Sabtu, 31 Januari 2015

Yang Senangtiasa Ter-DIAM

Yang Senangtiasa  ter-DIAM.

Ada masalah kau diam.
Tidak ada masalah kau diam.
Kita berdiskusi kau diam.
Kita berdebat kau diam.
Pendiam adalah predicatemu....
Itulah kau yang sebenarnya !
Aku pernah berkata dalam satu tulisanku.....
“TERDIAM YANG SEPANTASNYA ADALAH KEBOHONGAN DAN KEBODOHAN”.
Tak selayaknya kau terus terdiam.
Sekali-kali kau harus bersuara nyaring dan keras.
Dentuman suara yang mengusik keramaian.
Aku bingung (confuse)....
Aku pernah berpikir bahwa.....
Mungkin kau bisu dalam ketenaganmu dan merontah dalam jiwamu.
Diam itu kau tunjukkan sebagai cara berbicaramu....
Dan cara berkomunikasimu.
Tapi itu salah....
Salah menilai situasi dan kondisi
Ketika kau diam, kau semakin tidak terlihat jelas.
Kami tidak tahu, sebenarnya kau mau apa ?
Mungkinkah kau ingin mengatakan sesuatu ?
Atau malah tidak mengatakan sesuatu ?
Kau konsisten dengan sikap diam ?
HhmM....sungguh diam itu adalah sikap absurd.
Sikap yang menunjukan sesuatu jelas atau tidak jelas.
Jelas tidaknya adalah sama-sama tidak jelas.
Bagimu semuanya tidak jelas.
Jika kau terus saja diam maka suatu saat engkau akan terbungkam.
Engkau akan diperkosa dengan penyesalan bertubi-tubi....
Engkau akan ditelanjangi secara tidak wajar
Sampai kau tidak lagi diam.....
Tapi kau terus berbicara seputar penyesalannmu....
Dan apa yang kau rasakan.
Dan itulah ekspektasi mayoritas.

Febri Ramadhani
Mahasiswa Ilmu Hukum UIN Alauddin Makassar

Jumat, 30 Januari 2015

Pengangguran di Sekitarku

PENGANGGURAN DI SEKITARKU.

Ada sebuah kata-kata bijak yang mengatakan:
“Jiwa muda adalah jiwa yang barapi-api”.
Tapi tidak dengan orang di sekitarku.
Banyak sekali pengangguran yang berkeliaran.
Ke sana, ke sini....
Tanpa ada tujuan yang jelas.
Layaknya manusia yang tersesat dan mengembara dalam ketidakpastian.
Istilahnya: A man  unknown.
Generasi yang seharusnya menentukan kehidupan bangsa kedepannya,
Ternyata terisolasi dalam dunia yang begitu luas.
Kehidupan yang monoton, dan seolah tidak ada perubahan hari demi hari.
Perubahan tahun demi tahun.
Bahkan abad demi abad.
Ironi kepemudaan karena pengangguran.
Aku heran, mungkin terlalu eksentrik.
Pemuda yang seolah-olah tidak memperdulikan masa depannya.
Atau acuh tak acuh.
Malai dari pagi, siang, sore, malam, tengah malam bahkan waktu subuh....
Pekerjaannya sama, tidak ada perbedaan.
Tidak ada perubahan.
Saya katakan tak berharga....
Tak bernilai....
But it’s  just Killing time.
Hanya bercanda tawa dan bersenda gurau setiap hari....
Duduk termenung....
Duduk berpangku tangan.
Sekali-kali berkelahi....
Memberontak....
Kriminalisasi....
Dan menciptakan kegaduhan.
Bagaikan sampah masyarakat.
SAMPAH yang melakukan transformasi menjadi patologi sosial.
Aku bingung, apa sebenarnya yang dia tunggu ?
Menunggu kesuksesan ? Sukses adalah perjuangan bukan berpangku tangan.
Inilah problematika sosial yang sangat kronis
Di sekitarku....
Anak muda yang kuat, tapi tidak bekerja.
Anak yang berjiwa muda tapi payah...!
Mudah menyerah.
Mereka pengangguran.
Mereka tidak bisa diharapkan.
Mereka tidak bisa mengemban amanah.
Dan mungkin mereka ” manusia termarginalkan dalam dunia kesuksesan”.
Atau mungkin tak peduli kesuksesan !
Ironi pengangguran !!!

