Minggu, 13 Desember 2015

Aku Dan Topeng-Topengku

Aku Dan Topeng-Topengku

Di penghujung malam ini
Ku lepas topeng-topengku
Ku basuh dengan air suci
Dan ku hapus hingga tak berbekas
                Di pagi hari hingga malam tiba
                Aku terus memakai topeng-topengku
                Memperlihatkannya kepada semua orang
                Mepertunjukkan ke semua orang
Aku si manusia laknat
Aku si manusia keji
Aku si manusia penghianat
Aku si manusia sampah
                Aku ingin bebas dari situasi ini
                Membebaskan diri dari  hidup menghianati
                Rasanyaa ingin ku hancurkan diriku sendiri
                Rasanya ingin ku lebur saja diiriku hingga,
                Tiada satu orangpun yang tahu bahwa aku pernah menjadi manusia berduri


#Nonasinarrr

Maafkan ketidaksempurnaanku

Maafkan ketidaksempurnaanku ini
Aku bukan wanita yang super
Aku hanya wanita biasa yg mencoba ingin menjadi wanita super
Maafkan keegoisanku yang terlalu menggunung
Keegoisan yang tak bisa ku buang
Keegoisan yang membuatmu terluka begitu perih
Maafkan semua lisan kasarku yang pernah terlontarkan
Di sengaja maupun tidak,
Itulah bukti kekhilafanku sebagai wanita di bawah rata-rata
Maafkan kecuekanku yang membuatmu tak nyaman
Kecuekanku lagi-lagi membuktikan aku wanita haus kasih sayang
Cuekku bukan berarti tak peduli
Tetapi ada rasa yang ku pendaam, yang tak bisa ku lontarkan
Rasa membutuhkanmu
Rasa mencintaimu
Rasa memilikimu
Dan rasa bersamamu untuk waktu yang sangat lama
Jangan meninggalkanku
Aku benci melihat setiap kali punggung mu pergi menjauh dari pandanganku
Maafkanlah wanita biasa ini



#Nonasinarrr

Aku mencintaimu


Aku mencintaimu,
Tapi aku lebih mencintai Tuhanku
Aku menyayangimu,
Tapi aku lebih menyayangi Rabbku
Akhlak ku baik karena tuntunan darimu
Kaulah pria yang membawa cahaya bagi hidupku
Cahaya yang begitu ku butuhkan di akhirat nanti
Sedangkan aku, aku hanya wanita biasa
Wanita yang mengiming-imingi surga
Kehadiranmu membuat semuanya berubah
Tetapi di balik lubuk hati terdalamku
Aku akan tetap seperti ini
Akhlakku tak akan pergi ketika kau beranjak pergi
Karena kau hanya penuntun, bukan penyebab perubahanku
Maka,
Ada atau tidak pun dirimu, insyallah
Akhlakku tak akan pergi
Kehillangan memang begitu sakit
Tapi lebih sakit lagi ketika ku kehilangan hati
Untuk mencintai pemilik cinta yang abadi
Yaitu cintaku kepada Maha Segala-galanya


#Nonasinarrr

Rabu, 21 Oktober 2015

Tanpa Maksiat

Hari-hari ini telah jauh terpancing dengan maksiat
membelenggu kesesatan hidup
kuingin hidupku dimaknai dengan keIslaman,
keindahan yang sesuai dengan agamaku yang sempurna
tidak mungkin agamaku melarang MAKSIAT kalau memang itu baik ?
kenapa harus dilarang ?
karena memang tidak baik
laksana cahaya ilmu yang ingin menembus dinding-dinding hidupku,
maksiat adalah penghalang tembusnya cahaya itu.
Tuhan,...
kuingin masa mudaku jauh dari maksiat,
kau hindarkan dari kesesatan hidup
belenggu hidup
ku mau seorang perempuan....
Perempuan shaleh yang kelak melahirkan anak-anak dengan kesucian lahir dan batin

Perempuan yang masa mudanya tanpa MAKSIAT.

KEKUASAAN DAN KORUPSI POLITIK


Semangat untuk memberantas pelaku korupsi politik dalam suatu kekuasaan menjadi urat nadi dalam gerakan anti korupsi. Tidak bisa dipungkiri, hukum telah mencerminkan wajah yang murung dan bersedih ketika menatap menengadah ke atas langit. Masih banyaknya kasus korupsi yang menggerogoti kekuasaan, itu adalah bukti otentik adanya korupsi politik.Korupsi yang bercokol pada dimensi kekuasaan. 

Perilaku kejahatan (criminal) seperti inilah yang membuat masyarakat GEGANA “gelisa galau merana”. Dalam proses dinamika berbangsa dan bernegara, mungkin ada orang yang mengatakan ini adalah step by step menuju kesejahtraan, tapi bagi saya ini adalah proses menuju pada kehancuran bernegara. Negara “tersiksa” dulu baru berbahagia. Dalam pepatah lain, “berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian”

Persepsi kekuasaan yang terbangun dalam mindset masyarakat adalah kewenangan untuk melakukan sesuatu dan sah secara konstitusional. Tapi masyarakat tidak tahu menahu bagaimana menjalankan kekuasaan tersebut ? yang mereka tahu hanyalah jabatan dan kekuasaan.
            
Realitas yang sering diperbincangkan para intelektual hukum, terkait dengan relasi kekuasaan dan korupsi politik. Ada apa dengan kekuasaan ? dengan “kuasa” orang berhak untuk bertindak secara konstitusional begitupun secara inkonstitusional (bertengtangan dengan konstitusi). Untunglah negara kita negara hukum (rechtstaat), bukannya negara kekuasaan (machtstaat). Tetapi yang celaka lagi ketika kewenangan yang yang merugikan rakyat, justru dilegalisasi atau sahkan secara konstitusional.

Seorang Filsuf  Lord Acton pernah berkata “Power tends to corrupt absolut power corrupt absolutely”. Kekuasaan cenderung menyeleweng, kekuasaan mutlak pasti melakukan penyelwengan. itulah menurut Lord Acton. Di mana pada dasarnya memang kekuasaan memungkinkan akan adanya penyelewengan. Perjalanann sejarah Indonesia, sejak kemerdekaan sampai pada masa orde baru, abuse of power sangat jelas terbaca. Terdapat banyak sekali korupsi-korupsi kekuasaan dan korupsi politik yang terjadi. Tapi apa daya ? penegak hukum lumpuh berjalan untuk mengatasi permasalahn hukum tersebut.

Dalam sejarah dunia, banyak terjadi revolusi karena kekuasaan mutlak (absolute) dan maraknya korupsi kekuasaan dan korupsi politik. Bobroknya regulasi hukum dalam suatu negara menjadi faktor utama terjadi semua hal ini. Senada dan seirama realitas sejarah tersebut, seorang ahli hukum dunia, Lawrent Friedment (buku:philosofy of law) mengungkapkan, ada tiga faktor yang berperan penting dalam penegakan hukum. Yang kemudian penulis kontekstualisasikan dengan realitas sosial.

Yang pertama adalah Struktur. Dalam hal ini struktur adalah law enforchement Officer. Orang-orang yang berada dalam institusi hukum. Penegak-penegak hukum. Dalam konteks terjadinya korupsi kekuasaan dan politik itu karena faktor law enforcement officer. Lemahnya orang-orang yang terlibat dalam law enforcement process (penegakan hukum). Dan kemungkinan lainnya adalah kongkalikong antara pemegang kuasa dengan aparat hukum.

Yang kedua adalah Kultur. Dalam hal ini kultur (budaya), menjadi hal yang berpengaruh pula dalam penegakan hukum. Kenapa ? budaya “amplop” yang dianggap lazim dalam kehidupan masyarakat Indonesia menjadi troble maker dalam hukum. Konkritisasinya adalah perilaku suap menyuap. Budaya sogok-menyogok dalam pemilu (pemilihan umum), itu dianggap biasa-biasa saja. Di mana dalam momen-momen pesta demokrasi, uang bergentayangan demi satu suara. Bahkan ekstremnya lagi satu suara dapat dihargai Rp 50.000.00-,. Padahal secara tidak sadar, budaya seperti itulah yang mendasari korupsi politik.

Yang ketiga adalah subtansi (Undang-undang). Peraturan hukum atau perundang undang-undangan yang ada tidak kuat (lemah). Undang-undang yang seharusnya menjadi patron urgent dalam proses penegakan hukum, seharusnya tidak lemah apalagi absurd. Harus mengandung norma yang jelas dan agar tidak ada lagi kekaburan norma.

Itulah yang seringkali “lalai” kita lazimkan munculnya permasalahn hukum. Justru yang kita anggap biasa-biasa saja, malah yang menjadi dasar dari setiap kebobrokan hukum yang terjadi. Masalah kekuasaan dan korupsi politik tidak hanya boleh dipandang sebagai masalah besar tanpa melihat akar-akar permasalahnya.

Rabu, 17 Juni 2015

Organisasi Hukum ILS (Independent Law Student)


SALAM ILS  ! ! !
Febri Ramadhani
Ketua Umum Independent Law Student


Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara Hukum. Hal ini ditegaskan dalam pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang merupakan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini tentu menuntut adanya implementasi pada supremasi konstitusi yang diharapkan dapat mewujudkan cita-cita bangsa secara sehat. Sehingga untuk dapat merealisasikan hal tersebut dibutuhkan insan-insan hukum yang independen, kapabel dan berintegritas.

Selanjutnya, bahwa dalam upaya mencapai tujuan tersebut, peran serta mahasiswa-pun tidak bisa dipandang sebelah mata. Hal ini dikarenakan mahasiswa memiliki peran sebagai agent of change, moral force, and agent of social control. Goresan tinta historis mengabadikan bahwa sejarah pergerakan mahasiswa, turut serta menetukan arah perjalanan masyarakat, bangsa serta negara ini.

Mengingat pula akan jaminan konstitusional terhadap kebebasan berserikat yang tegas ditentukan dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Dengan demikian UUD 1945 secara langsung dan tegas memberikan jaminan atas freedom of association, freedom of assembly, dan freedom of expression.

Oleh karena itu, Independent Law Student (ILS) lahir dan bernafas sebagai organisasi mahasiswa hukum yang menempatkan diri sebagai formula, dalam ragam upaya kontinu untuk mewujudkan mahasiswa hukum yang independen, kapabel dan berintegritas. Untuk kemudian berkembang selayaknya embrio suci yang bertransformasi menjadi insan hukum yang paripurna.

LAHIRNYA ILS

Independent Law Student lahir pada tanggal 20 Maret 2013 di kota Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia. Berawal dari perbincangan sekelompok mahasiswa hukum tentang keresahan terhadap kondisi kesehatan hukum di Republik Indonesia yang kian terpuruk.

Dilatarbelakangi oleh keresahan tersebut maka dibentuklah usaha-usaha untuk mendirikan sebuah organisasi mahasiswa hukum yang menitikberatkan penguatan identitas mahasiswa hukum yang terefleksikan pada nilai-nilai identitas Independent Law Student yang selanjutnya disebut TRISULA. Trisula mencakup tiga nilai dasar identitas kader yang terdiri atas independen, kapabel dan berintegritas.

Independent Law Student adalah organisasi mahasiswa yang merupakan organisasi kader yang begerak di bidang keilmuan dengan konsentrasi hukum dan berasaskan pancasila.


Independent Law Student (ILS) bertujuan untuk mewujudkan mahasiswa hukum yang independent, kapabel dan berintegritas. 

Rabu, 10 Juni 2015

Perempuan Pengganguku


Bukannya aku tidak suka perempuan,
hanya aku sedang lampu kuning !!!
Senja mulai menyapa, malam semakin mendekat dan tibalah aku kembali menulis malam ini,
Indahnya terbayang raut wajahmu, menggubris inginku.
Kepada seoarang perempuan yang selalu menggaguku...
Namanya adalah ....
dikala pagi, siang, sore, malam
aku merasa terusik dan terganggu
tapi kenapa ku tersenyum ? terkadang risih dan terkadang emosi.
itulah permainan rasa.
Kepada seorang perempuan yang selalu menggaguku
kau cantik,
Kau unik,
Kau amazing,
Kau PENGGANGU PIKIRKU.
Menggerogoti setiap hari-hariku
kau dan ke “kau” anmu nyata dan dirimu sendiri
aku jaga jarak supaya merasa dekat
aku dekat supaya jarak tetap terjaga
itulah saling menjaga bagiku.
Aku butuh dan sangat butuh dirinya
Layaknya musafir yang kehausan di padang pasir.
Kini aku berjihad sebagai MAHASISWA,
aku butuh perempuan pengganggu itu untuk menemaniku berjihad !

Perempuan Pengganggu , tolong ganggu Aku !

Minggu, 07 Juni 2015

Konflik Antar-Lembaga Hukum: KPK dan POLRI.

