Sabtu, 27 Desember 2014

Pemberantasan Korupsi di Indonesia

Pemberantasan Korupsi di Indonesia

Tulisan di bawah Ini termasuk 30 ESAI terbaik dalam Lomba Menulis Esai oleh HMI Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.


         Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat kasus korupsi tertinggi di dunia. Banyaknya kasus korupsi yang akhir-akhir  ini diberitakan di media massa yang sebagian besar dari kalangan politisi maupun pejabat-pejabat pemerintahan. Perilaku korupsi yang melibatkan berbagai nama pejabat negara, telah menodai kredibilitasnya sebagai seorang pemimpin di mata rakyat. Di Indonesia tindak pidana korupsi kian merajalela dan menjalar ke berbagai sektor pemerintahan. Baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Jadi tidak heran kalau banyak orang memandang bahwa masalah ini bukan masalah sepeleh, tapi masalah yang mampu mempengaruhi kelancaran tugas-tugas pemerintahan dan merugikan ekonomi negara dalam bentuk membengkaknya keuangan negara. Korupsi di Indonesia bukan lagi membudaya tapi membudidaya. Dalam artian telah tumbuh subur dan menggerogoti di negara tercinta ini. Eksistensi lembaga-lembaga negara yang mengurusi masalah korupsi ini, belum membawa dampak (effect) yang menakutkan bagi para koruptor. Hal ini terlihat bagaimana kemudian koruptor masih terus bermunculan ke permukaan. Seperti kasus korupsi dana haji, Impor daging sapi, Hambalang dan berbagai model korupsi lainnya.

Analogi sederhana untuk menggambarkan bagaimana korupsi ini berkembang dari masa ke masa. Kalau pada era orde lama, orang korupsi di bawah meja, era orde baru dengan cara di atas meja dan orde reformasi ini bukan di bawah meja atau di atas meja akan tetapi mejanya yang dicuri. Dapat dikatakan begitu menggilanya koruptor yang ingin menjarah uang negara. Lebih kontekstual lagi, Korupsi yang  dulunya dilakukan secara individual (sendiri-sendiri) kini melakukan transformasi  dalam bentuk yang berbeda yaitu korupsi berjamaah (berkelompok).

Istilah tengtang korupsi di Indonesia tidak asing lagi di telinga masyarakat. Dengan dalih bahwa korupsi menjadi pemberitaan terus- menerus di berbagai media massa. Secara etimologi korupsi berasal dari bahasa latin Coruptus, yang merupakan kata sifat dari kata kerja “corrumpre” yang bermakna menghancurkan. Dalam bahasa inggris “corrupt” artinya jahat, buruk dan merusak. Sedangkan“korupsi” munurut Kamus Besar Bahasa Indonesia penyelewengan atau penggelapan (Uang negara atau perusahaan) dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau kelompok. Arti korupsi secara harfiah dari kata tersebut, korupsi adalah perbuatan yang  jahat, buruk, tidak jujur (dishonest), merusak, menghancurkan dengan cara-cara manupulatif. Perbuatan korupsi selalu mengandung unsur penyelewengan atau penggelapan baik dalam bentuk uang dan maupun dalam bentuk yang lainnya.

Dengan demikian korupsi merupakan tindakan yang merugikan negara baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam tinjauan aspek normatif hukum, korupsi adalah pelanggaran hukum. Belum lagi norma sosial, norma agama, norma etika menganggap perilaku korupsi adalah tindakan tercelah, buruk dan amoral (tidak bermoral). Berdasarkan UU. No. 20 Tahun 2001 tengtang pemberantasan kasus tindak pidana korupsi, menyebutkan beberapa jenis-jenis korupsi seperti kerugian keuangan negara, suap-meyuap (sogokan atau pelicin), penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang (dishonest), benturan kepentingan dengan keadaan dan gratifikasi (pemberian hadiah).