Febri Ramadhani
Mahasiswa Ilmu Hukum UIN Alauddin Makassar

Aku ingin ditelanjangi secara intelektual

Aku ingin ditelanjangi secara intelektual !

Cak Nur pernah mengatakan “Bahwa kebenaran haruslah ditelanjangi”.
Febri Ramadhani mengatakan “ Manusia sejatinya adalah pencari kebenaran”.

Telanjang adalah kata yang mungkin terlalu vulgar.
Vulgar bagi masyarakat awam.
Bahkan masyarakat kota....
Masyarakat kota yang  awam.
Akan aku luruskan....
Aku kujelaskan....
Aku interpretasikan....
Aku... dan semuanya terhadapmu...

Sejarah panjang telah mencatat hiruk pikuk dunia intelektual.
Tidak ada suatu perlawanan tanpa intervensi kaum intelektual.
Hingar-bingar Kaum intektual merambah kesegala penjuru.
Masuk dalam berbagai sisi-sisi kehidupan.
Menyelamatkan bukan melumatkan.
Menumpas penindasan.
Segalanya adalah kaum intelektul.
Dunia intelektual yang sarat akan perjuangan dan pengorbanan.....
Aku rindu dengan dunia diskusi....
Aku rindu dengan dunia perdebatan....
Aku rindu dengan penelanjangan keilmuan
Khususnya penelanjangan intelektual.
Dalam diskusi aku bisa mengetahui...
Kekuranganku,
Kecukupanku,
Kelemahanku,
Kehebatanku,
Retorikaku,
Dan semuanya tengtang diriku.
Aku ingin terlihat bodoh karena tak mampu menjawab,
Terlihat bodoh karena memang tidak tahu.
Yah...BODOH.
Kebodohan ini hanya bersifat sementara, bukan selamanya.
Biarlah ditelanjangi keilmuanku...
Pengetahuanku....
Kapasitasku....
Kapabiitasku....
Oh...Tuhan....
Setelah aku ditelanjangi...
Perlihatkanlah apa yang sebenarnya kemampuanku.
Dan apa yang sebenarnya kelemahanku.
Apakah aku akan menjadi orang cerdas ?
Atau tetap menjadi orang Bodoh ?
Aku membenci konsistensi terhadap kebodohan.
Aku lebih memilih sikap munafik untuk mengharapkan kecerdasan.
Orientasiku adalah progresifitas bukan regresifitas.
JUJUR...,
AKU INGIN MENJADI ORANG CERDAS !!!

Febri Ramadhani
Mahasiswa Ilmu Hukum UIN Alauddin Makassar

Senin, 26 Januari 2015

KESERAKAHAN

Keserakahan

Manusia adalah makhluk yang mempunyai hasrat untuk memiliki....
Memiliki sesuatu....
Tidak bisa dipungkiri,
Bahwa ada sebagian manusia yang  menginginkan segalanya...
Segalanya untuk dimiliki...
Akhirnya apa ?
Segala cara digunakan untuk memiliki....
Memiliki segala sesuatu.
Dengan cara apapun
Misalnya saja,
Uang.....
Adalah primadona manusia di dunia ini,
Primadona bagi manusia sekarang.
Mereka yang menginginkan sesuatu dengan segala cara...
Cara haram....
Cara licik....
Cara memfitnah....
Menggelapkan....
Menyelundupkan....
Membohongi....
Atau yang trending topic....
Adalah dengan cara korupsi.
Saling menjatuhkan....
Menjatuhkan tanpa rasa kemanusiaan
Menjatuhkan tanpa rasio kemanusiaan.
Diperbudak atas dasar Kemunafikan.
Membuat topeng halal dibalik keharaman sesuatu....
Hipokrit....
itulah namanya !
Akhirnya mereka mendapatkan.....
Segalanya didapatkan karena nafsu...
Nafsu kemanusiaannya yang haram.
Sehingga itulah saya katakan  manusia SERAKAH.
Yah....
Manusia SERAKAH.
Bahasa sederhana,
Diberikan HATI mereka minta JANTUNG.
Bahkan meminta nyawa....
Nyawa keserakahan.

Febri Ramadhani
Mahasiswa Ilmu Hukum UIN Alauddin Makassar

APATIS

APATIS (tidak peduli dan masa bodoh).

Apa yang terjadi kawan...?
Ah....
Ada apa dengan negara ?
Ah....
Politik itu kotor katanya ?
Ah....
Bagaimana penegakan hukum ? Baik atau tidak ?
Ah...
Bagaimana solusimu terhadap permasalahan di negara ini ?
Ah...
Bagaimana kau ini ? 
Apa  pendapatmu ?
Apa sajalah menurutmu ?
Ah...
Ah...
Ah...
Nyaman....
Aku nyman....
AKU TAK PEDULI.
Bodoh amat...!!!

Febri Ramadhani
Mahasiswa Ilmu Hukum UIN Alauddin Makassar

Aktivis Hipokrit !

Aktivis hipokrit !

Nafas terengah-engah
lekas mati untuk saat ini
esok mungkin tidak lagi.
Mati suri adalah istilah dalam Islam.
Tapi tidak untuk yang lain
jiwa mereka yang dulu berkoar-koar
menyuarakan multilitas suara-suara....
kebenaran,
Keadilan,
Kesetaraan,
Kesejahtraan,
sekarang membisu.
Bisu ?
Ya...bisu.
tak bersuara
Mungkin saja dia takut.
Mungkin saja dia ragu.
Mungkin saja dia sudah amnesia sosial.
Atau...?
Ah...mungkin saja.
Hanya desingan-desingan hening terdengar
kata-kata indah dan begitu puitis
yang dulu terangkai
ahh...kini tak ada lagi
Dulu....
Suara nyaring mengusik pejalan kaki
Keringat bercucuran di tengah jalan
Bendera perjuangan terpampang dengan jelas.
Keringatmu tidak lagi murni sebagai keringat,
Tapi telah bercampur dengan darah....
Kau yang dulu ingin menegakkan keadilan
Sekarang megkhianat dan berbalik arah
Kau melanggar keadilan
Kau melabrak keadilan
Sikapmu acuh tak acuh
Masa bodoh....
Tidak peduli lagi terhadap yang pernah kau bela.
Atau Mereka mungkin....?
Mungkin saja sudah enak.
Mungkin saja sudah puas.
Atau...?
Mendapatkan surga yang dulu mereka tentang.
Mereka caci maki.
Dan lain sebagainya.
Pokoknya....
Ada aktivis hipokrit !!!

Febri Ramadhani
Mahasiswa Ilmu Hukum UIN Alauddin Makassar

PENGANGGURAN KARENA TERABAIKAN

PENGANGGURAN KARENA TERABAIKAN

Negara harusnya menjamin kelangsungan hidup setiap warga negaranya.
Tidak ada lagi kematian karena kelaparan.
Kelaparan karena tidak makan.
Tidak makan karena tidak punya pekerjaan.
Ujungnya adalah pengangguran.
Itulah esensi dan subtansi pengangguran.
Pengangguran karena terabaikan.
Negara harus menyediakan lapangan pekerjaan.
Itu sudah cukup !
Cukup untuk mengatasi pengangguran.
Negara tidak boleh lagi abai....
Negara harus menjamin.
Sekali lagi menjamin.
Menjamin kesejahtraan dan kemakmuran rakyat.
Menumpaskan pengangguran, bukan menambah pengangguran.
Apa dan bagaimana caranya...?
Tidak lain dan tidak bukan....
Berikan PEKERJAAN.

Febri Ramadhani
Mahasiswa Ilmu Hukum UIN Alauddin Makassar

MENJADI PEMBERONTAK DI NEGERI DONGENG

MENJADI PEMBERONTAK DI NEGERI DONGENG
Karya : Afiq Rafif Rabani Sukri

Aku ingin menjadi pemberontak, 
Pemberontakan kecil-kecilan
Karena tangan ku tak cukup kuat
Untuk menghantam ketidakadilan
Aku ingin membakar api revolusi, 
revolusi kata-kata dan tulisan-tulisan
Sebab suara ku tak cukup nyaring
untuk meneriaki kesewenang – wenangan
Angin kencang
Yang dulu menghembuskan badai perubahan
Kini raib membentur dinding kekuasaan....
Gelombang dahsyat
Yang dulu mengirimkan air bah perlawanan
Kini lenyap diserap tanah kerakusan
Sudah makmur kah negeriku ? kuharap
Sudah sejahterakah rakyatnya ? semoga
Tapi saat kusaksikan, 
masih ada pemulung
Yang mengorek-ngorek sampah
Demi mengais nafkah kehidupan
sementara kaum terhormat
membuang-buang uangnya
ditempat-tempat pelesiran
masih ada seorang ibu
yang karena mencuri buah kapuk
demi menjamin kehidupan anak-anaknya
harus dipenjarakan,
masih banyak TKI yang dihukum mati
karena melawan majikan yang ingin mendzoliminya
sementara ratu pencuri
membangun istananya
dibalik benteng-benteng penjara
tiap malam bisa bebas keluyuran
dan Raja raja pencuri
bebas berwisata ke luar negeri
dan bahkan mengindahkan panggilan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
oh inilah ironi negeriku, 
sebuah negeri dongeng
akan kehebatan masa lalu
oh aku muak, aku ingin muntah, 
memuntahkan lahar amarah
oh aku ingin berteriak, 
menumpahkan caci maki dan sumpah serapah
oh kepada siapa lagi aku mesti berkeluh kesah
sedangkan kodok, kecoak, kadal, semut
dan jangkrik pun enggan bersuara….


Febri Ramadhani
Mahasiswa Ilmu Hukum UIN Alauddin Makassar

Minggu, 18 Januari 2015

Aku dan Kota Besar

Aku dan Kota besar.

Pada hari itu aku berjalan menuju kota....
Kota yang amat ramai....
Tapi BISING.
Banyak POLUSI...
Pertamanya...Niat dan asah dapat menjadi orang kota.
Ternyata TIDAK !
TIDAK !
Kota besar bukan tempat yang nyaman untuk orang-orang dari kampung.
Ya... BUKAN.
Tempat yang hanya nyaman untuk orang-orang kota, Toh saja.
Orang yang serba mewah.
Perilaku hidup hedonis dll...
Begitu banyaknya permasalahan di kota besar....
Moral....
Etika.....
Kriminal....
Dll....
Semua itu berawal dari faktor pengaruh budaya dan kebiasaan masyarakat kota.
Individualisme bukan kolektivisme.
Heterogenitas bukan homogenitas.
Kosmopolitan dan Metropolitan
Belum lagi proses internalisasi budaya yang kebablasan.....
Westwernisasi (kebarat-baratan)
Globalisasi budaya,
Masyarakat yang cenderung komsumtif bukan produktif.
Itulah realitas.
Aku dan Kota besar.

Febri Ramadhani
Mahasiswa Ilmu Hukum UIN Alauddin Makassar.

Selasa, 13 Januari 2015

Jeritan Negeri Menunggangi Tangis Rakyat

"Jeritan Negeri Menunggangi Tangis Rakyat"
Media massa mengusik telinga ini
Seolah tak jemu.
Seorang Tuna rungu memang tak mendengar
alangkah sedihnya mereka.
Tapi lebih sedih kita yang normal,
tak seperti mereka yang abnormal.
Kami mendengar, melihat , merasakan.
Problema negeri ini tanggungan kita
Sebagai generasi kader Penerus bangsa.

Pamflet kebatilan yang terus dipublikasikan kepada Rakyatnya, membuatnya kapok bergeming.
Begitu dangkalnya sumur kehidupan di negeri ini.
Tapi kesejahtraan dan keadilan terlalu dalam untuk ditemui
Tapi, ingat....
Tidak semuanya yaahhhh.....

Mengafirmasikan kebenaran adalah suatu keharusan.
kebenaran harusnya ditempatkan pada kebenaran.
Bukan malah sebaliknya.

