Senin, 24 Oktober 2016

Refleksi Gerakan Mahasiswa

Refleksi Gerakan Mahasiswa, Demonstrasi YES,  Anarkisme NO !

          Dalam proses perjalanan bangsa ini dari masa ke masa tak lepas dari pengaruh mahasiswa. Sejatinya mahasiwa adalah agen perubahan sosial (agent of social change). Gerakan mahasiswa bukanlah semata cerita, dongeng, slogan membanggakan status yang hanya didiskusikan dari kampus ke kampus. Bukti otentik dalam sejarah perjuangan dan pergerakan mahasiswa adalah tumbangnya pemerintahan yang dzolim, pemerintahan yang menghianati kehendak rakyat. Misalnya saja kristalisasi gerakan sosial mahasiswa mulai pada tahun 1996, 1974, 1978 sampai 1998 yang mampu menumbangkan rezim otoriter Pesiden Soeharto. Sehingga mahasiswa tidak hanya dicap (label) sebagai insan akademis tapi sekaligus insan penggerak perubahan. Perlu diperhatikan perjuangan mahasiwa yang terorganisir untuk mewujudkan perubahan progresif lahir dari kesadaran kolektif sosial itu sendiri. Lenin pernah mengatakan, Tanpa teori yang revolusioner tidak akan ada gerakan yang revolusioner. 

"Inilah urgensi kesatuan teori dan praksisnya yakni perlunya bangku kuliah sebagai ladang insan akademis (teoritis) untuk menopang pentingnya konsep dalam setiap gerakan sosial".
Posisi, peran dan fungsi mahasiswa

Gerakan mahasiswa 1998 yang punya andil dalam menumbangkan rezim Soeharto adalah suatu gerakan sosial. Maka sebelum membahas peran dan pengaruh mahasiswa dalam gerakan mahasiswa 1998, Saya akan coba mengupas di sini beberapa dimensi konseptual tentang status dan peran mahasiswa. Secara Konsep ilmu sosial, Masyarakat dapat dipandang terdiri dari seperangkat posisi-posisi sosial. Posisi sosial ini dinamakan status. Farley [1992] mengungkapkan, ada berbagai macam status berdasarkan cara memperolehnya. Pertama, status yang diperoleh begitu saja tanpa suatu usaha tertentu dari orang bersangkutan (ascribed status). Misalnya, status yang diterima begitu saja ketika orang terlahir sebagai laki-laki atau perempuan (jenis kelamin), berkulit putih atau berkulit hitam (rasis), dan karakteristik keluarga tempat orang itu dilahirkan. Kedua, status yang diperoleh setidaknya sebagian melalui upaya tertentu atau perjuangan dari orang bersangkutan (achieved status). Seperti: jabatan politik, tingkat penghasilan (ekonomi), tingkat pendidikan, Status mahasiswa tentu termasuk kategori ketiga ini. kenapa ? karena mahasiswa adalah sekelompok orang yang terdidik sebagai bagian dari bangsa dan negara. Mahasiswa sebagai kaum intelektual.

Peran dan fungsi mahasiswa secara nyata dan konseptual dapat dilihat bagaimana dalam menentukan arah perjuangan dan konstribusi terhadap masyarakat. Pertama, mahasiswa sebagai agent of change (agen perubahan). Artinya apa, mahasiswa sebagai tulang punggung masyarakat untuk melakukan perubahan sesuai kehendak rakyat. Dapat juga dikatakan mahasiswa sebagai jembatan antara rakyat dengan pemerintah. Kedua, sebagai Pengontrol sosial (Social Control). Dalam hal ini mahasiswa diharapkan mampu melakukan kontrol (kendali) keadaan sosial yang ada dalam lingkungannya. Ketiga, Moral Force (gerakan moral) dalam hal ini mahasiswa menjaga norma yang ada dalam masyarakat untuk kembali sesuai dengan apa yang diharapkan dan tidak melenceng dari subtansinya Karena mahasiswa pun harus bermoral untuk menegakkan moralitas sosial. Keempat, Generasi Penerus. Bangsa ini tidak akan dipimpin oleh orang-orang yang ada sekarang dipemerintahan selamanya. Pasti membutuhkan regenerasi kepemimpinan. Di sinilah mahasiwa menjadi harapan masyarakat untuk tetap konsisten memperjuangkan kesejahtraan rakyat.