Akibat yang paling nyata dalam merajalelanya korupsi yaitu berkembangnya tipu-muslihat. Dalam artian saling membohongi dalam urusan administrasi. Permasalahan multidimensional adalah salah satu akibat dari korupsi di negeri ini. Bayangkan saja kalau tidak ada koruptor di Indonesia, pasti rakyat akan makmurdan sejahtera. Tidak ada lagi orang yang hidup dibawah garis kemiskinan, mati kelaparan, pembangunan yang berhenti beroperasi, anak-anak bangsa yang tidak menempuh pendidikan hanya karena biaya sekolah yang tinggi serta pengobatan gratis bagi rakyat menengah ke bawah. Selain itu korupsi menjatuhkan harkat dan martabat pejabat pemerintah dan berimplikasi pada menurunnya kualitas pemerintahan negara di berbagai bidang.

Dari sudut pandang agama, tidak ada satupun agama yang membenarkan korupsi itu. Misalnya dalam agama Islam, mengambil hak orang lain itu hukumnya haram dan  termasuk perbuatan dengan ganjaran dosa yang sangat besar. Saya yakin semua agama di dunia ini mengajarkan kebaikan bukan keburukan. Tidak ada agama yang menyuruh manusia untuk korupsi, menyelewengkan dan menggelapkan uang negara untuk kepentingan dirinya sendiri maupun golongannya. Lebih eksentriknya lagi, mayoritas yang tersandung masalah korupsi adalah umat muslim. Mungkin karena faktor keimanan kepada Allah yang kurang. Persepsi lain, bisa saja pengaruh eksternal yang memaksanya untuk korupsi seperti dorongan partai politik. Perlu diketahui bahwa hukum bertugas untuk menghukum pemimpin yang salah, sedangkan iman mengarahkan kita untuk tidak berbuat salah. Iman membimbing kita selalu ke jalan yang benar. Tapi apapun alasannya, yang namanya korupsi itu adalah musuh Islam, musuh KPK dan musuh segenap bangsa Indonesia.

Adapun keseriusan pemerintah dalam menangani kasus korupsi di negeri ini, terlihat dengan dibentuknya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk mengawasi dan memberantas korupsi. KPK yang ditetapkan melalui UU. NO. 30 Tahun 2002 tengtang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi, untuk mengatasi, menanggulangi, memberantas korupsi. KPK merupakan komisi independen (tanpa intervensi golongan) yang diharapkan mampu menjadi “martir dan ujung tombak” dalam menagani kasus korupsi di Indonesia.

Data tengtang kinerja KPK sepanjang tahun 2014-2014 mulai dari per 31 oktober 2014 KPK melakukan penyelidikan 73 perkara, penyidikan 49 perkara, penuntutan 37 perkara, inkcraht 34 pekara, dan ekseskusi 40 perkara. Dengan demikian maka total perkara tindak pidana korupsi dari tahun 2014-2014 adalah penyelidikan 658 perkara, penyidikan 402 perkara, penuntutan 314 perkara, inkcraht 277 perkara dan eksekusi 287 perkara. Hal ini menunjukkan bagaimana KPK mengatasi korupsi di Indonesia dengan serius. Bahkan Ketua KPK Abraham Samad pernah mengatakan, sekalipun Menteri, Presiden yang korupsi akan tetap saya panggil ke kantor KPK untuk di periksa.

Selain itu ada juga aparat hukum yang membantu pemerintah dan KPK dalam pemasalahan tersebut. Upaya pemerintah dalam menangani kasus korupsi mulai dari awal sampai akhir putusan sering menuai kritik dan kontroversi dari masyarakat. Vonis yang dijatuhkan kepada koruptor kadang bertengtangan dengan rasa keadilan masyarakat. Ekspektasi masyarakat supaya koruptor dijatuhi hukum setinggi-tingginya, ternyata diberikan hukuman serendah-serendahnya. Hukuman yang diberikan tidak sebanding dengan apa yang mereka perbuat. Hukuman pencuri kadang lebih tinggi dari pada koruptor yang mencuri begitu banyak uang negara, dan bahkan mengakibatkan membengkaknya keuangan negara. Sungguh hukum benar-benar seperti pisau, tajam di bawah dan tumpul ke atas. Sudah selayaknyalah koruptor dihukum seberat-beratnya, supaya ada efek jera dan sekaligus membuat orang takut untuk melakukan korupsi. Begitupun juga harus hilangkan rasa kasihan  terhadap koruptor.