Konflik Antar-Lembaga Hukum: KPK dan POLRI.
Oleh : Febri Ramadhani

Tersiarlah sudah kabar buruk tentang penegakan hukum di Indonesia, kabar yang muncul dari berbagai media pemberitaan nasioanal maupun lokal. Berita apa itu ? tidak lain dan tidak bukan adalah berita seputar konflik antar lembaga hukum di negara ini. Dalam konsep idealitasnya (yang diharapkan) bagi masyarakat dan negara, yaitu koperatifnya antara KPK dan POLRI dalam penegakan hukum di negara ini, khususnya dalam bidang pemberantasan tindak pidana korupsi. Akan tetapi bagaimana dengan realitas antara keduanya ? , keduanya konflik, terutama dengan law enforchement officer-nya. Harmonisasi kelembagaan negara sangat diharapkan dalam memajukan sistem demokrasi dan konsep negara hukum (rechstaat) yang kita anut sampai saat ini. Dalam negara hukum, lembaga negara memiliki peran penting dalam mewujudkan cita-cita kebangsaan kedepannya. Misalnya saja lembaga hukum yang ada di Indonesia seperti, MK, MA, KPK, POLRI, KY.

Dinamika kelembagaan hukum
Indonesia sebenarnya punya banyak sekali lembaga hukum yang secara konstitusional dijelaskan dalam Undang-nundang Dasar (UUD) maupun undang-undang (UU) saja. Hal tersebut memungkinkan terciptanya keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan hukum di negara tercinta ini. Dalam dinamika kelembagaan di Indonesia , ada beberapa jebolan lembaga hukum baru yang menjadi harapan masyarakat Indoensia. Tapi lagi-lagi secara pribadi saya katakan, banyaknya lembaga hukum dan penegak hukum, tidak menjamin kondisi hukum menjadi baik dan tercapai tujuannya. Dengan kata lain, kuantitas tidak menjamin terciptanya kualitas.

Gesekan antara KPK dan POLRI menjadi trending topik dalam beberapa bulan ini. Kedua lembaga hukum ini, sampai-sampai dijuluki si “cicak” dan “buaya”. Siapa cicak ? siapa buaya ? katanya, cicak itu KPK dan buayanya adalah POLRI. Keduanya dipersonifikasikan seperti cerita-serita rakyat terdahulu. Secara logika, sulit untuk si cicak melawan buaya. Dari postur tubuhpun keduanya berbanding terbalik. Dalam bahasa sederhananya: KPK sulit mengalahkan POLRI.

KPK dan POLRI sebagai lembaga hukum yang bertujuan untuk menegakkan hukum, ternyata anomalistik. Harmonisme kelembagaan yang kita harapkan akan berlangsung sehat tapi ternyata sakit parah. Mungkin bisa saya katakan gesekan dan bentruan lembaga hukum KPK dan POLRI telah berlangsung, dan itu fakta.

Kriminalisasi “aktor” lembaga hukum
Law enforchement officer menjadi penentu dalam pengambilan kebijakan dan keputusan terhadap masalah hukum yang terjadi. Itulah saya katakan sebagai “aktor” hukum. Masing-masing lembaga itu sebenarnya punya tokoh masing-masing. Misalnya yang akhir-akhir ini sering disebut KPK punya Abraham samad dan Bambang widjoyanto. POLRI punya Budi Gunawan dan Badroddin Haiti.

Egoisme sektoral pasti ada dalam sebuah lembaga. Itu adalah naluri alamiah manusia yang terinstitusionalisasi dalam sistem berlembaga. KPK yang merupakan lembaga super body artinya memiliki kewenagan yang sangat besar dalam proses melaksanakan tugasnya, terkadang diposisikan sebagai  musuh (enemy) daripada kelompok-kelompok tertentu. KPK yang sangat bersemangat dalam memberantas korupsi, yang sampai saat ini ada beberapa petinggi kepolisian ditangkap, ditahan, dipenjara karena kasus hukum. itu berkat eksistensi KPK.

Isu kriminalisasi pimpinan KPK kembali mencuat setelah beberapa tahun terakhir. Aktor “KPK ” diuji mental hukumnya sebagai penegak hukum. Mereka seolah-olah dicari-carikan kasus hukum. Kasus-kasus lama diungkit kembali agar mereka menjadi lumpuh dalam memberantas korupsi.
Kasus-kasus seperti inilah yang sebenarnya yang menjadi troble maker kehancuran bangsa. Oleh karena itu, diperlukan harmonisasi antar lembaga negara agar mampu bekerja sama dalam mewujudkan cita-cita kebangsaan.

Terkait dengan kisruh KPK dan POLRI, hal yang paling urgent untuk menengahi adalah objektifitas hukum. Disisi lain, juga diperlukan kebijakan-kebijakan pemerintah, yakni dalam hal ini presiden Joko Widodo. Dia harus objektif dan tidak memihak diantara salah satunya. Tidak boleh membawa kepentingan-kepentingan politik dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan.

Karena lembaga KPK dan POLRI adalah lembaga hukum yang tidak boleh dihapuskan salah satunya. Dalam bahasa “romantisnya” KPK dan POLRI tidak pernah tegantikan karena prestasinya dalam menegakkan hukum.

Darah Juang. Hidup Mahasiswa !


Am          F   Am
di sini negeri kami

F      G    F      Am
tempat padi terhampar

Dm        F   G    Am
samuderanya kaya raya

F          G        Am
tanah kami subur, Tuan.

Am            F   Am
di negeri permai ini

F           G         F   Am
berjuta rakyat bersimbah luka

Dm      F      G   Am
anak buruh tak sekolah

F        G        Am
pemuda desa tak kerja

F             C
mereka dirampas haknya

Dm             Am
tergusur dan lapar

Dm                Am
Bunda, relakan darah juang kami

F            G       Am
untuk membebaskan rakyat

F           C
mereka dirampas haknya

Dm             Am
tergusur dan lapar

Dm                Am
Bunda, relakan darah juang kami

F            G       Am

untuk membebaskan rakyat

Kau ini bagaimana atau aku harus bagaimana ?

Kau ini bagaimana atau aku harus bagaimana ?
Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus)

Kau ini bagaimana
Kau bilang aku merdeka, kau memilihkan untukku segalanya
Kau suruh aku berpikir, aku berpikir kau tuduh aku kafir

Aku harus bagaimana
Kau bilang bergeraklah, aku bergerak kau curigai
Kau bilang jangan banyak tingkah, aku diam saja kau waspadai

Kau ini bagaimana
Kau suruh aku memegang prinsip, aku memegang prinsip kau tuduh aku kaku
Kau suruh aku toleran, aku toleran kau bilang aku plin-plan

Aku harus bagaimana
Aku kau suruh maju, aku mau maju kau selimpung kakiku
Kau suruh aku bekerja, aku bekerja kau ganggu aku

Kau ini bagaimana
Kau suruh aku taqwa, khotbah keagamaanmu membuatku sakit jiwa
Kau suruh aku mengikutimu, langkahmu tak jelas arahnya

Aku harus bagaimana
Aku kau suruh menghormati hukum, kebijaksanaanmu menyepelekannya
Aku kau suruh berdisiplin, kau menyontohkan yang lain

Kau ini bagaimana
Kau bilang Tuhan sangat dekat, kau sendiri memanggil-manggilNya dengan pengeras suara setiap saat
Kau bilang kau suka damai, kau ajak aku setiap hari bertikai

Aku harus bagaimana
Aku kau suruh membangun, aku membangun kau merusakkannya
Aku kau suruh menabung, aku menabung kau menghabiskannya

Kau ini bagaimana
Kau suruh aku menggarap sawah, sawahku kau tanami rumah-rumah
Kau bilang aku harus punya rumah, aku punya rumah kau meratakannya dengan tanah

Aku harus bagaimana
Aku kau larang berjudi, permainan spekulasimu menjadi-jadi
Aku kau suruh bertanggung jawab, kau sendiri terus berucap Wallahu A’lam Bisshowab

Kau ini bagaimana
Kau suruh aku jujur, aku jujur kau tipu aku
Kau suruh aku sabar, aku sabar kau injak tengkukku

Aku harus bagaimana
Aku kau suruh memilihmu sebagai wakilku, sudah ku pilih kau bertindak sendiri semaumu
Kau bilang kau selalu memikirkanku, aku sapa saja kau merasa terganggu

Kau ini bagaimana
Kau bilang bicaralah, aku bicara kau bilang aku ceriwis
Kau bilang jangan banyak bicara, aku bungkam kau tuduh aku apatis

Aku harus bagaimana
Kau bilang kritiklah, aku kritik kau marah
Kau bilang carikan alternatifnya, aku kasih alternatif kau bilang jangan mendikte saja

Kau ini bagaimana
Aku bilang terserah kau, kau tidak mau
Aku bilang terserah kita, kau tak suka
Aku bilang terserah aku, kau memakiku

Kau ini bagaimana
Atau aku harus bagaimana
(A. Mustofa Bisri)


Febri Ramadhani

Mahasiswa Ilmu Hukum UIN Alauddin Makassar

Judicial Riview

Nama                    : Febri Ramadhani
Nim                        : 10500113058
Jurusan                : Ilmu Hukum (3&4)
Motto                   : “Jangan pernah menyerah sebelum mencoba, teruslah belajar ! Ingat: tidak ada manusia yang sempurna”. “Sendiri baca buku, berdua diskusi, bertiga revolusi”.

                                “Judicial Riview”

           Dalam proses dinamika perkembangan hukum di negara Indonesia, telah dikenal istilah judicial riview yang berarti umum: hak uji materil. Judicial riview itu mencakup pengujian terhadap suatu norma hukum yang terdiri dari pengujian secara materil maupun secara formil. Pengujian atas materi muatan undang-undang adalah pengujian materiil, sedangkan pengujian atas pembentukan undang-undang adalah pengujian formil. Hak uji materiil digunakan untuk mengajukan uji materiil terhadap norma hukum yang berlaku yang dianggap melanggar hak-hak konstitusional warga negara.

Pada dasarnya, wewenang uji materiil suatu UU ini dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi (“MK”). MK memiliki kewenangan untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (“UU MK”) sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011  (“UU 8/2011”’) dan terakhir denganUndang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 (UU 4/2014):

1.       menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (“UUD 1945”);
2.       memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945;
3.       memutus pembubaran partai politik; dan
4.       memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Kewenangan uji materil oleh mahkamah konstitusi sangatlah besar, karena tidak hanya membatalkan pasal-pasal dari undang-undang. Akan tetapi mahkamah konstitusi juga bisa membatalkan secara keseluruhan dan bahkan undang-undangnya bisa dibatalkan secara keseluruhan.

Suatu kewenangan fantastis lagi terkait dengan Mahkamah konstitusi adalah rancangan undang-undang yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan disetujui oleh Presiden bisa dibatalkan oleh MK. Kenapa bisa ? itulah kewenagan Mahkamah Konstitusi yang terbilang fantastis. Bayangkan, anggota DPR yang jumlahnya ratusan, dan seorang presiden telah menyetujui RUU, bisa dibatalkan oleh Hakim Mahkamah Konstitusi yang jumlahnya hanya Sembilan (9) orang.

Pengujian terhadap produk hukum di Indonesia dibagi dua, yaitu terhadap undang-undang (legislative acts) dan terhadap produk di bawah undang-undang (executive acts). Yang kurang mendapat perhatian dalam studi ilmu hukum selama ini adalah pengujian terhadap produk atau putusan hakim sendiri yang cenderung tidak dipahami berada dalam konteks pengertian ‘judicial review’juga.
Perbedaan kewenagan judicial riview oleh Mahkamah konstitusi dengan Mahkamah Agung adalah, MK menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, sedangkan MA menguji undang-undang terhadap peraturan perundang-undanggan yang ada dibawahnya.

Thanks Ibu....

Dosen Perempuan yang menginspirasi mahasiswa untuk belajar dan terus belajar. Belajar menulis dan belajar berbicara. Itulah  Ibu : “Dr.Andi Safriani.SH.,MH”

By Febri Ramadhani “Ketua Tingkat Ilmu Hukum 3-4”

Rabu, 29 April 2015

Hadirmu Akhir-akhir ini Bungaku....





































Rasanya tak tercakapkan secara indrawi
Apa yang aku rasakan mungkin juga kau rasakan,
Yah, semoga...
Ya, Kuharap

Kau begitu indah, bagaikan sosok bunga tercantik di dunia
Kau mampu menghibur semua lelaki dengan senyum manismu,
Dan dengan kelebihanmu yang tak setara dengan wanita sepertimu
Kau memang tak sempurna di mataku, aku tak bisa memungkiri itu.

Kesempurnaan hanya milik-Nya
Tapi dengan rasaku dan rasioku aku tidak bisa juga menafikkan,
Bahwa kesempurnaan juga ada dalam dirimu bungaku....
Tapi...apabila dirimu menyatu dengan diriku...!

Siang malam menjadi ruang kehadiranmu,
Hadir dalam mimpi, hadir dalam bentuk fisik dan non-fisik.
Kehadiranmu dalam fenomena dan nomena menghiburku.
Aku harap, dengan puisi ini kita tuntas mengarungi hidup bungaku...

Aku bergetar, saat menatap. Dilema dan kecewa.
Keras, terbentur dari dari hati yang terdalam, sungguh dalam....
Semuanya aku sadari, aku mengikhlaskan
Kau telah termiliki bungaku...!!!

Sejak itulah aku bernafas tanpa sadar akan hembusan nafas.
Kepala seolah tidak ada, tapi kenapa rasanya begitu berat dan berbeban ?
Itu karena dirimu bungaku.
Dirimu, hadirmu, ragamu, jiwamu yang termiliki bukan olehku.

Di situlah aku mengikhlaskan ragamu, tapi tidak dengan jiwamu.
Bagiku, pantang bunga yang ku dekap adalah sisa-sisa laki-laki lain
Tapi selama bukan sisa, aku terbuka mendekapmu bunga.
Ingat, selama bukan sisa.

Rabu, 22 April 2015

Imajinasiku menanyakan pendidikan


Tepatkah Imajinasiku ? Pendidikan itu penuh warna....
Di mana orang bisa bermimpi, berkreasi sebebasnya sesuai kemampuannya
Pendidikan itu untuk semua orang dan semua kalangan tanpa diskriminasi,
Ternyata beda dalam realitas ? Anomali....

Pendidikan adalah inti, sekaligus urat nadi peradaban ummat manusia
Tujuannya memanusiakan manusia ?
Manusia yang tidak hanya cerdas akal tapi juga cerdas spiritual.
Pendidikan harus mencetak orang-orang bijak dalam bertutur kata
Apalagi bijak dalam perbuatannya.

apakah karena pendidikan orang menjadi rakus dan tamak bahkan koruptor ?
ya, ketika pendidikan tidak mengajarkan nilai-nilai moralitas.
ketika pendidikan hanya menggariskan tinta materialisme ....
Ambang batas keberhasilan pendidikan adalah hasil dan proses.
Bukan salah satunya. Ingat itu !

Oh...Tuhan,
Aku kira pendidikan mengajarkan kejujuran,
tapi semua itu dapat dibeli karena iming-iming materi.
Orang kaya ingin semakin kaya, seolah tidak ada mati !

Seolah aku menatap pendidikan dengan kacamata buram,
Jelas, objeknya memang buram. Faktanya begitu...
Pendidikan bukan lahan komersialisasi
Pendidikan kita masih perlu berbenah !


Selasa, 14 April 2015

Demokrasi Indonesia: Dalam Masalah Kebebasan Beragama, Berpendapat, Berserikat dan Kebebasan Pers.


Demokrasi adalah sebuah sistem yang berlaku di negara tercinta kita ini. Negara Indonesia namanya. Bukan naif, bukan justkidding, itu fakta. Kita menerapkan sistem demokrasi sudah bertahun-tahun lamanya.

Pertanyaan sederhananya, apa itu demokrasi ? mengapa kita harus berdemokrasi ? mengapa kita menerapkan sistem demokrasi ?

Demokrasi adalah sebuah sistem. Ingat sistem. Bukan tujuan. Bukan pula tujuan bernegara.  Tapi dengan demokrasi kita berharap dapat membumikan tujuan berbangsa dan bernegara kita. Dengan demokrasi kita berharap cita-cita kebangsaan dapat menjadi realitas.

Abraham Lincoln mengatakan, democracy is by the people, from the people and to the people. Artinya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Dalam bahasa konstitusionalnya, pemegang kedaulatan tertinggi dalam negara demokrasi adalah rakyat. Jadi yang berkuasa sebenarnya adalah rakyat, meskipun secara kontekstualisasi berbangsa dan bernegara, rakyat terwakili oleh orang-orang tertentu yang telah dipilihnya.

Perjalanan bangsa Indonesia selama 69 tahun sudah, menyisahkan banyak pertanyaan kritis dan  terus menyisahkan tanda tanya yang belum tersingkap jawabannya. Pertanyaan-pertanyaan yang menggelitik kaum intelektual.

Demokrasi dan kebebasan beragama
Negara Indonesia secara konstitusional, hanya mengakui enam (6) agama. Artinya agama yang resmi di Indonesia. Yakni, Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu. Bagaimana dengan agama-agama yang lainnya ?

Apakah dengan pegakuan 6 agama tersebut memarjinalkan agama yang lain ? karena masih banyak agama-agama di Indonesia yang tersebar sampai ke pelosok daerah sampai daerah perkotaan.

Bagaimana sebenarnya kebebasan beragama itu ? Saya pikir di Indonesia belum sepenuhnya menerapkan “kebebasan beragama”. Sedangkan kebebasan beragama itu di dalam Hak Asasi Manusia (HAM). Dalam pasal 28 E ayat (1) menjadi dasar hukum atas kebebasan beragama. Orang terserah, mau beragama apa,  berkeyakinan apa, beraliran apa, beribadat apa, dan lain sebagainya. Karena itu adalah hak mereka. Dan negara harus menjamin kebebasan beragama seutuhnya. Bukan secara parsial belaka.

Contoh konkrit dalam kebebasan beragama, pluralitas sosial dan pluralitas keber”agama”an. Agama menjadi way of life masyrakat. Terserah pilih yang mana.Asalakan jangan melabrak aturan hukum dengan alasan “kebebasan beragama”.

Konflik Ahmadiyah misalnya dengan golongn tertentu, di mana ahmadiyah di serang, bahkan masjid mereka dibakar. Mereka diusir dengan alasan bertengtangan dengan agama yang lain. Dalam bahasa sosialnya “menyimpang”.

Kebebasan Berpendapat, kebebasan berserikat dan kebebasan pers.
Dalam perjalanan sejarah demokrasi Indonesia, terdapat zaman yang menjadi penjara bagi semua rakyat pada saat itu. Zaman apa ...? zaman orde baru. Atau disebut era orde baru. Era di mana militer berkuasa secara sesukanya. Militer menjadi alat untuk menindas dan meyiksa rakyat.

Demokrasi menjadi label pemanis kediktatoran. Pahit dari segala pahit. Bayangkan saja, Soeharto menjabat sebagai presiden Indonesia pada saat itu selama 32 tahun. Sejak saman itulah pahit dari segala pahit rakyat Indonesia rasakan.

Kebebasan berpendapat tidak ada. Dalam bahasa kasarnya “rakyat, dikunci mulutnya, diikat kakinya. Siapa yang membantah akan dipenjara. Siapa yang memberontak demi keadilan, akan diculik. Siapa yang bersebranagn secara politik, maka dituduh subversif. Itu fakta. Sejarah menjawab semua itu.

Banyak orang-orang kritis dibungkam, hingga tak mampu berbicara apapun. Kalau kembali berbicara, maka malamya dijemput penembak misterius. Dalam artian, mereka mati tanpa sebab yang jelas.

Setiap orang yang mengeluarkan pendapat akan bungkam. Bahkan dibunuh. Lihat saja kasus 1998. Mahasiswa yang menggelar aksi freedom of expression dibantai oleh militer. Sehingga tidak sedikit mahasiswa meninggal dunia pada saat itu
.
Kebebasan berserikat (Pasal 28 E ayat 3)
Belum lagi kebebasan berserikat. Bagaimana kebebasan berserikat pada saat itu ? organisasi-organisasi yang bersebrangan dengan pemerintah harus dimusnahkan. Banyak tokoh-tokoh oraganisasi pada saat itu dipenjarakan tanpa alasan hukum yang jelas. Baru kemudian di era BJ.Habibie oraganisasi bermunculan satu per satu. Karena telah dijamin kebebasan berpendapat.
Kebabasan pers.

Terkait dengan kebebasan pers, ada senuah kata yang menjadi andalan para kawan-kawan wartawan, “lebih baik hidup tanpa negara daripada hidup tanpa pers”

Memang kalau kita kembali membaca sejarah orde baru, seolah kita terlanjur menelan pil pahit dalam rongga-rongga tenggorokan. Pers pada saat itu lagi-lagi dibungkam. Pers diborgol. Wartawan “dikunci mulutnya, diikat kakinya”. Kalau melawan dicekik lehernya.

Itu orde baru, bagaimana dengan era reformasi ? saya pikir, kebebasan pers di era reformasi ini kebablasan. Mengalami diorientasi. Pers yang seharusnya menjadi netral, diantara beberapa pihak, ternyata memihak. Itu yang saya katakan kebablasan dan disorientasi.

Lihat saja, bagaimana lembaga pers dengan jelas telah ditunggangi kepentingan politik. Pers menjadi alat untuk menjalankan kepentingan politik dengan cara berita “palsu” atau berita memihak.

Misalnya TV-TV di Indonesia ini adalah mayoritas milik pejabat partai atau petugas partai. Secara otomatis akan berpengaruh terhadap netralitas dan indpendensi pers. Inilah yang membuat masyarakat bingung, mana informasi yang benar...?

Pers memang harus diberi kebebasan, tapi jangan sampai kebebasan tanpa kendali, kebebasan yang sebebas-bebasnya. Apalagi kebebasan tanpa pengawasan.