Independensi dan anti-anarkisme

Banyak hal yang menjadi sorotan dalam setiap gerakan mahasiswa, mungkin ada yang melihatnya sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja dan sebagian juga menganggapnya sebagai hal sangat prestisius karena dibubuhi dengan retorika demonstratif. Tapi perlu diketahui bahwa ada gerakan-gerakan mahasiswa yang ditunggangi kepentingan politik, yang artinya apa tercerai-berailah independensi mahasiswa. Seharusnya mahasiswa berperan sebagai penggerak moralitas sosial (morality social) bukan lokomotif kepentingan politik.

Meskpun dalam UUD Negara Republik Indonesia (UUD NRI 1945) Pasal 28 E ayat 3 mengatakan “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat” . Hal ini harus dipandang sebagai Hak dan kebebasan yang bertanggungjawab. Bukan kebebasan yang bedampak negatif. Belum lagi budaya anarkisme mahasiswa dalam menyalurkan aspirasinya. Konsep perjuangan yang keliru ketika mengatakan “tidak ada demonstrasi tanpa anarkisme” yang benar adalah “Demokrasi yes, anarkisme no !. Dengan demikian alur gerak mahasiswa tidak bertentangan dengan kehendak masyarakat. Mahasiswa harus mengedepankan kualitas otak bukan otot semata.

Tindakan anarkisme, semestinya tidak terjadi lagi. Anarkis bukan solusi tapi malah melahirkan masalah. Kalau anarkisme dijadikan budaya bangsa kapan bangsa ini akan tenang ? Stop Anarkisme. Kami tidak ingin lagi melihat ada demonstrasi yang membuat nyawa-nyawa intelektual melayang.

Sebagai solusi dalam konsep pergerakan mahasiswa, jangan hanya fokus penyaluran aspirasi dengan cara turun ke Jalan, bakar ban dan lempar-lempar batu dan apalagi anarkis. Tapi banyak model dan pola yang bisa digunakan untuk menyalurkan aspirasi. Contohnya, melalui media online atau media cetak. Mahasiswa dapat menulis opini seputar dinamika perubahan sosial, isu-isu kebangsaan dan mahasiswa menawarkan solusi. Oleh karena itu marilah kita menyalurkan aspirasi dengan cara tindakan yang tidak anarkis agar tetap terjaga kedamaian di negeri tercinta ini yang InsyaAllah bangsa yang beradab dan berkemajuan. Nama: Febri HukumKetua Umum Independent Law Student Periode 2015-2016, Kader HMI dan Mahasiswa Ilmu Hukum semester 7 UIN Alauddin Makassar 

Senin, 07 Maret 2016

TUMPUL TAJAMNYA HUKUM

TUMPUL TAJAMNYA HUKUM
















Ironi hukum di negeriku
Negeriku dalam ironi ....
Ini bukan ilustrasi bukan pula frustrasi
Dilematis menyergap dan mendesak kebuntuan hukum
Lagi-lagi ada yang mengatakan,
HUKUM TAJAM DI BAWAH, TUMPUL KE ATAS.
Dan itu fakta.
Lihatlah bagaimana pejabat yang melanggar didramatisir.
Seolah tidak terjadi apa-apa.
Di berikan grasi....
Potong masa tahanan.....
Jalan-jalan keluar negeri
Bebas berwisata di mana saja....
Dan dibebas-bebaskan.
Disodori kemewahan.
Lihatlah orang miskin melanggar, langsung dihakimi.
Dipukuli, ditendang, ditampar kiri kanan
Bahkan ada yang mati teraniaya atas nama hukum.
Seolah hopeless.
Ya...atas nama hukum !
Ini menjadi apa-apa ?
Hukum tajam tapi tumpul.
Hukum tumpul tapi tajam.
Tajam dan tumpul.
Tumpul dan tajam.
Inikah hukum ? Inilah hukum.
Ini bukan cerita fiktif belaka.
inkonsistensi dalam realitas.
Terkadang hukum tajam dan terkadang tumpul.
Lagi-lagi inkonsistensi.
Katanya equality before the law....
Semua orang sama di hadapan hukum.
Tidak ada diskriminasi.
Itu hanya eufemisme hukum belaka.
Simbolisme kata yang menggurita.
Nista ....ternista.
Antara kaya dan miskin ada penjarakan, GAP !
Ada perbedaan
Dan semua orang tidak sama di hadapan hukum !
Itu fakta !

Febri Ramadhani

Mahasiswa Ilmu Hukum UIN Alauddin Makassar