Analogi sederhana,...
Dari jeritan itu, tak lain" Jangkitan Penyakit.
Bakteri, kuman, dan virus yang menjangkit Bumi Nusantaraku
Tikus-tikus kenyang, perut buncit bertopeng Hipokrit
menjadi term-term bukti Eksistensinya sebagai Troble Maker.
Korupsi layaknya Gurita yang menggrogoti kulit-kulit mulusnya
Aku sebagai Rakyat : Mengakui, Kita bangsa yang LEMAH disamping kita bangsa yang besar.

Itu FAKTA !!!

Ku bukannya pesimistis bahkan skeptis posesif.
Melainkan realitas yang terungkap secara Gamblang.
Pengadilan ditelanjangi sehingga tak berbusana
Malu, tapi mereka tak malu.

Derita hukum yang dihukum dan terhukum
Ya...Tuhan berikan negara kami Hidayah.
Kabut gelap dan Hitam pekat menyelimuti
Mata ini Rabun tak melihat dengan sempurna
Katarak mata ini,
kelopak dan retina mata sudah tebal akan spekulasi
jelasnya ada yang Hipokrit di dalam.
Kalau Begitu, beri kami kacamata
Untuk membaca dengan jelas
jangan sampai ada yang tersisa juga tertutupi
Tradisi dan tragedi Negeriku yang malang.

Pintaku:

Para Yang kami tuakan dan percayakan
Kepercayaan untuk melabuhkan negeri ini ke tempat tujuan
Jangan kandaskan,
Jangan stagnansikan,
jangan ganggu nahkodanya.
Duduk dengan tenang
Dan tetap chek and balance sesama penumpang
Relasi Harmonis tetap dijaga.

Jadikan jiwamu seperti Tuhan dalam dalam diri manusia
dan Manusia dalam diri Tuhan.

Febri Ramadhani
Mahasiswa Ilmu Hukum UIN Alauddin Makassar

Senin, 12 Januari 2015

Curhat Kebangsaan.


















Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang besar. 
Jangan memandang lemah bangsa ini. 
Permasalahan-permasalahan memang merundung dan menggerus setiap arah kebijakan. 
Demoralisasi meluluh lantahkan politik yang suci .
Indonesia tidak hanya dilanda masalah dan musibah. 
Terlepas dari itu, putra-putri bangsa adalah generasi yang haus akan prestasi. 
Baik dalam ranah regional, nasional maupun internasional.
Mengembangkan bakat merupakan salah satu kunci, tapi belajar dan terus belajar adalah suatu keharusan"

Indonesia akan tetap maju dan terus maju.
Hal itu ditentukan oleh setiap pemudanya pada hari ini.



Tulisanku dan penulisanku

Febri Ramadhani
Mahasiswa Ilmu Hukum UIN Alauddin Makassar

Sabtu, 10 Januari 2015

Kritik...

Mitos merupakan bagian dari mistisisme ?

Dunia perlambangan hanya tempat persinggahan.
Satu langkah dalam banyak tahapan.
Kebenaran mutlak ada di mana ?
Relatif ada di mana ?

Mitos bagaikan tangga yang menjulang tinggi .
Menawarkan skeptitisme..
Rasionalitas dalam proporsionalitas.
Hiruk- pikuk Intelektual pun lengah.

Jalan itu terlalu gelap bagi positivistik
Namun,...
Lucu....

Kadang dia yang menolak
Malah dia yang menerima
Bahkan dia sendiri Mengaplikasikannya.


Kritik !!!

Febri Ramadhani
Mahasiswa Ilmu Hukum UIN Alauddin Makassar

Pembohongan Sejarah

PEMBOHONGAN sejarah di Indonesia
Buat Murid dan Guru sejarah di Indonesia.

Informasi mengenai Indonesia pernah di jajah adalah sesuatu hal yang TIDAK BENAR.

Katanya Indonesia di Jajah selama 3 setengah abad.
Atau selam 350 Tahun.

Kalau dilakukan penilaian secara komparatif dengan negara-negara yang terjajah lainnya di dunia... maka bisa ditarik suatu kesimpulan bahwa INDONESIA adalah negara terjajah paling lama di dunia.

Adalah pembohongan secara intelektual yang terjadi di dunia pendidikan. 

"Indonesia kan resmi menjadi negara pada tanggal 17 agustus 1945,
sedangkan penjajahan itu ada sebelum Indonesia merdeka,
atau resmi menjadi suatu negara.
JELAS !
informasi itu TIDAK BENAR.
Informasi tengtang Indonesia yang telah megalamai penjajahan selama 350 tahun.

Jadi yang sebenar-benarnya,
Negara INDONESIA tidak pernah dijajah  !
oleh BELANDA....
Portugis....
Jepang ....
___________________

Yang terjajah itu, Kerajaan-kerajaan dulu yang menghuni Bumi Nusantara.
Terakhir: Jangan permalukan Negara kita ini, hanya karena Informasi sejarah yang keliru bahkan bisa saya dikatakan SALAH.

"Belajar sejarah dan mengamalkan sejarah"

Arwah abadi seorang Penulis".

Febri Ramadhani
Mahasiswa Ilmu Hukum UIN Alauddin Makassar

Jumat, 09 Januari 2015

UUD 1945 in English

UUD 1945

Pembukaan UUD 1945 (dikenal juga sebagai ‘Mukadimah’ atau Preamble) merupakan tulisan pembuka dari UUD 1945. Teks pembukaan ini tidak mengalami perubahan dalam proses Amandemen UUD 1945. Tidak dilakukannya perubahan terhadap Pembukaan ini dapat dipahami karena beberapa alasan:

Pembukaan UUD 1945 mencantumkan landasan (historis) berdirinya Republik Indonesia, yaitu kemerdekaan, yang menjadi hak segala bangsa.

Pembukaan UUD 1945 mengsahkan pembentukan Pemerintahan Republik Indonesia yang berdaulat.

Pembukaan UUD 1945 mencantumkan tujuan negara Republik Indonesia.

Pembukaan UUD 1945 mencantumkan bahwa Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat (menegaskan politik demokrasi di Indonesia).

Pembukaan UUD 1945 mencantumkan landasan idiil kehidupan berbangsa dan bernegara warga negara Indonesia, yaitu Pancasila, yang dijabarkan di Alinea 4.

Naskah Bahasa Indonesia:
UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
PEMBUKAAN
Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatam yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
***
Naskah Bahasa Inggris/English Translation
1945 CONSTITUTION OF THE REPUBLIC OF INDONESIA
PREAMBLE
Whereas independence is a genuine right of all nations and any form of alien occupation should thus be erased from the earth as not in conformity with humanity and justice,
Whereas the struggle of the Indonesian independence movement has reached the blissful point of leading the Indonesian people safely and well before the monumental gate of an independent Indonesian State which shall be free, united, sovereign, just and prosperous,
By the grace of God Almighty and urged by the lofty aspiration to exist as a free nation,
Now therefore, the people of Indonesia declare herewith their independence,
Pursuant to which, in order to form a Government of the State of Indonesia that shall protect the whole people of Indonesia and the entire homeland of Indonesia, and in order to advance general prosperity, to develop the nation’s intellectual life, and to contribute to the implementation of a world order based on freedom, lasting peace and social justice, Indonesia’s National Independence shall be laid down in a Constitution of the State of Indonesia, which is to be established as the State of the Republic of Indonesia with sovereignty of the people and based on the belief in the One and Only God, on just and civilized humanity, on the unity of Indonesia and on democratic rule that is guided by the strength of wisdom resulting from deliberation / representation, so as to realize social justice for all the people of Indonesia.


Febri Ramadhani
Mahasiswa Ilmu Hukum UIN Alauddin Makassar


PANCASILA

PANCASILA

{1} Belief in the one supreme God
Ketuhanan yang maha esa
{2} Just and civilised humanity
Kemanusiaan yang adil dan beradab
{3} The unity of Indonesia
Persatuan Indonesia
{4} Democracy led by the wisdom of deliberations among representatives
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
{5} Social justice for the whole of the people of Indonesia
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia



Febri Ramadhani
Mahasiswa Ilmu Hukum UIN Alauddin Makassar