Pemerintah dalam hal ini presiden seharusnya tidak lagi memberikan keringanan hukuman untuk para koruptor. Misalnya, seorang koruptor yang diberikan hukum 5 tahun penjara. Pada tahun pertama masa tahanan, ada hari pendidikan nasional, dikurangi satu tahun, ada hari kemerdekaan nasioanal, dikurangi satu tahun, ada hari sumpah pemuda, dikurangi lagi satu tahun. Maka hanya tersisah 2 tahun, sungguh hukuman yang enak bagi para koruptor.  Menurut saya, lebih baik koruptor dipenjara seumur hidup atau bahkan diberikan  hukuman mati. Aspek penting lainnya dalam pemberantasan korupsi yakni aturan harus menjadi hukum yang benar-benar hukum, mengadili dengan seadil-adilnya dan tanpa pandang bulu. Tanpa memandang apakah itu keluarga, teman, kerabat, golongan atau bahkan penegak hukum itu sendiri.

Hukum dan korupsi bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Apabila keduanya berpisah, maka yakin dan percaya  negara ini akan mengalami chaos dan menuju pada jurang kehancuran. Sebagaiman adagium hukum yang mengatakan “ hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan dan kekuasaan tanpa hukum kezaliman”. Karena segala sesuatu itu membutuhkan hukum untuk memberikan arah dan jalur yang jelas, apabila pemimpin melakukan kesalahan maka akan disadarkan oleh hukum.

Korupsi atau yang sering disebut penyelewengan dan penggelapan uang negara, biasa terjadi karena penegakan hukum yang tidak konsisten dan cenderung setengah-setengah,  buruknya pengawasan (controlling) dan check and balances dari pemerintah, banyaknya celah-celah dalam sistem politik sehingga pemerintah dikelabui oleh koruptor maupun kerancuan dalam sistem administrasi negara. Perlu dilakukan reinterpretasi terhadap perkataan Lord Acton “Power tends to corrupt, absolut power corrupt absolutely”. Kekuasaan itu cenderung menyeleweng, tapi kekuasaan mutlak pasti melakukan penyelewengan. Begitu pula koruptor, yang sebagian besar dari mereka adalah pemangku jabatan publik. Jadi semakin tinggi jabatan, semakin besar pula pengawasan yang harus diberikan. Karena tanpa pengawasan pasti pemangku jabatan kebablasan (sebebas-bebasnya) menggunakan kekuasaannya. Perlu pula diketahui bahwa kehancuran bangsa di era moderen ini tidak lagi disebabkan perang, tapi disebabkan oleh perilaku korup para penguasanya.

Upaya yang harus ditempuh pemerintah dalam hal ini memberantas korupsi di Indonesia, yaitu seperti menegakkan keadilan secara konsisten dan konsekuen sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, optimalisasi pengawasan (controlling) dan check and balances terhadap lembaga-lembaga negara sehingga berfungsi sesuai dengan koridornya masing-masing, mendayagunakan partai politik untuk membina kader-kadernya dengan nilai-nilai keagamaan. Contohnya pembinaan moral, karakter, akhlak, etika dan pemahaman hukum.  Karena dengan begitulah akan timbul kesadaran (awareness) untuk tidak melakukan tindak pidana korupsi. Begitu pula harus ada penjabaran rumusan perundang-unangan yang jelas, sehingga tidak menyebabkan kekaburan dan perbedaan persepsi dalam menangani kasus korupsi.

Uraian penjelasan di atas  mengenai pemberantasan korupsi di Indonesia, memang korupsi itu permasalahan kronis yang merongrong kehidupan bangsa, akan tetapi bukan berarti pemberantasan korupsi “sesuatu yang tidak mungkin selesai”. Maka dari itu dibutuhkan keseriusan pemerintah, KPK  sebagai lembaga negara dan partisipasi masyarakat dalam memberantas korupsi di Indonesia. Karena pemberantasan korupsi adalah tugas kita bersama.

Febri Ramadhani
Mahasiswa Ilmu Hukum UIN Alauddin Makassar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar