Rabu, 17 Juni 2015

Organisasi Hukum ILS (Independent Law Student)


SALAM ILS  ! ! !
Febri Ramadhani
Ketua Umum Independent Law Student


Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara Hukum. Hal ini ditegaskan dalam pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang merupakan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini tentu menuntut adanya implementasi pada supremasi konstitusi yang diharapkan dapat mewujudkan cita-cita bangsa secara sehat. Sehingga untuk dapat merealisasikan hal tersebut dibutuhkan insan-insan hukum yang independen, kapabel dan berintegritas.

Selanjutnya, bahwa dalam upaya mencapai tujuan tersebut, peran serta mahasiswa-pun tidak bisa dipandang sebelah mata. Hal ini dikarenakan mahasiswa memiliki peran sebagai agent of change, moral force, and agent of social control. Goresan tinta historis mengabadikan bahwa sejarah pergerakan mahasiswa, turut serta menetukan arah perjalanan masyarakat, bangsa serta negara ini.

Mengingat pula akan jaminan konstitusional terhadap kebebasan berserikat yang tegas ditentukan dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Dengan demikian UUD 1945 secara langsung dan tegas memberikan jaminan atas freedom of association, freedom of assembly, dan freedom of expression.

Oleh karena itu, Independent Law Student (ILS) lahir dan bernafas sebagai organisasi mahasiswa hukum yang menempatkan diri sebagai formula, dalam ragam upaya kontinu untuk mewujudkan mahasiswa hukum yang independen, kapabel dan berintegritas. Untuk kemudian berkembang selayaknya embrio suci yang bertransformasi menjadi insan hukum yang paripurna.

LAHIRNYA ILS

Independent Law Student lahir pada tanggal 20 Maret 2013 di kota Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia. Berawal dari perbincangan sekelompok mahasiswa hukum tentang keresahan terhadap kondisi kesehatan hukum di Republik Indonesia yang kian terpuruk.

Dilatarbelakangi oleh keresahan tersebut maka dibentuklah usaha-usaha untuk mendirikan sebuah organisasi mahasiswa hukum yang menitikberatkan penguatan identitas mahasiswa hukum yang terefleksikan pada nilai-nilai identitas Independent Law Student yang selanjutnya disebut TRISULA. Trisula mencakup tiga nilai dasar identitas kader yang terdiri atas independen, kapabel dan berintegritas.

Independent Law Student adalah organisasi mahasiswa yang merupakan organisasi kader yang begerak di bidang keilmuan dengan konsentrasi hukum dan berasaskan pancasila.


Independent Law Student (ILS) bertujuan untuk mewujudkan mahasiswa hukum yang independent, kapabel dan berintegritas. 

Rabu, 10 Juni 2015

Perempuan Pengganguku


Bukannya aku tidak suka perempuan,
hanya aku sedang lampu kuning !!!
Senja mulai menyapa, malam semakin mendekat dan tibalah aku kembali menulis malam ini,
Indahnya terbayang raut wajahmu, menggubris inginku.
Kepada seoarang perempuan yang selalu menggaguku...
Namanya adalah ....
dikala pagi, siang, sore, malam
aku merasa terusik dan terganggu
tapi kenapa ku tersenyum ? terkadang risih dan terkadang emosi.
itulah permainan rasa.
Kepada seorang perempuan yang selalu menggaguku
kau cantik,
Kau unik,
Kau amazing,
Kau PENGGANGU PIKIRKU.
Menggerogoti setiap hari-hariku
kau dan ke “kau” anmu nyata dan dirimu sendiri
aku jaga jarak supaya merasa dekat
aku dekat supaya jarak tetap terjaga
itulah saling menjaga bagiku.
Aku butuh dan sangat butuh dirinya
Layaknya musafir yang kehausan di padang pasir.
Kini aku berjihad sebagai MAHASISWA,
aku butuh perempuan pengganggu itu untuk menemaniku berjihad !

Perempuan Pengganggu , tolong ganggu Aku !

Minggu, 07 Juni 2015

Konflik Antar-Lembaga Hukum: KPK dan POLRI.

Konflik Antar-Lembaga Hukum: KPK dan POLRI.
Oleh : Febri Ramadhani

Tersiarlah sudah kabar buruk tentang penegakan hukum di Indonesia, kabar yang muncul dari berbagai media pemberitaan nasioanal maupun lokal. Berita apa itu ? tidak lain dan tidak bukan adalah berita seputar konflik antar lembaga hukum di negara ini. Dalam konsep idealitasnya (yang diharapkan) bagi masyarakat dan negara, yaitu koperatifnya antara KPK dan POLRI dalam penegakan hukum di negara ini, khususnya dalam bidang pemberantasan tindak pidana korupsi. Akan tetapi bagaimana dengan realitas antara keduanya ? , keduanya konflik, terutama dengan law enforchement officer-nya. Harmonisasi kelembagaan negara sangat diharapkan dalam memajukan sistem demokrasi dan konsep negara hukum (rechstaat) yang kita anut sampai saat ini. Dalam negara hukum, lembaga negara memiliki peran penting dalam mewujudkan cita-cita kebangsaan kedepannya. Misalnya saja lembaga hukum yang ada di Indonesia seperti, MK, MA, KPK, POLRI, KY.

Dinamika kelembagaan hukum
Indonesia sebenarnya punya banyak sekali lembaga hukum yang secara konstitusional dijelaskan dalam Undang-nundang Dasar (UUD) maupun undang-undang (UU) saja. Hal tersebut memungkinkan terciptanya keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan hukum di negara tercinta ini. Dalam dinamika kelembagaan di Indonesia , ada beberapa jebolan lembaga hukum baru yang menjadi harapan masyarakat Indoensia. Tapi lagi-lagi secara pribadi saya katakan, banyaknya lembaga hukum dan penegak hukum, tidak menjamin kondisi hukum menjadi baik dan tercapai tujuannya. Dengan kata lain, kuantitas tidak menjamin terciptanya kualitas.

Gesekan antara KPK dan POLRI menjadi trending topik dalam beberapa bulan ini. Kedua lembaga hukum ini, sampai-sampai dijuluki si “cicak” dan “buaya”. Siapa cicak ? siapa buaya ? katanya, cicak itu KPK dan buayanya adalah POLRI. Keduanya dipersonifikasikan seperti cerita-serita rakyat terdahulu. Secara logika, sulit untuk si cicak melawan buaya. Dari postur tubuhpun keduanya berbanding terbalik. Dalam bahasa sederhananya: KPK sulit mengalahkan POLRI.

KPK dan POLRI sebagai lembaga hukum yang bertujuan untuk menegakkan hukum, ternyata anomalistik. Harmonisme kelembagaan yang kita harapkan akan berlangsung sehat tapi ternyata sakit parah. Mungkin bisa saya katakan gesekan dan bentruan lembaga hukum KPK dan POLRI telah berlangsung, dan itu fakta.

Kriminalisasi “aktor” lembaga hukum
Law enforchement officer menjadi penentu dalam pengambilan kebijakan dan keputusan terhadap masalah hukum yang terjadi. Itulah saya katakan sebagai “aktor” hukum. Masing-masing lembaga itu sebenarnya punya tokoh masing-masing. Misalnya yang akhir-akhir ini sering disebut KPK punya Abraham samad dan Bambang widjoyanto. POLRI punya Budi Gunawan dan Badroddin Haiti.

Egoisme sektoral pasti ada dalam sebuah lembaga. Itu adalah naluri alamiah manusia yang terinstitusionalisasi dalam sistem berlembaga. KPK yang merupakan lembaga super body artinya memiliki kewenagan yang sangat besar dalam proses melaksanakan tugasnya, terkadang diposisikan sebagai  musuh (enemy) daripada kelompok-kelompok tertentu. KPK yang sangat bersemangat dalam memberantas korupsi, yang sampai saat ini ada beberapa petinggi kepolisian ditangkap, ditahan, dipenjara karena kasus hukum. itu berkat eksistensi KPK.

Isu kriminalisasi pimpinan KPK kembali mencuat setelah beberapa tahun terakhir. Aktor “KPK ” diuji mental hukumnya sebagai penegak hukum. Mereka seolah-olah dicari-carikan kasus hukum. Kasus-kasus lama diungkit kembali agar mereka menjadi lumpuh dalam memberantas korupsi.
Kasus-kasus seperti inilah yang sebenarnya yang menjadi troble maker kehancuran bangsa. Oleh karena itu, diperlukan harmonisasi antar lembaga negara agar mampu bekerja sama dalam mewujudkan cita-cita kebangsaan.

Terkait dengan kisruh KPK dan POLRI, hal yang paling urgent untuk menengahi adalah objektifitas hukum. Disisi lain, juga diperlukan kebijakan-kebijakan pemerintah, yakni dalam hal ini presiden Joko Widodo. Dia harus objektif dan tidak memihak diantara salah satunya. Tidak boleh membawa kepentingan-kepentingan politik dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan.

Karena lembaga KPK dan POLRI adalah lembaga hukum yang tidak boleh dihapuskan salah satunya. Dalam bahasa “romantisnya” KPK dan POLRI tidak pernah tegantikan karena prestasinya dalam menegakkan hukum.

Darah Juang. Hidup Mahasiswa !


Am          F   Am
di sini negeri kami

F      G    F      Am
tempat padi terhampar

Dm        F   G    Am
samuderanya kaya raya

F          G        Am
tanah kami subur, Tuan.

Am            F   Am
di negeri permai ini

F           G         F   Am
berjuta rakyat bersimbah luka

Dm      F      G   Am
anak buruh tak sekolah

F        G        Am
pemuda desa tak kerja

F             C
mereka dirampas haknya

Dm             Am
tergusur dan lapar

Dm                Am
Bunda, relakan darah juang kami

F            G       Am
untuk membebaskan rakyat

F           C
mereka dirampas haknya

Dm             Am
tergusur dan lapar

Dm                Am
Bunda, relakan darah juang kami

F            G       Am

untuk membebaskan rakyat

Kau ini bagaimana atau aku harus bagaimana ?

Kau ini bagaimana atau aku harus bagaimana ?
Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus)

Kau ini bagaimana
Kau bilang aku merdeka, kau memilihkan untukku segalanya
Kau suruh aku berpikir, aku berpikir kau tuduh aku kafir

Aku harus bagaimana
Kau bilang bergeraklah, aku bergerak kau curigai
Kau bilang jangan banyak tingkah, aku diam saja kau waspadai

Kau ini bagaimana
Kau suruh aku memegang prinsip, aku memegang prinsip kau tuduh aku kaku
Kau suruh aku toleran, aku toleran kau bilang aku plin-plan

Aku harus bagaimana
Aku kau suruh maju, aku mau maju kau selimpung kakiku
Kau suruh aku bekerja, aku bekerja kau ganggu aku

Kau ini bagaimana
Kau suruh aku taqwa, khotbah keagamaanmu membuatku sakit jiwa
Kau suruh aku mengikutimu, langkahmu tak jelas arahnya

Aku harus bagaimana
Aku kau suruh menghormati hukum, kebijaksanaanmu menyepelekannya
Aku kau suruh berdisiplin, kau menyontohkan yang lain

Kau ini bagaimana
Kau bilang Tuhan sangat dekat, kau sendiri memanggil-manggilNya dengan pengeras suara setiap saat
Kau bilang kau suka damai, kau ajak aku setiap hari bertikai

Aku harus bagaimana
Aku kau suruh membangun, aku membangun kau merusakkannya
Aku kau suruh menabung, aku menabung kau menghabiskannya

Kau ini bagaimana
Kau suruh aku menggarap sawah, sawahku kau tanami rumah-rumah
Kau bilang aku harus punya rumah, aku punya rumah kau meratakannya dengan tanah

Aku harus bagaimana
Aku kau larang berjudi, permainan spekulasimu menjadi-jadi
Aku kau suruh bertanggung jawab, kau sendiri terus berucap Wallahu A’lam Bisshowab

Kau ini bagaimana
Kau suruh aku jujur, aku jujur kau tipu aku
Kau suruh aku sabar, aku sabar kau injak tengkukku

Aku harus bagaimana
Aku kau suruh memilihmu sebagai wakilku, sudah ku pilih kau bertindak sendiri semaumu
Kau bilang kau selalu memikirkanku, aku sapa saja kau merasa terganggu

Kau ini bagaimana
Kau bilang bicaralah, aku bicara kau bilang aku ceriwis
Kau bilang jangan banyak bicara, aku bungkam kau tuduh aku apatis

Aku harus bagaimana
Kau bilang kritiklah, aku kritik kau marah
Kau bilang carikan alternatifnya, aku kasih alternatif kau bilang jangan mendikte saja

Kau ini bagaimana
Aku bilang terserah kau, kau tidak mau
Aku bilang terserah kita, kau tak suka
Aku bilang terserah aku, kau memakiku

Kau ini bagaimana
Atau aku harus bagaimana
(A. Mustofa Bisri)


Febri Ramadhani

Mahasiswa Ilmu Hukum UIN Alauddin Makassar

Judicial Riview

Nama                    : Febri Ramadhani
Nim                        : 10500113058
Jurusan                : Ilmu Hukum (3&4)
Motto                   : “Jangan pernah menyerah sebelum mencoba, teruslah belajar ! Ingat: tidak ada manusia yang sempurna”. “Sendiri baca buku, berdua diskusi, bertiga revolusi”.

                                “Judicial Riview”

           Dalam proses dinamika perkembangan hukum di negara Indonesia, telah dikenal istilah judicial riview yang berarti umum: hak uji materil. Judicial riview itu mencakup pengujian terhadap suatu norma hukum yang terdiri dari pengujian secara materil maupun secara formil. Pengujian atas materi muatan undang-undang adalah pengujian materiil, sedangkan pengujian atas pembentukan undang-undang adalah pengujian formil. Hak uji materiil digunakan untuk mengajukan uji materiil terhadap norma hukum yang berlaku yang dianggap melanggar hak-hak konstitusional warga negara.

Pada dasarnya, wewenang uji materiil suatu UU ini dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi (“MK”). MK memiliki kewenangan untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (“UU MK”) sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011  (“UU 8/2011”’) dan terakhir denganUndang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 (UU 4/2014):

1.       menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (“UUD 1945”);
2.       memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945;
3.       memutus pembubaran partai politik; dan
4.       memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Kewenangan uji materil oleh mahkamah konstitusi sangatlah besar, karena tidak hanya membatalkan pasal-pasal dari undang-undang. Akan tetapi mahkamah konstitusi juga bisa membatalkan secara keseluruhan dan bahkan undang-undangnya bisa dibatalkan secara keseluruhan.

Suatu kewenangan fantastis lagi terkait dengan Mahkamah konstitusi adalah rancangan undang-undang yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan disetujui oleh Presiden bisa dibatalkan oleh MK. Kenapa bisa ? itulah kewenagan Mahkamah Konstitusi yang terbilang fantastis. Bayangkan, anggota DPR yang jumlahnya ratusan, dan seorang presiden telah menyetujui RUU, bisa dibatalkan oleh Hakim Mahkamah Konstitusi yang jumlahnya hanya Sembilan (9) orang.

Pengujian terhadap produk hukum di Indonesia dibagi dua, yaitu terhadap undang-undang (legislative acts) dan terhadap produk di bawah undang-undang (executive acts). Yang kurang mendapat perhatian dalam studi ilmu hukum selama ini adalah pengujian terhadap produk atau putusan hakim sendiri yang cenderung tidak dipahami berada dalam konteks pengertian ‘judicial review’juga.
Perbedaan kewenagan judicial riview oleh Mahkamah konstitusi dengan Mahkamah Agung adalah, MK menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, sedangkan MA menguji undang-undang terhadap peraturan perundang-undanggan yang ada dibawahnya.

Thanks Ibu....

Dosen Perempuan yang menginspirasi mahasiswa untuk belajar dan terus belajar. Belajar menulis dan belajar berbicara. Itulah  Ibu : “Dr.Andi Safriani.SH.,MH”

By Febri Ramadhani “Ketua Tingkat Ilmu Hukum 3-4”