BAB 1
PENDAHULUAN
A Latar Belakang
Pembentukan Mahkamah Konstitusi (MK)
pada pokoknya memang diperlukan karena bangsa kita telah melakukan
perubahan-perubahan yang mendasar stas dasar undang-undang dasar 1945. Dalam
rangka perubahan pertama sampai dengan perubahan keempat UUD 1945. Bangsa itu
telah mengadopsi prinsip-prinsip baru dalam system ketenegaraan, yaitu antara
lain dengan adanya system prinsip “Pemisahan kekuasaan dan cheeks and balance”
sebagai pengganti system supremasi parlemen yang berlaku sebelumnya.
Sebagai akibat perubahan tersebut,
maka perlu diadakan mekanisme untuk memutuskan sengketa kewenangan yang mungkin
terjadi antara lembaga-lembaga yang mempunyai kedudukan yang satu sama lain
bersifat sederajat, yang kewenanganya ditentukan dalam Undang-Undang Dasar
serta perlu dilembagakannya peranan hukum dan hakim yang dapat mengontrol
proses dan produk keputusan-keputusan politik yang hanya mendasarkan diri pada
prinsip, The Rule of Majority”.
Karena itu, fungsi-fungsi Judicial
Review atas konstitusionalitas Undang-Undang dan proses pengujian hukum atas
tuntutan pemberhentian terhadap Presiden dan / Wakil Preseiden dikaitkan dengan
fungsi MK. Disamping itu juga diperlukan adanya mekanisme untuk memutuskan
berbagai persengketaan yang timbul dan tidak dapat diseleseaikan melalui proses
peradilan yang biasa, seperti sengketa Pemilu dan tuntutan pembubaran suatu
partai politik. Perkara-perkara semacam ini berkaitan erat dengan hak dan
kebebasan para warganegara dalam dinamika system politik demokratis yang
dijamin oleh UUD 1945.
B. Tujuan Penulisan
Karya ilmiah ini dibuat untuk
memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Hukum Tata Negara, serta agar ingin
lebih megkaji dan memahami tentang Hukum Tata Negara khusunya
Mahkama Konstitusi.
C. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Mahkamah Konstitusi ?
2. Apa saja Kewenangan dan Hak Mahkamah Konstitusi ?
3. Bagaimana Tanggung Jawab dan Akuntabilitas Mahkamah
Konstitusi ?
D. Sistematika Penulisan
- Bab I
merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan
penulisan, rumusan masalah, dan sistematika penulisan.
- Bab II
merupakan bab Pembahasan yang merupakan esensi dari isi makalah tersebut ini
- Bab III adalah merupakan bab peutup yang berisikan
kesimpulan dan saran.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian MK
Dalam Undang-Undang dijelaskan bahwa:
1. Mahkamah Konstitusi adalah salah
satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Dewan Perwakilan Rakyat yang
selanjutnya disebut DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Permohonan adalah permohonan yang
diatur secara tertulis kepada Mahkamah Konstitusi mengenai :
1. Pengujian undang-undang terhadap
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Sengketa kewenangan lembaga Negara
yang kewenangannya diatur oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
3. Pembubaran partai politik.
4. Perselisihan tentang hasil pemilihan
umum, atau pendapat DPR bahwa Presiden dan / Wakil Presiden diduga telah
melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap Negara, korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan / atau
tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/ atau Wakil Presiden
sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2.2 Sejarah MK
Sejarah berdirinya lembaga Mahkamah
Konstitusi diawali dengan Perubahan Ketiga UUD 1945 dalam pasal 24 ayat (2),
pasal 24C, dan pasal 7B yang disahkan pada 9 November 2001. Ssetelah
disahkannya Perubahan Ketiga UUD 1945, maka dalam rangka menunggu pembentukan
Mahkamah Konstitusi, MPR menetapkan Mahkamah Agung menjalankan fungsi MK untuk sebagaimana
diatur dalam pasal III aturan peralihan UUD 1945 hasil perubahan Keempat.
DPR dan Pemerintah kemudian membuat
Rancangan Undang-Undang tantang Mahkamah Konstitusi. Setelah melalui pembahasan
mendalam , DPR dan Pemerintah menyetujui secara bersama Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2003 tentang mahkamah Konstitusi pada 13 agustus 2003 dan disahkan oleh
Presiden pada hari itu. Dua hari kemudian, pada tanggal 15 Agustus 2003,
Presiden mengambil sumpah jabatan para hakim konstitusi diistana Negara pada tanggal
16 agustus 2003.
Ketua Mahkamah Konstitusi RI yang
pertama adalah Prof. dr . jimli Asshiddiqie SH. Guru Besar hukum tata Negara
Unoversitas Indonesia kelahiran 17 April 1956 ini terpilih pada rapat internal
antara anggota hukum Mahkamah Konstitusi tanggal 19 Agustus 2003.
Perbandingan MK dengan Negara lain
Sejarah pengujian (judicial review)
dapat dikatakan dimulai sejak kasus Marbury versus Madison ketika Mahkamah
Agung Amerika Serikat yang dipimpin oleh Marsall pada tahun 1803. sejak itu,
ide penguji UU menjadi popular dan secara luas didiskusikan
dimana-mana. Ide ini juga mempengaruhi sehingga “ The Fouding Fathers “
Indonesia dalam siding BPUPKI tanggal 15 juli
1945 mendiskusikannya secara mendalam.
Muhammad Yamin yang pertama sekali
mengusulkan agar Mahkamah Agung diberikan kewenangan untuk “ …membandingkan
UU…” demikian setelah itu. Akan tetapi ide ini ditolak oleh Soepomo karena
dinilai tidak sesuai dengan paradigma yang telah disepakati dalam rangka
penyusunan UUD 1945, yaitu bahwa UUD Indonesia menganut sistem supremasi MPR dan tidak
menganut ajaran “ trias politica “, sehingga tidak memungkinkan ide pengujian
UU dapat diadopsikan kedalam UUD 1945.
Namun sekarang setelah UUD 1945
mengalami perubahan 4 kali paradigma pemikiran yang terkandung didalamnya jelas
sudah berubah secara mendasar. Sekarang, UUD 1945 tidak lagi mengenal prinsip
supremasi parlemen seperti sebelumnya, jika sebelumnya MPR dianggap sebagai
pelaku kedaulatan rakyat sepenuhnya dan sebagai penjelmaan seluruh rakyat yang mempunyai
kedudukan tertinggi dan dengan kekuasaan yang tidak terbatas, maka sekarang
setelah perubahan keempat UUD 1945, MPR itu bukan lagi lembaga satu-satunya
sebagai pelaku kedaulatan rakyat. Karena Presiden dan/ atau Wakil Presiden
dipilih secara langsung oleh rakyat maka disamping MPR, DPR, dan DPD sebagai
pelaku kedaulatan rakyat dibidang legislative.
Bahkan seperti itu juga terjadi
disemua Negara-negara lain yang sebelumnya menganut sistem supremasi parlemen dan kemudian
berubah menjadi Negara demokrasi, fungsi pengujian UU ditambah fungsi-fungsi
lainnya itu selalu dilembagakan kedalam fungsi lembaga Mahkamah Konstitusi yang
berdiri sendiri diluar Mahkamah Agung. Kecenderungan seperti ini dapat dilihat
disemua Negara eks komunis yang sebelumnya menganut prinsip supremasi parlemen
lalu kemudian berubah menjadi demokrasi, selalu membentuk MK yang berdiri
sensiri diluar MA.
Ada beberapa jenis lembaga Mahkamah
Konstitusi yang berbeda dari Negara yang satu dengan yang lainnya. Seperti
nagara Venezuela dimana Mahkamah Konstitusinya berada dalam Mahkamah Agung. Ada
pula Negara yang tidak membentuk lembaganya sendiri, melainkan menganggapnya
cukup mengaitkan fungsi mahkamah ini sebagai salah satu fungsi tambahan dari
fungsi Mahkamah Agung yang telah ada. Amerika serikat dan semua Negara yang
dipengaruhinya menganut pandangan seperti ini juga.
Akan tetapi, sampai sekarang
diseluruh dunia terdapat 78 negara yang melembagakan bentuk-bentuk organ
konstitusi ini sebagai lembaga tersendiri diluar lembaga Mahkamah
Agung. Negara pertama yang tercatat mempelopori pembentukan lembaga baru ini
adalah Austria tahun 1920, dan terakhir adalah Thailand tahun 1998 dan
selanjutnya Indonesia yang menjadi Negara ke-78 yang membentuk lembaga baru ini
diluar Mahkamah Agung.
Namun, diantara ke-78 negara itu
tidak semua menyebutkan dengan Mahkamah Konstitusi. Negara-Negara yang
dipengaruhi oleh Prancis menyebutnya Dewan Konstitusi, sementara Belgia
menyebutnya Arbitrase Konstitusional. Orang-orang Prancis cenderung demikian ,
karena lembaga ini tidak menganggap sebagai peradilan dalam arti Lazim. Karena
itu para anggotanya tidak disebut Hakim. Terlepas dari perbedaan ini, yang
jelas di 78 negara itu, Mahkamah Konstitusi dilembagakan tersendiri diluar
Mahkamah Agung.
Kedua nilai ini perlu dipisahkan
karena pada hakikatnya keduanya memang berbeda. Mahkamah Agung lebih merupakan
“ Pengadilan Keadilan “ Sedangkan Mahkamah Konstitusi l;ebih berkenaan
dengan “ Lembaga Peradilan Hukum“. Memang tidak dapat dibedakan
seratus persen dan mutlak sebagai “ Court of Justice versus Court of Law “ yang
sering didiskusikan sebelumnya .
DPR dan pemerintah membuat rancangan
Undang-Undang tentang Mahkamh Konstitusi. Setelah melalui pembahasan mendalam
kemudian menyetujui Undang-Undang tersebut, ketua Mahkamah Konstitusi RI yang
pertama Guu Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia terpilih dalam rapat
internal antar anggota hakim Mahkamah Konstitusi pada tanggal 19 Agustus 2003
dan menjadi orang pertama dalam Mahkamah Konstitusi.
2. Awalnya semua kegiatan diserahkan
kepada Mahkamah Konstitusi sehingga Mahkamah Agung dapat berkonsentrasi
menangani perkara-perkara yang diharapkan dapat mewujudkan suatu rasa keadilan
bagi setiap warga negaranya. Akan tetapi, Nyatanya UUD 1945 tetap memberikan
kewenangan pengujian terhadap peraturan dibawah UU kepada Mahkamah Agung.
Dipihak lain, Mahkamah Konstitusi diberi tugas dan kewajiban memutuskan dan
membuktikan unsur-unsur kesalahan dan tanggung jawab Pidana Presiden dan/ atau
Wakil Presiden yang menurut pendapat DPR telah melakukan pelanggaran hukum
menurut UUD seperti sengketa Pemilu dan tuntutan pembubaran suatu partai
politik. Perkara-perkara semacam ini berkaitan erat dengan hak dan kebebasan
para warganegara dalam dinamika sistem politik demokratis yang dijamin
oleh UUD 1945. Karena itu, fungsi-fungsi penyelesaian sengketa atas hasil
pemilihan umum dan pembubaran partai politik juga dikaitkan dengan kewenangan,
melainkan menganggapnya cukup mengaitkan fungsi mahkamah ini sebagai salah satu
fungsi tambahan dari fungsi Mahkamah Agung yang telah ada. Amerika serikat dan
semua Negara yang dipengaruhinya menganut pandangan seperti ini juga.
2.3 Kewenangan dan Hak MK
Menurut Undang-Undang Dasar 1945,
kewajiban dan kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah :
1.Berwenang mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusnya bersifat final untuk:
- Menguji Undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945
- Memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD 1945
- Memutuskan pembubaran partai politik, dan
- Memutuskan perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum
- Wajib memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan
Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden
menurut UUD 1945
2. Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan
atas pendapat DPR bahwa Presiden dan Wakil Presiden diduga telah melakukan
pelanggaran hukum beruppa pengkhiyanatan terhadap Negara, penyuapan, tindak
pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan /atau tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden dan / atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945.
3.Ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berupa :
a. Pengkhianatan terhadap Negara adalah tindak pidana
terhadap keamanan Negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang.
b. Korupsi dan penyuapan adalah tindak pidana korupsi atau
penyuapan sebagaiana diatur dalam Undang-Undang
c. Tindak pidana berat lainnya adalah tindak pidana yang
diancam dengan pudana penjara 5 (lima ) tahun atau lebih
d. Perbuatan yang tercela adalah perbuatan yang dapat
merendahkan martabat Presiden dan /atau Wakil Presiden
e. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/ Wakil
Presiden adalah syarat sebagaimana ditentukan dalam pasal 6 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Dasar 1945 menentukan bahwa MK mempunyai 4 Kewenangan
Konstitusional yaitu :
1. Menguji undang-undang terhadap UUD
2. Memutuskan sengketa kewenangan
antara lembaga yang kewenangannya diberikan oleh UUD.
3. Memutuskan sengketa hasil pemilu
4. Memutuskan pembubaran partai politik
Sementara kewajiban Konstitusi MK adalah memutuskan pendapat
DPR bahwa Presiden dan/ atau Wakil Presiden telah bersalah melakukan
pelanggaran hukum ataupun tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Presiden dan/
atau Wakil Presiden seperti yang dimaksud dalam UUD 1945. Tanpa harus mengecilkan arti
kewenangan lainnya dan apalagi tidak cukup ruang untuk membahasnya dalam
makalah singkat ini, maka dari keempat kewenangan dan satu kewajiban
konstitusional tersebut, yang dapat dikatakan paling banyak mendapat sorotan di
dunia ilmu pengetahuan adalah pengujian atas Konstitusionalitas.
2.3 Tanggung Jawab dan akuntabilitas MK
Mahkamah Konstitusi bertanggung
jawab mengatur organisasi, personalia, administrasi, dan keuangan sesuai dengan
prinsip pemerintahan yang baik dan bersih.
Mahkamah
Konstitusi wajib mengumumkan laporan berkala kepada masyarakat secara terbuka
mengenai :
- Permohonan yang terdaftar, diperiksa, dan diputuskan.
- Pengelolaan keuangan dan tugas administrasi Negara
lainnya.
Laporan sebagaimana dimaksud diatas
dimuat dalam berita berkala yang diterbitkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Hakim Konstitusi
Hakim Konstitusi harus mempunyai syarat sebagai berikut :
1. Memiliki integritas dan kepribadian
yang tidak tercela
2. Adil, dan
3. Negarawan yang menguasai konstitusi
dan ketatanegaraan.
Untuk dapat diangkat menjadi hakim
konstitusi seorang calon harus memenuhi syarat diantaranya :
1. Warga Negara Indonesia
2. Berpendidikan sarjana hukum
3. Berusia sekurang-kurangnya 40 tahun
pada saat pengangkatan
4. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara
berdasarkan putusan pengadilan yang lebih memperoleh kekuatan hukum tetap
karena tidak melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5
(lima) tahun atau lebih ;
5. Tidak sedang dinyatakan pailit
berdasarkan putusan pengadilan ; dan
6. Mempunyai pengalaman kerja dibidang
hukum sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun.
Mahkamah Konstitusi mempunyai 9
Hakim Konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden. Hakim Konstitusi diajukan
masing-masing 3 orang oleh Mahkamah Agung. 3 orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat
, dan tiga orang oleh Presiden. Masa jabatan Konstitusi adalah 5 tahun, dan
dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
Hakim Konstitusi Periode 2003-2008
adalah :
1. Jimly Asshiddiqie
2. Mohamad Laela Marzuki
3. Abdul Muktie Fadjar
4. Achmad Roestandi
5. H.A.S. Natabaya
6. Harjono
7. I Dewa Gede Palguna
8. Maruarar Siahaan
9. Soedarsono
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Salah satu produk informasi ketatanegaraan yang kita bangun
setelah perubahan pertama (1999), kedua (2000), ketiga (2001), dan keempat
(2002), UUD 1945 adalah dibentuknya MK yang kedudukannya sederajat dengan dan
diluar Mahkamah Agung (MA). MK dibentuk dengan maksud mengawal dan menjaga agar
konstitusi sebagai Hukum tertinggi (the supreme law of the land ) benar-benar
dijalankan atau ditegakan dalam penyelenggaran kehidupan kenegaraan sesuai
dengan prinsip-prinsip negara Hukum modern, dimana Hukumlah yang menjadi factor
bagi penentu bagi keseluruhan dinamika kehidupan sosial, ekonomi, dan politik
suatu bangsa.
3.2 Saran
Berdasarkan hal tersebut diatas
sudahlah pasti Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu Mahkamah yang paling
tinggi bersama Mahkamah Agung , Mahkamah Agung hanya memperhubungkan dengan
Undang-Undang, dan Peraturan Daerah, sedangkan Mahkamah Konstitusi (Judicial
review) menempatkan UUD 1945, Undang-undang, yang mengkaji Undang-undang dengan
UUD 1945. Agar maksud tersebut bisa dicanangkan maka hendaklah pemerintah
seperti Presiden dan/ atau Wakil Presiden tidak melakukan hal-hal yang membuat
kesalahan yang tidak bertanggung jawab karena Mahkamah Konstitusi akan menindak
dengan tegas setiap pelanggaran yang terjadi.
Daftar Pustaka
Jimly Asshiddiqie.2006.Perkembangan dan Konsolidasi
Lembaga Negara Pasca Reformasi.Jakarta: Konstitusi Press bekerjasama
dengan PT.Syaamil Cipta Media
Ni’matul huda.2005. Hukum
Tata Negara Indonesia.Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada
Undang-Undang:
Undang – Undang Dasar RI 1945
Undang – Undang Nomor 24 tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi
Internet:
artikel Jimly Asshiddiqie “Kedudukan Mahkamah
Konstitusi Dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia”
Taufiqurrohman, Syahuri, Tafsir konstitui berbagai aspek
hukum.Jakarta: Kencana, 2011.