan 402 perkara, penuntutan 314 perkara, inkcraht 277
perkara dan eksekusi 287 perkara. Hal ini menunjukkan bagaimana KPK mengatasi
korupsi di Indonesia dengan serius. Bahkan Ketua KPK Abraham Samad pernah
mengatakan, sekalipun Menteri, Presiden yang korupsi akan tetap saya panggil ke
kantor KPK untuk di periksa.
Selain
itu ada juga aparat hukum yang membantu pemerintah dan KPK dalam pemasalahan
tersebut. Upaya pemerintah dalam menangani kasus korupsi mulai dari awal sampai
akhir putusan sering menuai kritik dan kontroversi dari masyarakat. Vonis yang
dijatuhkan kepada koruptor kadang bertengtangan dengan rasa keadilan
masyarakat. Ekspektasi masyarakat supaya koruptor dijatuhi hukum
setinggi-tingginya, ternyata diberikan hukuman serendah-serendahnya. Hukuman
yang diberikan tidak sebanding dengan apa yang mereka perbuat. Hukuman pencuri
kadang lebih tinggi dari pada koruptor yang mencuri begitu banyak uang negara,
dan bahkan mengakibatkan membengkaknya keuangan negara. Sungguh hukum
benar-benar seperti pisau, tajam di bawah dan tumpul ke atas. Sudah
selayaknyalah koruptor dihukum seberat-beratnya, supaya ada efek jera dan
sekaligus membuat orang takut untuk melakukan korupsi. Begitupun juga harus
hilangkan rasa kasihan terhadap
koruptor.
Pemerintah
dalam hal ini presiden seharusnya tidak lagi memberikan keringanan hukuman
untuk para koruptor. Misalnya, seorang koruptor yang diberikan hukum 5 tahun
penjara. Pada tahun pertama masa tahanan, ada hari pendidikan nasional,
dikurangi satu tahun, ada hari kemerdekaan nasioanal, dikurangi satu tahun, ada
hari sumpah pemuda, dikurangi lagi satu tahun. Maka hanya tersisah 2 tahun,
sungguh hukuman yang enak bagi para koruptor. Menurut saya, lebih baik koruptor dipenjara
seumur hidup atau bahkan diberikan hukuman mati. Aspek penting lainnya dalam
pemberantasan korupsi yakni aturan harus menjadi hukum yang benar-benar hukum,
mengadili dengan seadil-adilnya dan tanpa pandang bulu. Tanpa memandang apakah
itu keluarga, teman, kerabat, golongan atau bahkan penegak hukum itu sendiri.
Hukum
dan korupsi bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Apabila
keduanya berpisah, maka yakin dan percaya negara ini akan mengalami chaos dan menuju pada jurang kehancuran. Sebagaiman adagium hukum
yang mengatakan “ hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan dan kekuasaan tanpa
hukum kezaliman”. Karena segala sesuatu itu membutuhkan hukum untuk memberikan
arah dan jalur yang jelas, apabila pemimpin melakukan kesalahan maka akan
disadarkan oleh hukum.
Korupsi
atau yang sering disebut penyelewengan dan penggelapan uang negara, biasa
terjadi karena penegakan hukum yang tidak konsisten dan cenderung
setengah-setengah, buruknya pengawasan (controlling) dan check and balances dari
pemerintah, banyaknya celah-celah dalam sistem politik sehingga pemerintah
dikelabui oleh koruptor maupun kerancuan dalam sistem administrasi negara.
Perlu dilakukan reinterpretasi terhadap perkataan Lord Acton “Power tends to
corrupt, absolut power corrupt absolutely”. Kekuasaan itu cenderung menyeleweng,
tapi kekuasaan mutlak pasti melakukan penyelewengan. Begitu pula koruptor, yang
sebagian besar dari mereka adalah pemangku jabatan publik. Jadi semakin tinggi
jabatan, semakin besar pula pengawasan yang harus diberikan. Karena tanpa
pengawasan pasti pemangku jabatan kebablasan (sebebas-bebasnya) menggunakan
kekuasaannya. Perlu pula diketahui bahwa kehancuran bangsa di era moderen ini tidak
lagi disebabkan perang, tapi disebabkan oleh perilaku korup para penguasanya.
Upaya
yang harus ditempuh pemerintah dalam hal ini memberantas korupsi di Indonesia, yaitu
seperti menegakkan keadilan secara konsisten dan konsekuen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, optimalisasi pengawasan (controlling) dan check and balances
terhadap lembaga-lembaga negara sehingga berfungsi sesuai dengan koridornya
masing-masing, mendayagunakan partai politik untuk membina kader-kadernya dengan
nilai-nilai keagamaan. Contohnya pembinaan moral, karakter, akhlak, etika dan
pemahaman hukum. Karena dengan begitulah
akan timbul kesadaran (awareness) untuk tidak melakukan tindak pidana korupsi.
Begitu pula harus ada penjabaran rumusan perundang-unangan yang jelas, sehingga
tidak menyebabkan kekaburan dan perbedaan persepsi dalam menangani kasus
korupsi.
Uraian
penjelasan di atas mengenai
pemberantasan korupsi di Indonesia, memang korupsi itu permasalahan kronis yang
merongrong kehidupan bangsa, akan tetapi bukan berarti pemberantasan korupsi
“sesuatu yang tidak mungkin selesai”. Maka dari itu dibutuhkan keseriusan
pemerintah, KPK sebagai lembaga negara
dan partisipasi masyarakat dalam memberantas korupsi di Indonesia. Karena
pemberantasan korupsi adalah tugas kita bersama.
Febri Ramadhani
Mahasiswa Ilmu Hukum
UIN Alauddin Makassar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar